Bandung, 2/12 (ANTARA) - Pendapatan hasil produksi hutan dari bukan kayu di Jawa Barat dan Banten masih minim, karena itu Perhutani bertekad menaikkan produksi getah pinus dan minyak kayu putih.
Kepala Humas dan Kesekertariatan Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten Ronald G. Suitela di Bandung mengatakan, pihaknya akan menggenjot produksi getah pinus pada 2010 karena komoditas ini dianggap sebagai salah satu produksi "non" kayu yang potensial.
"Selama 2009 kami mampu menghasilkan sebanyak 8900 ton getah pinus dan akan kami tingkatkan tahun depan. Getah pinus merupakan sektor 'non' kayu yang berpotensi memeberi kontribusi pendapatan cukup besar," kata Ronald, Rabu.
Menurut dia, Dari total produksi getah pinus hingga Oktober 2009 tersebut, sekitar 71 persen atau 6.319 ton diantaranya diolah menjadi "gondorukem" dan sisanya dimanfaatkan untuk "terpentin."
Dia menjelaskan, gondorukem yang dihasilkan tidak hanya diproyeksikan untuk memenuhi pasar dalam negeri. Gondorukem hasil Perum Perhutani unit II Jabar-Banten, saat ini sudah mampu mengisi pasar internasional dan diterima di beberapa negara-negara di Eropa dan Amerika.
"Walaupun kuantitasnya masih kecil, kualitas gondorukem yang dihasilkan ini mampu bersaing dengan negara-negara eksportir komoditas serupa lainnya," ujarnya.
Selain itu, gondorukem sendiri dipergunakan sebagai bahan campuran untuk kebutuhan produksi ban maupun tinta.
Dia menambahkan, kualitas gondorukem Indonesia lebih bagus dibandingkan gondorukem Cina.
"Cina sampai sekarang masih mendominasi pasar gondorukem dunia sedangkan kami baru bisa memasok 5 persen dari kebutuhan gondorukem dunia. Harga gondorukem di pasaran dunia selalu fkuktuatif dan saat ini harganya mencapai USD 900 per ton," katanya.
Sementara itu, produksi getah pinus di Perum Perhutani Jabar-Banten sendiri tersebar di seluruh areal hutan.
Hanya di kawasan Indramayu dan Banten tidak memproduksi getah pinus. Selain getah pinus, produksi non kayu yang dioptimalkan berupa kayu putih karena diharapkan produksi non kayu ini lebih baik dibandingkan dengan hasil hutan berupa kayu.
"Dari 660 ribu ha areal hutan yang ada, kini tinggal sepertiganya yang merupakan hutan produksi, karena sisanya kini berubah menjadi hutan lindung. Berkurangnya areal hutan produksi ini, membuat Perhutani mencoba untuk mengoptimalkan produksi non kayu untuk kedepanya," ungkapnya.***2***
Jaka Permana
(T.PSO-058/B/Y003/Y003) 02-12-2009 21:11:58
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009
Kepala Humas dan Kesekertariatan Perum Perhutani Unit III Jabar-Banten Ronald G. Suitela di Bandung mengatakan, pihaknya akan menggenjot produksi getah pinus pada 2010 karena komoditas ini dianggap sebagai salah satu produksi "non" kayu yang potensial.
"Selama 2009 kami mampu menghasilkan sebanyak 8900 ton getah pinus dan akan kami tingkatkan tahun depan. Getah pinus merupakan sektor 'non' kayu yang berpotensi memeberi kontribusi pendapatan cukup besar," kata Ronald, Rabu.
Menurut dia, Dari total produksi getah pinus hingga Oktober 2009 tersebut, sekitar 71 persen atau 6.319 ton diantaranya diolah menjadi "gondorukem" dan sisanya dimanfaatkan untuk "terpentin."
Dia menjelaskan, gondorukem yang dihasilkan tidak hanya diproyeksikan untuk memenuhi pasar dalam negeri. Gondorukem hasil Perum Perhutani unit II Jabar-Banten, saat ini sudah mampu mengisi pasar internasional dan diterima di beberapa negara-negara di Eropa dan Amerika.
"Walaupun kuantitasnya masih kecil, kualitas gondorukem yang dihasilkan ini mampu bersaing dengan negara-negara eksportir komoditas serupa lainnya," ujarnya.
Selain itu, gondorukem sendiri dipergunakan sebagai bahan campuran untuk kebutuhan produksi ban maupun tinta.
Dia menambahkan, kualitas gondorukem Indonesia lebih bagus dibandingkan gondorukem Cina.
"Cina sampai sekarang masih mendominasi pasar gondorukem dunia sedangkan kami baru bisa memasok 5 persen dari kebutuhan gondorukem dunia. Harga gondorukem di pasaran dunia selalu fkuktuatif dan saat ini harganya mencapai USD 900 per ton," katanya.
Sementara itu, produksi getah pinus di Perum Perhutani Jabar-Banten sendiri tersebar di seluruh areal hutan.
Hanya di kawasan Indramayu dan Banten tidak memproduksi getah pinus. Selain getah pinus, produksi non kayu yang dioptimalkan berupa kayu putih karena diharapkan produksi non kayu ini lebih baik dibandingkan dengan hasil hutan berupa kayu.
"Dari 660 ribu ha areal hutan yang ada, kini tinggal sepertiganya yang merupakan hutan produksi, karena sisanya kini berubah menjadi hutan lindung. Berkurangnya areal hutan produksi ini, membuat Perhutani mencoba untuk mengoptimalkan produksi non kayu untuk kedepanya," ungkapnya.***2***
Jaka Permana
(T.PSO-058/B/Y003/Y003) 02-12-2009 21:11:58
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2009