Tokoh etnis minoritas Muslim Uighur, para pekerja dan lulusan kamp vokasi di Daerah Otonomi Xinjiang, China, menemui sejumlah awak media asing di Beijing, Senin.
Mereka yang berasal dari berbagai kota di Xinjiang tersebut memberikan testimoni mengenai situasi terkini di daerahnya dengan didampingi pejabat daerah setempat.
Abulhasan Tursunniyaz selaku khatib Masjid Jamik Kota Hotan menjelaskan aktivitas jamaahnya yang sudah normal dalam menjalankan kegiatan ibadah sehari-hari.
"Remaja Islam di sana juga seperti biasa belajar Alquran, hadist Shohih Bukhari, dan ilmu-ilmu pengetahuan agama. Ada yang belajar di masjid, di XII (Institut Agama Islam Xinjiang) di Urumqi dan tujuh daerah lainnya, dan ada pula yang belajar melalui agama atau buku yang diterbitkan oleh Asosiasi Islam Xinjiang," ujarnya.
Tursunnisa Ali, lulusan kamp vokasi Kota Hotan, mengaku taraf hidupnya meningkat setelah diterima di perusahaan tekstil.
"Awalnya saya digaji 2.000 yuan per bulan (Rp4,3 juta). Lalu saya dapat promosi hingga sekarang gaji saya naik menjadi 5.000 yuan (Rp10,8 juta)," ujar pekerja perempuan beretnis Uighur itu.
Demikian juga halnya dengan Shirali Mamtmin yang menuturkan bahwa pekerjaannya di pabrik garmen di Hotan berdasarkan kontrak dengan gaji borongan.
"Saya dan teman-teman bekerja bukan dipaksa tapi karena kami butuh uang. Kami tinggal di asrama dengan fasilitas lengkap, kantin halal pun disediakan di tempat kerja kami," ujarnya dalam bahasa Uighur yang dialihbahasakan Mandarin oleh seorang penerjemah.
Ablajan Ablat dengan kemampuan bahasa Mandarin dan keterampilan yang didapat dari kamp vokasi akhirnya bisa membuka usaha.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Pazaliya Uksun dari Kota Aksu.
Pemandangan di Pusat Pers Internasional Kementerian Luar Negeri China (MFA) berbeda dari biasanya oleh karena kedatangan mereka.
Biasanya warga Uighur dan tokoh agama setempat hanya memberikan testimoni melalui video atau jumpa pers virtual.
Kini, mereka menempuh perjalanan lebih dari 3.000 kilometer dari daerahnya ke Beijing untuk sekadar bertatap muka dengan pewarta dari berbagai negara di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.
Baca juga: China klarifikasi pernyataan Menlu AS soal komunitas Muslim Uighur
Baca juga: Di hadapan tokoh NU, Menlu Pompeo tuding China sebagai ancaman umat beragama
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Mereka yang berasal dari berbagai kota di Xinjiang tersebut memberikan testimoni mengenai situasi terkini di daerahnya dengan didampingi pejabat daerah setempat.
Abulhasan Tursunniyaz selaku khatib Masjid Jamik Kota Hotan menjelaskan aktivitas jamaahnya yang sudah normal dalam menjalankan kegiatan ibadah sehari-hari.
"Remaja Islam di sana juga seperti biasa belajar Alquran, hadist Shohih Bukhari, dan ilmu-ilmu pengetahuan agama. Ada yang belajar di masjid, di XII (Institut Agama Islam Xinjiang) di Urumqi dan tujuh daerah lainnya, dan ada pula yang belajar melalui agama atau buku yang diterbitkan oleh Asosiasi Islam Xinjiang," ujarnya.
Tursunnisa Ali, lulusan kamp vokasi Kota Hotan, mengaku taraf hidupnya meningkat setelah diterima di perusahaan tekstil.
"Awalnya saya digaji 2.000 yuan per bulan (Rp4,3 juta). Lalu saya dapat promosi hingga sekarang gaji saya naik menjadi 5.000 yuan (Rp10,8 juta)," ujar pekerja perempuan beretnis Uighur itu.
Demikian juga halnya dengan Shirali Mamtmin yang menuturkan bahwa pekerjaannya di pabrik garmen di Hotan berdasarkan kontrak dengan gaji borongan.
"Saya dan teman-teman bekerja bukan dipaksa tapi karena kami butuh uang. Kami tinggal di asrama dengan fasilitas lengkap, kantin halal pun disediakan di tempat kerja kami," ujarnya dalam bahasa Uighur yang dialihbahasakan Mandarin oleh seorang penerjemah.
Ablajan Ablat dengan kemampuan bahasa Mandarin dan keterampilan yang didapat dari kamp vokasi akhirnya bisa membuka usaha.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Pazaliya Uksun dari Kota Aksu.
Pemandangan di Pusat Pers Internasional Kementerian Luar Negeri China (MFA) berbeda dari biasanya oleh karena kedatangan mereka.
Biasanya warga Uighur dan tokoh agama setempat hanya memberikan testimoni melalui video atau jumpa pers virtual.
Kini, mereka menempuh perjalanan lebih dari 3.000 kilometer dari daerahnya ke Beijing untuk sekadar bertatap muka dengan pewarta dari berbagai negara di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Latin.
Baca juga: China klarifikasi pernyataan Menlu AS soal komunitas Muslim Uighur
Baca juga: Di hadapan tokoh NU, Menlu Pompeo tuding China sebagai ancaman umat beragama
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020