Soylu menyebut hampir 2.000 akun media sosial diidentifikasi membuat unggahan provokatif terkait virus corona, dan berujung pada penahanan terhadap 410 orang yang "berupaya memicu kerusuhan."
Dia menambahkan bahwa sebagian besar akun tersebut terhubung dengan kelompok militan, namun tidak memaparkan informasi lebih lanjut mengenai identitas rinci pelaku.
Sebagian pelaku ditahan atas unggahan yang memperlihatkan anak-anak muda mengejek orang tua yang masih keluar rumah ketika ada kebijakan karantina wilayah, kata Soylu. Unggahan semacam itu dianggap menjadi sumber kemarahan publik.
Pemerintah Turki sebelumnya pernah dituduh mengambil tindakan keras terhadap kejadian di media sosial untuk membatasi kritik kepada mereka. Namun pemerintah membantah hal itu dengan menyebut pengawasan ketat di ranah daring diperlukan demi menjamin keamanan masyarakat.
Terkait pandemi COVID-19 sendiri, Turki mencatat 1.872 kasus infeksi total per hari ini, melonjak naik sebanyak 343 kasus dari hari sebelumnya, sementara 44 kasus berujung pada kematian.
Sejumlah fasilitas umum, seperti sekolah, kafe, dan bar ditutup. Kegiatan ibadah masal dilarang untuk sementara, beragam pertandingan olahraga dan penerbangan juga ditangguhkan.
Soylu mengapresiasi masyarakat Turki yang mematuhi anjuran pembatasan sosial untuk menahan penyebaran infeksi virus corona, dan menyebut peraturan yang lebih ketat, seperti jam malam, mungkin tidak diperlukan.
"Sejauh ini, masyarakat sangat patuh terhadap semua kebijakan yang diberlakukan pemerintah. Ini tentu saja menjadi hal baik bagi kita. Selama warga bisa memahami langkah dalam kondisi darurat ini, mungkin saat ini tidak perlu melakukan langkah lanjutan yang lebih ketat," kata dia.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020