Maestro lukis Jeihan Sukmantoro tutup usia, Jumat, pukul 18.15 WIB, di studio lukisnya, Jalan Padasuka, Kota Bandung karena sejumlah penyakit yang dihadapi dan usia yang sudah tua.

Putra sulung Jeihan, Atasi Amin (51), mengatakan ayahnya meninggal pada umur 81 tahun.

Jeihan, kata dia, meninggalkan enam anak dan 11 cucu.

"Dari dua hari yang lalu bapak sudah seperti yang tidak ada kesadaran," kata Atasi.

Sejak Rabu (27/11), Jeihan sudah dipulangkan setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Santo Borromeus Kota Bandung.

Ia mengatakan ayahnya dipulangkan dari rumah sakit karena perawatan sudah tidak berjalan efektif.

"Tubuhnya (Jeihan, red.) sudah menolak infusan, sudah sulit untuk menerima pertolongan medis, asupan makan juga sulit," kata dia.
 

Dia mengatakan penyakit yang diidap ayahnya, yaitu kanker getah bening sejak akhir 2018.

"Penyakit itu sudah terdeteksi dari 2016, setelah itu kankernya menjalar ke mana-mana bagian tubuh lain," katanya.

Sebelumnya, pada Juli 2019, Jeihan masih dapat berkomunikasi dengan baik saat menjalani perawatan di rumah sakit.

Meski dalam kondisi yang lemah, ucapnya, Jeihan masih bisa melukis wajah seseorang yang mengunjunginya.

Jeihan Sukmantoro atau yang lebih dikenal dengan nama Jeihan, pelukis kenamaan di Indonesia. Ciri khas dari objek lukisannya adalah mata yang hitam kelam.

Salah satu karyanya yang diberi judul "Satrio Piningit" dipamerkan di Museum Jakarta pada 2014.

Jeihan mendirikan studio Seni Rupa Bandung pada 1978, yang menjadi tempat pengembangan kreativitas kaum muda untuk berkreasi dan mandiri.

Dia juga banyak meraih penghargaan, antara lain Perintis Seni Rupa Jawa Barat 2006 dan Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2009.


 

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019