Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan menilai laporan dugaan gratifikasi kepada Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, yang dilayangkan ke KPK tidak berdasar.
Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Kaukus Muda PPP, Hammam Asy'ari, di Jakarta, Senin, menyatakan, laporan dugaan gratifikasi Monoarfa itu ngawur.
Menurut dia, Nizar Dahlan yang bertindak sebagai pelapor tidak memahami gratifikasi yang bisa dilaporkan ke KPK sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf B UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Laporan gratifikasi yang dilakukan Nizar Dahlan itu ngawur dan menunjukkan yang bersangkutan tidak paham tentang ketentuan gratifikasi yang patut dilaporkan kepada KPK," ujarnya.
As'yari menjelaskan, penggunaan pesawat udara oleh pengurus DPP PPP bukan gratifikasi seperti yang dimaksud dalam pasal 12 A UU Pemberantasan Tipikor.
Sebab, pesawat terbang yang ditumpangi pengurus DPP PPP tersebut tidak berhubungan dengan jabatan menteri perencanaan pembangunan nasional/Bappenas atau anggota DPR meski Arsul Sani ikut di dalamnya.
Selain itu, lanjut dia, pengurus DPP PPP ikut di dalam di pesawat terbang itu kapasitasnya sebagai pengurus partai, bukan penyelenggara negara yang dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan mereka di lokasi tujuan.
"Semua kegiatan pertemuan PPP itu dalam rangka sosialisasi atau penjelasan agenda Muktamar PPP. Tidak ada kegiatan pribadi atau dinas dan juga dilakukan pada hari libur yakni Sabtu dan Minggu, bukan hari kerja.".
Oleh karena itu, dia berharap laporan ke KPK yang dibuat Dahlan bukan berdasarkan ketidaksenangan atau sensitifitas belaka.
As'yari kemudian mengajak semua para kader PPP khususnya Dahlan mengedepankan kaidah ushul fiqh yang berbunyi "Menolak bahaya lebih diutamakan, dari pada mengambil kemaslahatan".
"Tentunya, dengan cara bersatu padu untuk membesarkan partai, bukan ego atau sentimen pribadi sesaat yang mana justru bakal membahayakan atau merugikan PPP tercinta ini," katanya.
Sebelumnya, KPK menerima laporan masyarakat terhadap Monoarfa terkait dugaan penerimaan gratifikasi pada Kamis lalu (5/11).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan KPK masih menganalisis lebih lanjut laporan penerimaan gratifikasi terhadap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, yang juga plt ketua umum DPP PPP.
"Selanjutnya akan dilakukan telaahan dan kajian terhadap informasi dan data tersebut," ucap Fikri.
Apabila dari hasil telaahan dan kajian memang ditemukan adanya indikasi peristiwa pidana, kata dia, tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan langkah-langkah berikutnya sebagaimana hukum yang berlaku.
Dugaan penerimaan gratifikasi itu terkait bantuan pesawat jet pribadi sewa saat kunjungan Monoarfa ke Medan dan Aceh pada Oktober 2020.
Baca juga: KPK analisis laporan dugaan gratifikasi terkait Menteri Suharso Monoarfa
Baca juga: Konsolidasi partai pakai jet pribadi, Suharso disorot elite PPP
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Kaukus Muda PPP, Hammam Asy'ari, di Jakarta, Senin, menyatakan, laporan dugaan gratifikasi Monoarfa itu ngawur.
Menurut dia, Nizar Dahlan yang bertindak sebagai pelapor tidak memahami gratifikasi yang bisa dilaporkan ke KPK sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf B UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Laporan gratifikasi yang dilakukan Nizar Dahlan itu ngawur dan menunjukkan yang bersangkutan tidak paham tentang ketentuan gratifikasi yang patut dilaporkan kepada KPK," ujarnya.
As'yari menjelaskan, penggunaan pesawat udara oleh pengurus DPP PPP bukan gratifikasi seperti yang dimaksud dalam pasal 12 A UU Pemberantasan Tipikor.
Sebab, pesawat terbang yang ditumpangi pengurus DPP PPP tersebut tidak berhubungan dengan jabatan menteri perencanaan pembangunan nasional/Bappenas atau anggota DPR meski Arsul Sani ikut di dalamnya.
Selain itu, lanjut dia, pengurus DPP PPP ikut di dalam di pesawat terbang itu kapasitasnya sebagai pengurus partai, bukan penyelenggara negara yang dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan mereka di lokasi tujuan.
"Semua kegiatan pertemuan PPP itu dalam rangka sosialisasi atau penjelasan agenda Muktamar PPP. Tidak ada kegiatan pribadi atau dinas dan juga dilakukan pada hari libur yakni Sabtu dan Minggu, bukan hari kerja.".
Oleh karena itu, dia berharap laporan ke KPK yang dibuat Dahlan bukan berdasarkan ketidaksenangan atau sensitifitas belaka.
As'yari kemudian mengajak semua para kader PPP khususnya Dahlan mengedepankan kaidah ushul fiqh yang berbunyi "Menolak bahaya lebih diutamakan, dari pada mengambil kemaslahatan".
"Tentunya, dengan cara bersatu padu untuk membesarkan partai, bukan ego atau sentimen pribadi sesaat yang mana justru bakal membahayakan atau merugikan PPP tercinta ini," katanya.
Sebelumnya, KPK menerima laporan masyarakat terhadap Monoarfa terkait dugaan penerimaan gratifikasi pada Kamis lalu (5/11).
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan KPK masih menganalisis lebih lanjut laporan penerimaan gratifikasi terhadap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, yang juga plt ketua umum DPP PPP.
"Selanjutnya akan dilakukan telaahan dan kajian terhadap informasi dan data tersebut," ucap Fikri.
Apabila dari hasil telaahan dan kajian memang ditemukan adanya indikasi peristiwa pidana, kata dia, tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan langkah-langkah berikutnya sebagaimana hukum yang berlaku.
Dugaan penerimaan gratifikasi itu terkait bantuan pesawat jet pribadi sewa saat kunjungan Monoarfa ke Medan dan Aceh pada Oktober 2020.
Baca juga: KPK analisis laporan dugaan gratifikasi terkait Menteri Suharso Monoarfa
Baca juga: Konsolidasi partai pakai jet pribadi, Suharso disorot elite PPP
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020