Banjir menggenangi tujuh kecamatan penghasil beras di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan ancaman puso kini sudah di depan mata.

Sebagai satu sentra penghasil beras di Jawa Barat, Karawang, memberikan kontribusi cukup besar terhadap produksi beras provinsi Jawa Barat atau mencapai 15 persen lebih.

"Secara nasional provinsi Jawa Barat kini hanya memasok 18 persen produksi beras nasional dari sebelumnya 21 persen. Banjir di beberapa wilayah Jawa Barat terutama Karawang berpotensi mengakibatkan produksi turun," ujar Kepala Dinas Pertanian Kab. Karawang Nahrowi M. Nur.

Hingga kini banjir telah merendam 961 hektare persawahan di tujuh kecamatan dengan taksiran kerugian Rp3 miliar lebih.

Lahan sawah yang terendam air itu kemungkinan besar puso akibat tiga hari lebih terendam.

"Dengan produksi rata-rata enam ton gabah kering panen kerugian yang diderita petani cukup besar, apalagi petani kebanyakan memiliki lahan relatif kecil," ujarnya.

Banjir diharapkan tidak memengaruhi target produksi padi daerah itu pada 2010, bila aliran air dari Waduk Jatiluhur ke Sungai Citarum bisa secepatnya dikendalikan.

Target produksi gabah kering panen (GKP) pada 2010 sebesar 1,37 juta dari luas persawahan 94.311 hektare. "Kita masih punya waktu cukup panjang untuk mengejar target produksi tersebut," katanya.

Areal persawahan yang baru terkena banjir ada di Kecamatan Teluk Jambe Barat, Teluk Jambe Timur, Karawang Barat, Klari, Batujaya, Ciampel dan Pakisjaya.

Petani yang menderita kerugian itu akan diusahakan agar bisa mendapatkan bantuan benih yang sumber dananya akan dicarikan dari pos tertentu. Bantuan benih diharapkan juga datang dari Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Pertaninan.

Ia meminta petani agar tidak menyerah dengan musibah tersebut, melainkan cepat bangkit, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga mendukung program pemerintah dalam menyediakan komoditas strategis itu.


Panen lebih awal
Seorang petani di Pakisjaya, Karawang, di tempat pengungsian, Islamic Center Karawang, Hariri (26), mengatakan, padinya yang sudah berumur 80 hari terpaksa dipanen lebih awal akibat banjir.

Ia memiliki lahan persawahan seluas 2.000 meter persegi dengan hasil panen 1,35 ton GKP, namun dengan percepatan hasil panen hasilnya hanya 900 kg.

"Bulir padi belum optimal, juga ada yang hampa dan busuk. Dengan hasil panen segitu tidak mampu menutupi biaya produksi," ujarnya.

Padi yang dipanen lebih awal itu menjadikan harga jual juga rendah. "Saya tidak tahu lagi bagaimana untuk menanam selanjutnya. Hasil panen sekarang tidak cukup menutupi utang kebutuhan hidup dan pembelian pupuk," ujarnya.

Ia berharap pemerintah daerah bisa membantu petani baik berupa benih maupun pupuk agar mereka bisa kembali menanam komoditas strategis itu.

Petani lain di Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Ahmad (36), menyatakan, rumpun padinya rebah akibat rendaman air dan bulir padi tidak mampu menahan air hingga tanaman itu harus dipanen sebelum waktunya.

Ia mengaku ingin memanen padi tapi dengan kondisi air yang mencapai setinggi dada di sawahnya dan bentangan banjir cukup luas tidak memungkinkan dirinya melakukan pemanenan.

"Saya tidak tahu apakah setelah terendam lebih dari 10 hari padi tersebut masih bisa dijemur dan ketiga masuk huller tidak akan hancur," ujarnya.

Ia mengaku tidak pernah mengalami banjir begitu hebat dalam kurun 10 tahun terakhir. "Banjir kali ini betul-betul besar dan lama. Siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap kerugian saya, apakah pemerintah akan menggantinya," ujar Ahmad berharap.

Menteri Sosial, Dr. Salim Segaf Al Jufrie, ketika berkunjung ke Karawang menyatakan, hingga kini pemerintah belum menetapkan banjir Citarum sebagai bencana nasional.

Pertimbangannya areal yang digenangi banjir belum terlalu luas dan pemerintah setempat masih bisa mengatasinya.

Pernyataan Menteri tersebut bermakna pemerintah tidak akan menggelontorkan dana besar dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat banjir tersebut.

Pemerintah Kabupaten Karawang seperti dikemukakan Kadis Pertaniannya hanya akan membantu benih bagi petani yang terkena banjir dalam jumlah terbatas, dan bantuan pupuk akan diberikan bila provinsi dan pusat memberikan dana memadai.

Bantuan tersebut lebih ditujukan agar petani kembali segera menanam agar target produksi beras bisa tercapai.

Petani dituntut lebih tegar dalam menghadapi musibah banjir dengan berusaha untuk bangkit sendiri di tengah keterbatasan dan himpitan ekonomi yang dialaminya.

Dalam kondisi serba memprihatinkan itu, rasanya tipis kemungkinan Karawang mampu mempertahankan posisinya sebagai daerah swasembada pangan. *

Maswandi

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010