Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengisyaratkan pemerintah sedang menyiapkan dua opsi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk perbaikan kepatuhan terhadap protokol kesehatan atau perbaikan pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
"Hal yang baru, kedua perppu tersebut juga akan memuat aturan terkait dengan penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi selama pilkada berlangsung," kata Mendagri dalam seminar nasional yang berlangsung secara daring, Minggu.
Opsi perppu itu ada dua macam, yakni perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah COVID-19, mulai pencegahan, penanganan, hingga penegakan hukum. Opso kedua, perppu spesifik hanya masalah protokol COVID-19 untuk pilkada dan pemilihan kepala desa.
Mendagri mengatakan bahwa pemerintah akan mengatur sejauh mana keterlibatan sentra penegak hukum terpadu (gakkumdu), meliputi Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran-pelanggaran protkes yang terjadi.
Oleh karena itu, diharapkan penanganannya akan lebih objektif.
Selama ini, kata Mendagri, kalau penegakan hukum berasal dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saja, terasa kurang maksimal efektivitasnya.
Oleh sebab itu, keterlibatan institusi penegak hukum yang memiliki jejaring hingga ke daerah-daerah perlu dilibatkan dalam mendukung kepatuhan terhadap protokol COVID-19.
"Ini perlu dasar hukum juga. Seandainya opsi perppu dibuat, perppu itu bisa mengatur tentang penegakan kepatuhan pencegahan dan penanganan kepatuhan COVID-19," katanya.
Tito melanjutkan, "Apa saja yang harus dilakukan, misal 3M+3T dan seterusnya, kemudian penanganannya seperti apa, termasuk apa saja yang dilarang, berikut sanksi-sanksi hukumnya."
Kalau perppu itu dikeluarkan, kata dia, tentu akan mendapat pertentangan dari masyarakat sipil, terutama yang perhatian terhadap masalah hak melakukan kegiatan berkumpul dan menyampaikan pendapat di muka umum.
Pemerintah menyiapkan opsi kedua, yaitu perppu yang spesifik mengatur khusus kepatuhan protokol COVID-19 pada pilkada berikut sanksinya.
"Kami sudah menyiapkan juga sanksi itu, di antaranya sanksi administrasi dan pidana," kata Tito.
Sanksi administrasi, secara perinci terbagi atas peringatan pertama, kedua, dan ketiga, hingga terakhir adalah diskualifikasi pasangan calon.
Ia mengutarakan bahwa peringatan sampai dengan diskualifikasi itu harus melalui mekanisme sentra gakkumdu.
"Jadi, melalui pemeriksaan gakkumdu melibatkan Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. Dengan demikian, penanganannya akan lebih objektif, tidak sampai peraturan itu disalahgunakan oleh oknum tertentu mendiskualifikasi lawan politiknya," kata Tito.
Opsi mengeluarkan perppu itu masih akan dibahas Minggu malam ini oleh Mendagri.
Baca juga: Ridwan Kamil minta KPU tindak tegas calon yang langgar protokol kesehatan
Baca juga: Instruksi Mendagri pantau sosialisasi PKPU Protkes COVID Pilkada di 270 daerah
Baca juga: Kemendagri catat 69 petahana langgar protokol COVID-19, hanya empat patuh
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Hal yang baru, kedua perppu tersebut juga akan memuat aturan terkait dengan penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi selama pilkada berlangsung," kata Mendagri dalam seminar nasional yang berlangsung secara daring, Minggu.
Opsi perppu itu ada dua macam, yakni perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah COVID-19, mulai pencegahan, penanganan, hingga penegakan hukum. Opso kedua, perppu spesifik hanya masalah protokol COVID-19 untuk pilkada dan pemilihan kepala desa.
Mendagri mengatakan bahwa pemerintah akan mengatur sejauh mana keterlibatan sentra penegak hukum terpadu (gakkumdu), meliputi Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung dalam menjalankan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran-pelanggaran protkes yang terjadi.
Oleh karena itu, diharapkan penanganannya akan lebih objektif.
Selama ini, kata Mendagri, kalau penegakan hukum berasal dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saja, terasa kurang maksimal efektivitasnya.
Oleh sebab itu, keterlibatan institusi penegak hukum yang memiliki jejaring hingga ke daerah-daerah perlu dilibatkan dalam mendukung kepatuhan terhadap protokol COVID-19.
"Ini perlu dasar hukum juga. Seandainya opsi perppu dibuat, perppu itu bisa mengatur tentang penegakan kepatuhan pencegahan dan penanganan kepatuhan COVID-19," katanya.
Tito melanjutkan, "Apa saja yang harus dilakukan, misal 3M+3T dan seterusnya, kemudian penanganannya seperti apa, termasuk apa saja yang dilarang, berikut sanksi-sanksi hukumnya."
Kalau perppu itu dikeluarkan, kata dia, tentu akan mendapat pertentangan dari masyarakat sipil, terutama yang perhatian terhadap masalah hak melakukan kegiatan berkumpul dan menyampaikan pendapat di muka umum.
Pemerintah menyiapkan opsi kedua, yaitu perppu yang spesifik mengatur khusus kepatuhan protokol COVID-19 pada pilkada berikut sanksinya.
"Kami sudah menyiapkan juga sanksi itu, di antaranya sanksi administrasi dan pidana," kata Tito.
Sanksi administrasi, secara perinci terbagi atas peringatan pertama, kedua, dan ketiga, hingga terakhir adalah diskualifikasi pasangan calon.
Ia mengutarakan bahwa peringatan sampai dengan diskualifikasi itu harus melalui mekanisme sentra gakkumdu.
"Jadi, melalui pemeriksaan gakkumdu melibatkan Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. Dengan demikian, penanganannya akan lebih objektif, tidak sampai peraturan itu disalahgunakan oleh oknum tertentu mendiskualifikasi lawan politiknya," kata Tito.
Opsi mengeluarkan perppu itu masih akan dibahas Minggu malam ini oleh Mendagri.
Baca juga: Ridwan Kamil minta KPU tindak tegas calon yang langgar protokol kesehatan
Baca juga: Instruksi Mendagri pantau sosialisasi PKPU Protkes COVID Pilkada di 270 daerah
Baca juga: Kemendagri catat 69 petahana langgar protokol COVID-19, hanya empat patuh
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020