Tim Kuasa Hukum atau pengacara Sekda Jawa Barat (Jabar) non aktif yang juga terdakwa kasus suap terkait pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Kabupaten Bekasi memastikan kliennya akan bersikap kooperatif dalam menjalani proses hukum.
"Pak Iwa menghormati penahanan ini sebagai proses untuk memperoleh kebenaran dan keadilan di mata hukum bukan di mata politik" kata Anton Sulthon, salah seorang kuasa hukum Iwa Karniwa dalam siaran persnya kepada wartawan di Bandung, Rabu
Anton mengatakan kliennya tidak terlibat dalam kebijakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tahun 2017 (proyek Meikarta) dan kliennya tidak memiliki kewenangan apa pun dalam pengambilan kebijakan Proyek Meikarta sehingga tidak mungkin bisa memberikan rekomendasi berkaitan dengan Raperda tentang RDTR Kabupaten Bekasi tahun 2017 yang dajukan Pemkab Bekasi kepada Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat.
"Memang saat itu klien kami menjabat sebagai Sekda Jabar, sekaligus sebagai Wakil Ketua BKPRD Jabar. Namun dalam perjalanannya, keluarlah Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep 242-BAAP/2016 tentang perubahan Keputusan Gubernur No 120/Kep 697-BAPP/2010 yang merubah susunan Personalia BKPRD," kata Anton.
Dia mengatakan semenjak itu, Ketua BKPRD tidak lagi disi oleh Sekda Jabar, melainkan oleh Wakil Gubernur Jabar sehingga kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan kebuakan soal RDTR.
Ia mengatakan perubahan kedua atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep.242-Bapp/2016 tersebut dilakukan pada 23 Maret 2017 melalui Keputusan Gubernur Nomor 120/Kep 293-DBMTR/2017, yang salah satu isinya memindahkan Kesekretariatan BKPRD dan Bappeda kepada Dunas Bina Marga dan Tata Ruang.
"Akan tetapi dalam perubahan kedua SK Gubernur ini pun, Ketua BKPRD tetap ada pada Wakil Gubernur Jawa Barat, tidak lagi dibuat oleh Sekda," kata dia.
Lebih lanjut Anton mengatakan perubahan ketiga terjadi pada tanggal 23 November 2017 di mana dilakukan pencabutan atas seluruh Keputusan Gubernur mengenai pembentukan dan perubahan tersebut, melalui Surat Keputusan Nomor 188.44/kep.1070-DBMTR/2017.
Isi dalam diktum SK tersebut pada pokoknya mengalihkan Tugas dan Fungsi BKPRD kepada Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Pemprov Jawa Barat yang secara tidak langsung menghilangkan eksistensi BKPRD.
"Kenapa kami memaparkan perubahan-perubahan tersebut agar dapat terlihat jelas secara terang benderang, bahwa klien kami tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau membuat suatu keburukan apa pun, berkaitan dengan perubahan RDTR yang diajukan Pemerintah Kabupaten Bekas tersebut," kata Anton.
Oleh karena itu, selaku tim kuasa hukum Iwa Karniwa pihaknya meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus lebih objektif dalam kasus gratifikasi Proyek Meikarta, yang menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka.
Selain itu, pihaknya juga telah menyiapkan bantahan-bantahan bahkan saksi-saksi penting untuk membuktikan bahwa kliennya tidak terlibat seperti yang disangkakan oleh kliennya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Pak Iwa menghormati penahanan ini sebagai proses untuk memperoleh kebenaran dan keadilan di mata hukum bukan di mata politik" kata Anton Sulthon, salah seorang kuasa hukum Iwa Karniwa dalam siaran persnya kepada wartawan di Bandung, Rabu
Anton mengatakan kliennya tidak terlibat dalam kebijakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tahun 2017 (proyek Meikarta) dan kliennya tidak memiliki kewenangan apa pun dalam pengambilan kebijakan Proyek Meikarta sehingga tidak mungkin bisa memberikan rekomendasi berkaitan dengan Raperda tentang RDTR Kabupaten Bekasi tahun 2017 yang dajukan Pemkab Bekasi kepada Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat.
"Memang saat itu klien kami menjabat sebagai Sekda Jabar, sekaligus sebagai Wakil Ketua BKPRD Jabar. Namun dalam perjalanannya, keluarlah Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep 242-BAAP/2016 tentang perubahan Keputusan Gubernur No 120/Kep 697-BAPP/2010 yang merubah susunan Personalia BKPRD," kata Anton.
Dia mengatakan semenjak itu, Ketua BKPRD tidak lagi disi oleh Sekda Jabar, melainkan oleh Wakil Gubernur Jabar sehingga kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan kebuakan soal RDTR.
Ia mengatakan perubahan kedua atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 120/Kep.242-Bapp/2016 tersebut dilakukan pada 23 Maret 2017 melalui Keputusan Gubernur Nomor 120/Kep 293-DBMTR/2017, yang salah satu isinya memindahkan Kesekretariatan BKPRD dan Bappeda kepada Dunas Bina Marga dan Tata Ruang.
"Akan tetapi dalam perubahan kedua SK Gubernur ini pun, Ketua BKPRD tetap ada pada Wakil Gubernur Jawa Barat, tidak lagi dibuat oleh Sekda," kata dia.
Lebih lanjut Anton mengatakan perubahan ketiga terjadi pada tanggal 23 November 2017 di mana dilakukan pencabutan atas seluruh Keputusan Gubernur mengenai pembentukan dan perubahan tersebut, melalui Surat Keputusan Nomor 188.44/kep.1070-DBMTR/2017.
Isi dalam diktum SK tersebut pada pokoknya mengalihkan Tugas dan Fungsi BKPRD kepada Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Pemprov Jawa Barat yang secara tidak langsung menghilangkan eksistensi BKPRD.
"Kenapa kami memaparkan perubahan-perubahan tersebut agar dapat terlihat jelas secara terang benderang, bahwa klien kami tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau membuat suatu keburukan apa pun, berkaitan dengan perubahan RDTR yang diajukan Pemerintah Kabupaten Bekas tersebut," kata Anton.
Oleh karena itu, selaku tim kuasa hukum Iwa Karniwa pihaknya meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus lebih objektif dalam kasus gratifikasi Proyek Meikarta, yang menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka.
Selain itu, pihaknya juga telah menyiapkan bantahan-bantahan bahkan saksi-saksi penting untuk membuktikan bahwa kliennya tidak terlibat seperti yang disangkakan oleh kliennya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019