Presiden Joko Widodo memerintahkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan instansi terkait lainnya untuk segera melakukan pemeriksaan cepat atau rapid test guna menguji status individu tertular virus corona atau tidak.
“Segera lakukan rapid test dengan cakupan lebih besar agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar COVID-19 bisa dilakukan,” ujar Presiden saat memulai rapat terbatas Laporan Tim Gugus Tugas COVID-19 melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Presiden Jokowi: Kebijakan kepala daerah agar tidak ciptakan kepanikan
Kepala Negara juga meminta jumlah alat dan laboratorium untuk pemeriksaan COVID-19 diperbanyak. Gugus Tugas beserta Kementerian Kesehatan dapat menggandeng Rumah Sakit (RS) milik pemerintah, BUMN, TNI, Polri, Pemerintah Daerah, RS Swasta, hingga lembaga riset terekomendasi untuk melakukan pemeriksaan COVID-19.
Presiden juga meminta protokol kesehatan yang jelas dan sederhana agar mudah dipahami masyarakat. Sehingga setelah rapid test dilakukan, petugas medis dapat memertimbangkan dengan baik opsi untuk melakukan karantina mandiri terhadap pasien atau karantina di RS.
Baca juga: Istana: Tidak benar Presiden berlakukan karantina parsial
“Penyiapan protokol kesehatan yang alurnya jelas dan mudah dipahami. Ini penting, terkait hasil rapid test, apakah dengan karantina mandiri atau memerlukan layanan RS. Protokol kesehatan yang jelas,” ujarnya.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto sebelumnya pada Rabu (18/3) menjelaskan Kementerian Kesehatan sedang mengkaji untuk menerapkan deteksi cepat.
Metode ini berbeda dari pemeriksaan yang sebelumnya dilakukan, karena akan menggunakan spesimen darah, dan tidak membutuhkan spesimen dari tenggorokan.
Salah satu keuntungan dari rapid test ini yakni tak dibutuhkan sarana pemeriksaan laboratorium pada bio security level dua. Artinya, pemeriksaan rapid test ini dapat dilaksanakan di hampir seluruh laboratorium kesehatan yang ada di rumah sakit di Indonesia.
Baca juga: Presiden Jokowi: Pemda tak boleh ambil kebijakan "lockdown"
“Hanya permasalahannya adalah bahwa karena yang diperiksa adalah immunoglobulin maka kita membutuhkan reaksi immunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu. Kalau belum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu, kemungkinan immunoglobulin akan memberikan gambaran negatif," jelas Yurianto.
Hingga Rabu (18/3), jumlah kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia mencapai 227 pasien. Sebanyak 11 pasien diantaranya sudah dinyatakan sembuh, sedangkan 19 pasien meninggal dunia.
Baca juga: Pemerintah tegaskan semua pihak patuhi protokol transportasi publik
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020