Dua vaksin yang dikembangkan perusahaan Amerika Serikat Pfizer dan perusahaan China Sinopharm sama-sama menunjukkan hasil yang menjanjikan sehingga para virolog menyerukan agar politisasi vaksin COVID-19 segera dihentikan.
mRNA, vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Pfizer, memiliki tingkat kemanjuran hingga 90 persen, sedangkan vaksin inaktif Sinopharm sampai 100 persen dalam satu kasus di Meksiko.
Pernyataan Pfizer mendapat perhatian dunia, namun vaksin Sinopharm yang telah disuntikkan pada 56.000 orang yang bepergian ke luar negeri, justru ditentang media Barat.
Hal itu menunjukkan media Barat bermuka dua terhadap vaksin buatan China dan AS demi tujuan politis, demikian pakar China dikutip Global Times, Senin.
Pfizer berencana mengajukan permohonan persetujuan penggunaan vaksin untuk keperluan darurat pada akhir November dan siap memproduksi 15 hingga 20 juta dosis pada akhir tahun ini, demikian New York Times.
Vaksin yang dikembangkan Pfizer bersama perusahaan farmasi asal Jerman BioNTech telah diuji coba secara klinis tahap ketiga terhadap 44.000 relawan.
China telah menyetujui tiga vaksin untuk digunakan dalam situasi darurat, seperti staf medis, tentara yang menjalankan tugas misi perdamaian, pelajar yang ke luar negeri, dan diplomat.
Menurut pakar vaksin dari Shanghai Tao Lina, China juga mengembangkan vaksin mRNA dengan menggunakan metode seperti Pfizer.
Secara teori vaksin mRNA bisa menstimulasi imunitas sel dan imunitas antibodi sehingga memberikan dampak yang lebih baik.
Vaksin inaktif buatan China cocok untuk penggunaan jangka panjang dalam melindungi lebih banyak orang, sedangkan vaksin mRNA lebih mudah diproduksi secara massal, demikian Tao.
Namun vaksin mRNA harus disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius, sedangkan sebagian besar jenis lainnya cukup disimpan pada suhu 2 - 8 derajat Celcius.
"Tentu saja penyimpanan dan distribusinya membutuhkan biaya yang sangat mahal," ujarnya.
Baca juga: WHO sebut vaksin COVID Pfizer "sangat menjanjikan", namun ada tantangan
Baca juga: Presiden Putin: Semua vaksin COVID-19 buatan Rusia efektif
Baca juga: Pemerintah pertimbangkan beli vaksin dari Pfizer
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
mRNA, vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Pfizer, memiliki tingkat kemanjuran hingga 90 persen, sedangkan vaksin inaktif Sinopharm sampai 100 persen dalam satu kasus di Meksiko.
Pernyataan Pfizer mendapat perhatian dunia, namun vaksin Sinopharm yang telah disuntikkan pada 56.000 orang yang bepergian ke luar negeri, justru ditentang media Barat.
Hal itu menunjukkan media Barat bermuka dua terhadap vaksin buatan China dan AS demi tujuan politis, demikian pakar China dikutip Global Times, Senin.
Pfizer berencana mengajukan permohonan persetujuan penggunaan vaksin untuk keperluan darurat pada akhir November dan siap memproduksi 15 hingga 20 juta dosis pada akhir tahun ini, demikian New York Times.
Vaksin yang dikembangkan Pfizer bersama perusahaan farmasi asal Jerman BioNTech telah diuji coba secara klinis tahap ketiga terhadap 44.000 relawan.
China telah menyetujui tiga vaksin untuk digunakan dalam situasi darurat, seperti staf medis, tentara yang menjalankan tugas misi perdamaian, pelajar yang ke luar negeri, dan diplomat.
Menurut pakar vaksin dari Shanghai Tao Lina, China juga mengembangkan vaksin mRNA dengan menggunakan metode seperti Pfizer.
Secara teori vaksin mRNA bisa menstimulasi imunitas sel dan imunitas antibodi sehingga memberikan dampak yang lebih baik.
Vaksin inaktif buatan China cocok untuk penggunaan jangka panjang dalam melindungi lebih banyak orang, sedangkan vaksin mRNA lebih mudah diproduksi secara massal, demikian Tao.
Namun vaksin mRNA harus disimpan pada suhu minus 70 derajat Celcius, sedangkan sebagian besar jenis lainnya cukup disimpan pada suhu 2 - 8 derajat Celcius.
"Tentu saja penyimpanan dan distribusinya membutuhkan biaya yang sangat mahal," ujarnya.
Baca juga: WHO sebut vaksin COVID Pfizer "sangat menjanjikan", namun ada tantangan
Baca juga: Presiden Putin: Semua vaksin COVID-19 buatan Rusia efektif
Baca juga: Pemerintah pertimbangkan beli vaksin dari Pfizer
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020