Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut Kota Bogor kembali berstatus zona merah atau memiliki risiko tinggi terhadap penularan COVID-19 mulai Senin kemarin karena tiga faktor.
"Ketiga faktor tersebut adalah bagian dari 14 indikator yang menentukan zonasi suatu daerah," kata Bima Arya di Balai Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, saat mengumumkan Pemerintah Kota Bogor memutuskan memperpanjang penerapan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK) selama dua pekan, mulai Selasa hingga 13 Oktober mendatang.
Menurut Bima Arya, ketiga faktor yang mengubah status zonasi Kota Bogor dari oranye menjadi merah adalah, pertama, meningkatnya jumlah kematian kasus positif COVID-19. "Pada sepekan kemarin, ada enam kasus positif yang meninggal dunia," katanya.
Berdasarkan data harian penanganan COVID-19 Kota Bogor, kata dia, dari jumlah kematian sekitar 80 persen adalah pasien kasus positif COVOD-19 dengan komorbid.
"Ini mengkonfirmasi bahwa orang dengan komorbid berisiko kematian lebih tinggi," katanya.
Kedua, Tingkat kesembuhan kasus positif COVID-19 yang menurun. "Meningkatnya jumlah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19, sehingga tingkat kesembuhan kasus positif lainnya menjadi menurun," katanya.
Ketiga, tingkat keterisian tempat tidur dan kamar perawatan pasien kasus positif COVID-19 meningkat. "Seluruh rumah sakit di Kota Bogor memiliki 354 tempat tidur untuk perawatan pasien kasus positif COVID-19. Tingkat keterisiannya terus meningkat dan pada pekan ini mencapai 60 persen," katanya.
Bima menegaskan, Pemerintah Kota Bogor terus berupaya mencari solusi untuk menekan penyebaran COVID-19 sekaligus menurunkan tingkat risiko terhadap penularan COVID-19 atau menurunkan zonasi dari merah ke oranye hingga ke zona yang aman.
"Status zona merah atau zona oranye ini fluktuasi. Tapi kita harus fokus pada semua aspek, sambil mengevaluasi penanganannya," katanya.
Baca juga: Pemkot Bogor perpanjang PSBMK hingga 13 Oktober
Baca juga: Gubernur: Lima daerah di Jabar menjadi zona merah COVID-19
Baca juga: Sempat jabat tangan Ketua DPRD Bogor, tapi Wabup negatif COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Ketiga faktor tersebut adalah bagian dari 14 indikator yang menentukan zonasi suatu daerah," kata Bima Arya di Balai Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, saat mengumumkan Pemerintah Kota Bogor memutuskan memperpanjang penerapan pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK) selama dua pekan, mulai Selasa hingga 13 Oktober mendatang.
Menurut Bima Arya, ketiga faktor yang mengubah status zonasi Kota Bogor dari oranye menjadi merah adalah, pertama, meningkatnya jumlah kematian kasus positif COVID-19. "Pada sepekan kemarin, ada enam kasus positif yang meninggal dunia," katanya.
Berdasarkan data harian penanganan COVID-19 Kota Bogor, kata dia, dari jumlah kematian sekitar 80 persen adalah pasien kasus positif COVOD-19 dengan komorbid.
"Ini mengkonfirmasi bahwa orang dengan komorbid berisiko kematian lebih tinggi," katanya.
Kedua, Tingkat kesembuhan kasus positif COVID-19 yang menurun. "Meningkatnya jumlah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19, sehingga tingkat kesembuhan kasus positif lainnya menjadi menurun," katanya.
Ketiga, tingkat keterisian tempat tidur dan kamar perawatan pasien kasus positif COVID-19 meningkat. "Seluruh rumah sakit di Kota Bogor memiliki 354 tempat tidur untuk perawatan pasien kasus positif COVID-19. Tingkat keterisiannya terus meningkat dan pada pekan ini mencapai 60 persen," katanya.
Bima menegaskan, Pemerintah Kota Bogor terus berupaya mencari solusi untuk menekan penyebaran COVID-19 sekaligus menurunkan tingkat risiko terhadap penularan COVID-19 atau menurunkan zonasi dari merah ke oranye hingga ke zona yang aman.
"Status zona merah atau zona oranye ini fluktuasi. Tapi kita harus fokus pada semua aspek, sambil mengevaluasi penanganannya," katanya.
Baca juga: Pemkot Bogor perpanjang PSBMK hingga 13 Oktober
Baca juga: Gubernur: Lima daerah di Jabar menjadi zona merah COVID-19
Baca juga: Sempat jabat tangan Ketua DPRD Bogor, tapi Wabup negatif COVID-19
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020