Satuan Tugas Penanganan COVID-19 meminta rumah sakit dan layanan kesehatan lainnya tidak memasang tarif tes diagnosa COVID-19 dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) melebihi Rp900 ribu, sesuai Surat Edaran Kementerian Kesehatan nomor HK. 02.02/I/3713/2020.
“Kami meminta agar faskes yang melayani tes usap mandiri untuk mematuhi surat edaran Kementerian Kesehatan, dan transparan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan demi meminimalisir fraud (penyalahgunaan),” kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers daring di Jakarta, Kamis.
Batas tarif tersebut hanya berlaku untuk tes usap yang dilakukan masyarakat secara mandiri atau karena keinginan sendiri.
Batasan tarif tertinggi itu tidak berlaku untuk kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit yang penyelenggaraannya mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah, atau merupakan bagian dari penjaminan pembiayaan pasien COVID-19.
“Apabila RT PCR merupakan hasil penelusuran kontak maka pembiayaannya dijamin pemerintah,” ujar Wiku.
Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) itu disahkan Kemenkes pada 5 Oktober 2020.
Penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR melalui pembahasan secara komprehensif antara Kemenkes dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya.
Besaran standar tarif tertinggi itu juga akan dievaluasi secara periodik dengan memperhitungkan perubahan harga dalam komponen pembiayaan.
Baca juga: Gubernur Jawa Barat sempurnakan alat PCR bantuan pemprov untuk Bogor
Baca juga: Indofarma sediakan layanan tes PCR hanya Rp600 ribu
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020