Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang, mengecam dan mengingatkan pihak-pihak tertentu agar menghentikan penyebaran insinuasi dan fitnah yang bertujuan merusak kredibilitas wartawan dan media pers.
Di Jakarta, Senin, dia mengatakan peringatan tersebut disampaikan menanggapi beredarnya daftar nama pemimpin redaksi yang memenuhi undangan perjalanan ke luar negeri Menteri KKP (saat itu), Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu. Perjalanan dinas ini kebanyakan ke Eropa Barat selain beberapa negara Asia, di antaranya Jepang dan Arab Saudi.
Menurut dia ada pihak yang tidak bertanggung jawab mem-framing daftar undangan perjalanan sedemikian rupa, seakan tiket maupun hotel selama perjalanan yang ditanggung pemerintah dianggap sebagai suap.
"Asumsi itu jahat sekali. Itu pelecehan kemampuan profesional, integritas wartawan dan kredibilitas media pers," kata Bintang.
Padahal, lanjutnya undangan seperti itu biasa saja, lazim diterima wartawan sejak pemerintahan manapun, dari zaman Bung Karno, Pak Harto, sampai era Presiden Jokowi.
"Pengundang memang menyediakan fasiliras tiket dan hotel untuk wartawan, fasilitas itu tidak lantas diartikan dapat mengkoptasi wartawan. Wartawan juga tahu undangan kementerian bukan biaya pribadi menteri tapi negara dari uang rakyat, karenanya wartawan tentu hanya mempertimbangkan kepentingan negara dan rakyat," kata dia.
DK PWI, kata dia, merasa berkepentingan menyoroti kasus tersebut karena salah satu anggotanya yakni Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, ikut tertera dalam daftar.
Ia mendapat kesempatan pertama berbicara, sekaligus untuk mengklarifikasi insinuasi yang mengaitkan namanya.
Sebelum itu, secara terpisah DK PWI juga telah meminta keterangan beberapa pemimpin redaksi yang namanya turut menjadi korban fitnah dan insinuasi.
Rosi mengakui beberapa kali mengikuti perjalanan Pudjiastuti ke luar negeri dan anggaran yang tertera itu memang dipakai oleh pihak pengundang untuk membayar akomodasi hotel dan transportasi pesawat selama perjalanan.
DK PWI Pusat berpendapat kegiatan perjalanan jurnalistik seperti itu lazim dilakukan sejak dulu kala, yang penting kemudian media tetap kritis dan menjaga independensinya dalam menulis berita, laporan maupun ulasan.
Pihaknya menduga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas tulisan laporan majalah Tempo yang menyoroti ekspor benih lobster belakangan ini. Mereka kemudian berusaha memojokkan wartawan dan pemimpin redaksi dengan data insinuatif itu.
Oleh karena itu, DK PWI menggelar rapat dalam jaringan terkait persoalan tersebut pada Senin 13 Juli 2020. Dewan Kehormatan menyatakan tiga hal pokok yakni pertama, tidak ada pelanggaran kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan dalam kegiatan kunjungan jurnalistik itu.
Kedua, mendesak KKP segera memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai beredarnya daftar tersebut agar masyarakat mengetahui secara transparan kegiatan jurnalistik yang dilakukan.
Ketiga, meminta media dan pers agar terus mengkritisi setiap kebijakan yang dinilai merugikan, menyimpang dan kemungkinan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"Jangan sampai ribut-ribut soal insinuasi daftar pemred malah mengalihkan perhatian dari masalah yang sesungguhnya terkait kebijakan Kementerian KKP," ujar Bintang.
Baca juga: 26 eksportir lobster peroleh izin Kementerian Kelautan dan Perikanan
Baca juga: Menteri KKP sebut potensi lobster punah itu tidak ada
Baca juga: Menteri KKP: Saat ini pembuatan SIPI cukup satu jam
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Di Jakarta, Senin, dia mengatakan peringatan tersebut disampaikan menanggapi beredarnya daftar nama pemimpin redaksi yang memenuhi undangan perjalanan ke luar negeri Menteri KKP (saat itu), Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu. Perjalanan dinas ini kebanyakan ke Eropa Barat selain beberapa negara Asia, di antaranya Jepang dan Arab Saudi.
Menurut dia ada pihak yang tidak bertanggung jawab mem-framing daftar undangan perjalanan sedemikian rupa, seakan tiket maupun hotel selama perjalanan yang ditanggung pemerintah dianggap sebagai suap.
"Asumsi itu jahat sekali. Itu pelecehan kemampuan profesional, integritas wartawan dan kredibilitas media pers," kata Bintang.
Padahal, lanjutnya undangan seperti itu biasa saja, lazim diterima wartawan sejak pemerintahan manapun, dari zaman Bung Karno, Pak Harto, sampai era Presiden Jokowi.
"Pengundang memang menyediakan fasiliras tiket dan hotel untuk wartawan, fasilitas itu tidak lantas diartikan dapat mengkoptasi wartawan. Wartawan juga tahu undangan kementerian bukan biaya pribadi menteri tapi negara dari uang rakyat, karenanya wartawan tentu hanya mempertimbangkan kepentingan negara dan rakyat," kata dia.
DK PWI, kata dia, merasa berkepentingan menyoroti kasus tersebut karena salah satu anggotanya yakni Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, ikut tertera dalam daftar.
Ia mendapat kesempatan pertama berbicara, sekaligus untuk mengklarifikasi insinuasi yang mengaitkan namanya.
Sebelum itu, secara terpisah DK PWI juga telah meminta keterangan beberapa pemimpin redaksi yang namanya turut menjadi korban fitnah dan insinuasi.
Rosi mengakui beberapa kali mengikuti perjalanan Pudjiastuti ke luar negeri dan anggaran yang tertera itu memang dipakai oleh pihak pengundang untuk membayar akomodasi hotel dan transportasi pesawat selama perjalanan.
DK PWI Pusat berpendapat kegiatan perjalanan jurnalistik seperti itu lazim dilakukan sejak dulu kala, yang penting kemudian media tetap kritis dan menjaga independensinya dalam menulis berita, laporan maupun ulasan.
Pihaknya menduga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas tulisan laporan majalah Tempo yang menyoroti ekspor benih lobster belakangan ini. Mereka kemudian berusaha memojokkan wartawan dan pemimpin redaksi dengan data insinuatif itu.
Oleh karena itu, DK PWI menggelar rapat dalam jaringan terkait persoalan tersebut pada Senin 13 Juli 2020. Dewan Kehormatan menyatakan tiga hal pokok yakni pertama, tidak ada pelanggaran kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan dalam kegiatan kunjungan jurnalistik itu.
Kedua, mendesak KKP segera memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai beredarnya daftar tersebut agar masyarakat mengetahui secara transparan kegiatan jurnalistik yang dilakukan.
Ketiga, meminta media dan pers agar terus mengkritisi setiap kebijakan yang dinilai merugikan, menyimpang dan kemungkinan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"Jangan sampai ribut-ribut soal insinuasi daftar pemred malah mengalihkan perhatian dari masalah yang sesungguhnya terkait kebijakan Kementerian KKP," ujar Bintang.
Baca juga: 26 eksportir lobster peroleh izin Kementerian Kelautan dan Perikanan
Baca juga: Menteri KKP sebut potensi lobster punah itu tidak ada
Baca juga: Menteri KKP: Saat ini pembuatan SIPI cukup satu jam
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020