Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin menahan dua tersangka tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung tahun 2012-2013.
Dua tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat (HN) dan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar (TDQ).
"HN dan TDQ hari ini dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama dari 27 Januari sampai 15 Februari 2020," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Tersangka Herry ditahan di Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK. Sedangkan Tomtom ditahan di Rutan Cabang KPK di gedung KPK lama.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan keduanya bersama anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Kemal Rasad (KS) sebagai tersangka pada 20 April 2018. Selanjutnya dalam pengembangan kasus itu, KPK kembali menetapkan satu tersangka baru pada 21 November 2019, yakni Dadang Suganda (DSG) berprofesi sebagai wiraswasta.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH.
Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57.210.000.000 untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya tersebut diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Sekitar September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Dalam proses pengadaan tanah itu, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan makelar, yaitu anggota DPRD Kota Bandung periode 2009–2014 Kadar Slamet dan Dadang Suganda.
Proses pengadaan dengan perantara Dadang dilakukan melalui kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi.
Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap seorang hakim dalam terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung..
Edi Siswadi memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang Suganda dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Dadang kemudian melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat. Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada Dadang. Namun, Dadang hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah. Diduga Dadang Suganda diperkaya sekitar Rp30 miliar.
Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.
Baca juga: Jubir Istana : Dua pasien di Bandung tidak positif terjangkit Corona
Baca juga: 413 sekolah di Kabupaten Bandung terendam banjir
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
Dua tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat (HN) dan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar (TDQ).
"HN dan TDQ hari ini dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama dari 27 Januari sampai 15 Februari 2020," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Tersangka Herry ditahan di Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK. Sedangkan Tomtom ditahan di Rutan Cabang KPK di gedung KPK lama.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan keduanya bersama anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Kemal Rasad (KS) sebagai tersangka pada 20 April 2018. Selanjutnya dalam pengembangan kasus itu, KPK kembali menetapkan satu tersangka baru pada 21 November 2019, yakni Dadang Suganda (DSG) berprofesi sebagai wiraswasta.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH.
Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57.210.000.000 untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya tersebut diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Sekitar September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Dalam proses pengadaan tanah itu, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan makelar, yaitu anggota DPRD Kota Bandung periode 2009–2014 Kadar Slamet dan Dadang Suganda.
Proses pengadaan dengan perantara Dadang dilakukan melalui kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung Edi Siswadi.
Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap seorang hakim dalam terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung..
Edi Siswadi memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang Suganda dalam proses pengadaan tanah tersebut.
Dadang kemudian melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat. Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada Dadang. Namun, Dadang hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah. Diduga Dadang Suganda diperkaya sekitar Rp30 miliar.
Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.
Baca juga: Jubir Istana : Dua pasien di Bandung tidak positif terjangkit Corona
Baca juga: 413 sekolah di Kabupaten Bandung terendam banjir
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020