Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Rabu (6/1) mengatakan sedang mengawasi secara saksama reaksi alergi terhadap vaksin COVID-19 buatan Pfizer dan Moderna, dan mendesak mereka yang mengalami reaksi serius untuk tidak menerima dosis kedua.
Melalui panggilan konferensi dengan awak media, badan kesehatan publik AS itu mengatakan reaksi alergi terjadi pada tingkat 11,1 per 1 juta vaksinasi. Itu dibandingkan dengan vaksin flu, di mana reaksi seperti itu terjadi pada tingkat 1,3 per 1 juta vaksin.
Reaksi parah masih "sangat jarang", katanya, menekankan perlunya masyarakat divaksinasi ketika vaksin telah tersedia untuk mereka, mengingat ancaman kematian dan penyakit serius akibat virus corona yang telah merenggut lebih dari 357.000 nyawa di Amerika Serikat saja.
CDC mengaku sedang memantau kejadian reaksi alergi secara saksama dan berencana mengunggah informasi terkini melalui situs miliknya.
Badan itu juga mendesak agar tempat-tempat distribusi vaksin dipersiapkan tidak hanya untuk mengenali reaksi alergi serius, yang dikenal sebagai anfilaksis, tetapi juga dilatih tentang bagaimana merawatnya dan mengenali ketika seseorang perlu dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan ekstra.
Pejabat CDC menyebutkan 28 orang yang menerima vaksin Pfizer dan BioNTech mengalami reaksi alergi parah. Mereka juga mencatat satu kasus anfilaksis, yang dapat menyebabkan bengkak pada tenggorokan dan kesulitan bernapas setelah seseorang menerima vaksin buatan Moderna.
Pejabat sebagian besar mengaitkan perbedaan itu dengan fakta bahwa vaksin Pfizer/BioNTech disetujui lebih awal dibanding vaksin Moderna. Menurutnya, tindakan pencegahan berlaku bagi keduanya.
Riset yang dipublikasi pada Rabu dalam laporan mingguan CDC mengenai kematian dan penyakit yang melihat kasus antara 14-23 Desember, mengidentifikasikan 21 kasus anfilaksis setelah pemberian 1.893.360 dosis vaksin Pfizer/BioNTech. Dari jumlah itu, 71 persen terjadi dalam 15 menit pertama usai pemberian vaksin.
Regulator medis Inggris mengatakan bahwa siapa pun yang memiliki riwayat anfilaksis, atau reaksi alergi parah terhadap obat atau makanan, sebaiknya tidak diberikan vaksin Pfizer/BioNTech.
Sumber: Reuters
Baca juga: Brazil tunda uji klinis vaksin Sinovac setelah muncul "efek merugikan"
Baca juga: WHO hadapi tantangan pembiayaan jika muncul efek samping vaksin COVID-19
Baca juga: Bio Farma terus pantau efek samping dari pemberian vaksin COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Melalui panggilan konferensi dengan awak media, badan kesehatan publik AS itu mengatakan reaksi alergi terjadi pada tingkat 11,1 per 1 juta vaksinasi. Itu dibandingkan dengan vaksin flu, di mana reaksi seperti itu terjadi pada tingkat 1,3 per 1 juta vaksin.
Reaksi parah masih "sangat jarang", katanya, menekankan perlunya masyarakat divaksinasi ketika vaksin telah tersedia untuk mereka, mengingat ancaman kematian dan penyakit serius akibat virus corona yang telah merenggut lebih dari 357.000 nyawa di Amerika Serikat saja.
CDC mengaku sedang memantau kejadian reaksi alergi secara saksama dan berencana mengunggah informasi terkini melalui situs miliknya.
Badan itu juga mendesak agar tempat-tempat distribusi vaksin dipersiapkan tidak hanya untuk mengenali reaksi alergi serius, yang dikenal sebagai anfilaksis, tetapi juga dilatih tentang bagaimana merawatnya dan mengenali ketika seseorang perlu dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan ekstra.
Pejabat CDC menyebutkan 28 orang yang menerima vaksin Pfizer dan BioNTech mengalami reaksi alergi parah. Mereka juga mencatat satu kasus anfilaksis, yang dapat menyebabkan bengkak pada tenggorokan dan kesulitan bernapas setelah seseorang menerima vaksin buatan Moderna.
Pejabat sebagian besar mengaitkan perbedaan itu dengan fakta bahwa vaksin Pfizer/BioNTech disetujui lebih awal dibanding vaksin Moderna. Menurutnya, tindakan pencegahan berlaku bagi keduanya.
Riset yang dipublikasi pada Rabu dalam laporan mingguan CDC mengenai kematian dan penyakit yang melihat kasus antara 14-23 Desember, mengidentifikasikan 21 kasus anfilaksis setelah pemberian 1.893.360 dosis vaksin Pfizer/BioNTech. Dari jumlah itu, 71 persen terjadi dalam 15 menit pertama usai pemberian vaksin.
Regulator medis Inggris mengatakan bahwa siapa pun yang memiliki riwayat anfilaksis, atau reaksi alergi parah terhadap obat atau makanan, sebaiknya tidak diberikan vaksin Pfizer/BioNTech.
Sumber: Reuters
Baca juga: Brazil tunda uji klinis vaksin Sinovac setelah muncul "efek merugikan"
Baca juga: WHO hadapi tantangan pembiayaan jika muncul efek samping vaksin COVID-19
Baca juga: Bio Farma terus pantau efek samping dari pemberian vaksin COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021