Ilmuwan Singapura yang menguji vaksin COVID-19 dari perusahaan Amerika Serikat Arcturus Therapeutics berencana melakukan uji coba pada manusia Agustus mendatang setelah menjanjikan respons awal pada tikus.
Lebih dari 100 vaksin di seluruh dunia sedang dikembangkan, termasuk beberapa yang sudah dalam uji coba manusia seperti dari AstraZeneca dan Pfizer, guna mencoba mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari delapan juta orang dan menewaskan 430.000 orang secara global.
Vaksin tersebut sedang dievalusi oleh Sekolah Kedokteran Duke-NUS Singapura yang bekerja pada teknologi Messenger RNA (mRNA) yang relatif belum teruji, yang memerintahkan sel manusia untuk membuat protein virus corona spesifik yang menghasilkan respons imun.
"Faktanya bahwa (vaksin) itu meningkatkan dan memicu respon imun yang sangat seimbang, baik dalam hal antibodi maupun sel pembunuh, sambutan yang baik," kata Ooi Eng Eong, wakil direktur program penyakit menular darurat sekolah tersebut, kepada Reuters, Selasa.
Baca juga: Imperial College London di Inggris mulai uji klinis vaksin cegah COVID-19
Antibodi menempel pada virus dan mencegahnya menginfeksi sel, saat sel pembunuh, kekuatan lainnya dari sistem imun, mengenali sel yang terinfeksi dan menghancurkannya, katanya.
Prosedur mRNA belum disetujui untuk obat apa pun sehingga pendukungnya, yang juga mencakup perusahaan bioteknologi AS Moderna, menjejaki wilayah yang belum dipetakan.
Oleh sebab itu menurut Ooi riset lebih lama diperlukan untuk memastikan keamanannya.
"Hal yang paling optimistik adalah seputar waktu ini tahun depan, bahwa kita memiliki sebuah vaksin," kata Ooi.
Baca juga: Bio Farma dan Sinovac China akan uji klinis vaksin COVID-19 di Indonesia
Ooi juga sedang mengerjakan pengobatan antibodi monoklonal untuk COVID-19 dan akan mulai di uji keamanannya pada orang yang sehat pekan ini, sebelum dilakukan uji coba pada pasien COVID-19 dalam beberapa bulan mendatang.
Menurut Ooi, potensi penyebaran pengobatan tersebut dapat lebih cepat dibanding vaksin, tanpa memberikan waktu pastinya.
Antibodi di hasilkan dalam tubuh untuk melawan infeksi. Antibodi monoklonal meniru antibodi alami dan dapat diisolasi dan diproduksi dalam jumlah besar untuk mengobati penyakit.
Singapura menjadi salah satu negara dengan kasus COVID-19 tertinggi di Asia, dengan lebih dari 40.000 kasus, yang kebanyakan ditimbulkan oleh wabah massal di wilayah pekerja migran.
Sumber: Reuters
Baca juga: Eijkman pastikan antigen kandidat vaksin COVID-19 Indonesia selesai Oktober
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Lebih dari 100 vaksin di seluruh dunia sedang dikembangkan, termasuk beberapa yang sudah dalam uji coba manusia seperti dari AstraZeneca dan Pfizer, guna mencoba mengendalikan penyakit yang telah menginfeksi lebih dari delapan juta orang dan menewaskan 430.000 orang secara global.
Vaksin tersebut sedang dievalusi oleh Sekolah Kedokteran Duke-NUS Singapura yang bekerja pada teknologi Messenger RNA (mRNA) yang relatif belum teruji, yang memerintahkan sel manusia untuk membuat protein virus corona spesifik yang menghasilkan respons imun.
"Faktanya bahwa (vaksin) itu meningkatkan dan memicu respon imun yang sangat seimbang, baik dalam hal antibodi maupun sel pembunuh, sambutan yang baik," kata Ooi Eng Eong, wakil direktur program penyakit menular darurat sekolah tersebut, kepada Reuters, Selasa.
Baca juga: Imperial College London di Inggris mulai uji klinis vaksin cegah COVID-19
Antibodi menempel pada virus dan mencegahnya menginfeksi sel, saat sel pembunuh, kekuatan lainnya dari sistem imun, mengenali sel yang terinfeksi dan menghancurkannya, katanya.
Prosedur mRNA belum disetujui untuk obat apa pun sehingga pendukungnya, yang juga mencakup perusahaan bioteknologi AS Moderna, menjejaki wilayah yang belum dipetakan.
Oleh sebab itu menurut Ooi riset lebih lama diperlukan untuk memastikan keamanannya.
"Hal yang paling optimistik adalah seputar waktu ini tahun depan, bahwa kita memiliki sebuah vaksin," kata Ooi.
Baca juga: Bio Farma dan Sinovac China akan uji klinis vaksin COVID-19 di Indonesia
Ooi juga sedang mengerjakan pengobatan antibodi monoklonal untuk COVID-19 dan akan mulai di uji keamanannya pada orang yang sehat pekan ini, sebelum dilakukan uji coba pada pasien COVID-19 dalam beberapa bulan mendatang.
Menurut Ooi, potensi penyebaran pengobatan tersebut dapat lebih cepat dibanding vaksin, tanpa memberikan waktu pastinya.
Antibodi di hasilkan dalam tubuh untuk melawan infeksi. Antibodi monoklonal meniru antibodi alami dan dapat diisolasi dan diproduksi dalam jumlah besar untuk mengobati penyakit.
Singapura menjadi salah satu negara dengan kasus COVID-19 tertinggi di Asia, dengan lebih dari 40.000 kasus, yang kebanyakan ditimbulkan oleh wabah massal di wilayah pekerja migran.
Sumber: Reuters
Baca juga: Eijkman pastikan antigen kandidat vaksin COVID-19 Indonesia selesai Oktober
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020