Kementerian Riset dan Teknologi menugasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mengoordinasi percepatan pengembangan peralatan kesehatan pendukung penanggulangan COVID-19, termasuk alat untuk mendeteksi virus corona tipe baru (SARS-Cov-2) penyebab penyakit tersebut.

BPPT ditunjuk mengoordinasi Gugus Tugas Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC19) dalam upaya mengatasi wabah COVID-19.

"TFRIC19 tengah berupaya mengembangkan kit deteksi corona buatan lokal, dengan menggunakan strain virus berasal dari orang Indonesia yang terinfeksi COVID-19 dengan status transmisi lokal penyebarannya," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

TFRIC19 akan fokus menjalankan lima rencana aksi cepat dengan target produk akhir antara lain alat tes diagnostik Non-PCR COVID-19 berbentuk dipstick dan microchip, perangkat pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) sesuai dengan mutasi terbaru corona, dan aplikasi teknologi informasi dan kecerdasan buatan untuk mendukung diagnosis COVID-19.

Target akhir lainnya berupa analisis dan penyusunan data seluruh genom asli orang Indonesia yang terinfeksi virus corona serta penguatan penyiapan sarana dan prasarana deteksi, penyediaan logistik kesehatan, dan ekosistem inovasi dalam menangani pandemi COVID-19.

TFRIC19 meliputi perwakilan dari institusi penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, industri, rumah sakit, serta perusahaan rintisan Nusantara Genetics dan Healtech.id.

Baca juga: DPRD sebut Dinkes Kabupaten Bogor gagap deteksi COVID-19

Institusi penelitian dan pengembangan yang terlibat dalam gugus tugas itu terdiri atas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Perguruan tinggi yang bergabung di gugus tugas itu di antaranya Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas YARSI, Universitas Pertahanan Indonesia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Univertas Diponegoro, dan Universitas Islam Bandung.

Selain itu ada wakil industri seperti PT Biofarma dan PT Hepatika Mataram serta Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangerang, dan RSUD Koja.

Baca juga: Menjawab keraguan, Perwakilan WHO sebut Indonesia mampu deteksi virus corona

Perwakilan asosiasi profesi seperti Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), IAIS, Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC), Asosiasi Bio Resiko, Asosiasi Biosafety Indonesia, dan World Bio Haztec juga masuk dalam gugus tugas tersebut.

TFRIC19 melibatkan berbagai pemangku kepentingan termasuk East Ventures, Indonesia AI Society, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), Ikatan Auditor Teknologi Indonesia (IATI), Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta masyarakat luas dalam penggalangan dana.

Penggalangan dana perlu dilakukan untuk melengkapi dana pemerintah yang dialokasikan ke Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, BPPT, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan lembaga pemerintah yang lain guna meningkatkan skala produksi.

Baca juga: Kota Bogor terima 800 unit "rapid test" untuk deteksi corona
 

Pewarta: Martha Herlinawati S

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020