Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyatakan hingga Desember 2018 sudah ada 37.485 kasus HIV dan 10.370 kasus AIDS di wilayah Jawa Barat.
"Saat ini, di Jawa Barat, sudah ada 37.485 kasus HIV dan 10.370 kasus AIDS," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani pada Pertemuan Koordinasi Penguatan Kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) se-Jawa Barat di Aula Timur Gedung Sate Bandung, Senin.
Berli mengatakan ada tren peningkatan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di kalangan ibu rumah tangga (IRT) Jawa Barat dan mereka menjadi kelompok yang mengalami tren peningkatan cenderung tinggi, selain PSK dan pelajar/mahasiswa.
"Trennya meningkat di semua kelompok, hanya memang peningkatannya lebih bermakna hampir 20-an persen, yaitu ada pada ibu rumah tangga. Peningkatannya ada di seluruh daerah (Indonesia) yang menjadi lokus," kata Berli.
Peningkatan ini, kata Berli, bisa terjadi karena kurangnya sosialiasi atau terputusnya rantai kegiatan sosialisasi. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh masih tabunya orang Indonesia dalam membicarakan kekurangan pasangan kepada pasangannya sebelum menikah.
"Budaya di Indonesia bisa dikatakan masih tabu untuk membicarakan kekurangan dari masing-masing diri kepada pasangannya. Padahal mugkin kalau dari awal sudah dibicarakan misal bahwa saya ini penderita (HIV/AIDS) dan mungkin tidak akan terjadi penularannya, jangan sampai tidak diketahui oleh pasangannya. Selain itu kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri atau melapor juga penting dalam mencegah dan mengatasi HIV/AIDS," katanya.
Apalagi saat ini, baik pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota sudah mulai membuka klinik (Voluntary Counselling and Testing). Klinik VCT bisa diartikan sebagai tempat konseling dan tes HIV sukarela (KTS).
"Kalau ini (VCT) secara masif dilaksanakan, InsyaAllah nanti akan semakin banyak orang yang secara sukarela memeriksakan kondisinya. Selain itu, kita juga ada Pusat Informasi Konseling dan ada juga konseling berbasis web, ada juga kerja sama dengan BKKBN melalui generasi berencananya itu, dengan BNN untuk penanganan kasus terutama di instansi, kemudian ada juga dengan perguruan tinggi," katanya.
Salah satu ibu rumah tangga pengidap HIV bercerita bahwa awal mula tahu bahwa dirinya positif HIV pada bulan Januari 2018 lalu, bahkan salah satu anaknya juga sudah positif HIV.
"Saya kaget banget dan sedih, enggak nyangka bisa terinfeksi, tetapi saya berusaha apapun yang ada, yang bisa kita ikhtiar dulu. Saya harus bisa, harus semangat, walaupun sendiri," katanya.
Dia berharap ada perhatian dari pemerintah bagi pengidap HIV/AIDS karena menurutnya semakin hari semakin banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi.
"Mudah-mudahan pemerintah bisa mendengar, membantu, dan berpihak kepada kami. Tolong bantu kami, karena kami ada," katanya.
Baca juga: 58 kasus HIV/AIDS di Purwakarta selama 2019
Baca juga: Sinergi berbagai pihak kunci Jabar menuju zero HIV/AIDS 2030
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Saat ini, di Jawa Barat, sudah ada 37.485 kasus HIV dan 10.370 kasus AIDS," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani pada Pertemuan Koordinasi Penguatan Kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) se-Jawa Barat di Aula Timur Gedung Sate Bandung, Senin.
Berli mengatakan ada tren peningkatan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di kalangan ibu rumah tangga (IRT) Jawa Barat dan mereka menjadi kelompok yang mengalami tren peningkatan cenderung tinggi, selain PSK dan pelajar/mahasiswa.
"Trennya meningkat di semua kelompok, hanya memang peningkatannya lebih bermakna hampir 20-an persen, yaitu ada pada ibu rumah tangga. Peningkatannya ada di seluruh daerah (Indonesia) yang menjadi lokus," kata Berli.
Peningkatan ini, kata Berli, bisa terjadi karena kurangnya sosialiasi atau terputusnya rantai kegiatan sosialisasi. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh masih tabunya orang Indonesia dalam membicarakan kekurangan pasangan kepada pasangannya sebelum menikah.
"Budaya di Indonesia bisa dikatakan masih tabu untuk membicarakan kekurangan dari masing-masing diri kepada pasangannya. Padahal mugkin kalau dari awal sudah dibicarakan misal bahwa saya ini penderita (HIV/AIDS) dan mungkin tidak akan terjadi penularannya, jangan sampai tidak diketahui oleh pasangannya. Selain itu kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri atau melapor juga penting dalam mencegah dan mengatasi HIV/AIDS," katanya.
Apalagi saat ini, baik pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota sudah mulai membuka klinik (Voluntary Counselling and Testing). Klinik VCT bisa diartikan sebagai tempat konseling dan tes HIV sukarela (KTS).
"Kalau ini (VCT) secara masif dilaksanakan, InsyaAllah nanti akan semakin banyak orang yang secara sukarela memeriksakan kondisinya. Selain itu, kita juga ada Pusat Informasi Konseling dan ada juga konseling berbasis web, ada juga kerja sama dengan BKKBN melalui generasi berencananya itu, dengan BNN untuk penanganan kasus terutama di instansi, kemudian ada juga dengan perguruan tinggi," katanya.
Salah satu ibu rumah tangga pengidap HIV bercerita bahwa awal mula tahu bahwa dirinya positif HIV pada bulan Januari 2018 lalu, bahkan salah satu anaknya juga sudah positif HIV.
"Saya kaget banget dan sedih, enggak nyangka bisa terinfeksi, tetapi saya berusaha apapun yang ada, yang bisa kita ikhtiar dulu. Saya harus bisa, harus semangat, walaupun sendiri," katanya.
Dia berharap ada perhatian dari pemerintah bagi pengidap HIV/AIDS karena menurutnya semakin hari semakin banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi.
"Mudah-mudahan pemerintah bisa mendengar, membantu, dan berpihak kepada kami. Tolong bantu kami, karena kami ada," katanya.
Baca juga: 58 kasus HIV/AIDS di Purwakarta selama 2019
Baca juga: Sinergi berbagai pihak kunci Jabar menuju zero HIV/AIDS 2030
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019