Jakarta (ANTARA) - Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Republik Indonesia (Pusdokkes Polri) hari ini memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori operasi sumbing terbanyak selama pandemi COVID-19.
Operasi dilaksanakan guna menyambut Hari Bhayangkara Ke-75, HUT Dokkes Polri Ke-75, dan HUT Rumah Sakit Bhayangkara Pusat Raden Said Sukanto Ke-55.
"Terima kasih kepada Smile Train dan PErapi telah membantu memberikan operasi bibir sumbing secara cuma-cuma, diharapkan acara bisa lancar dan baik dengan menerapkan protokol kesehatan," kata Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokes) Mabes Polri, Brigjen. Pol. Dr. dr. Rusdianto, M.M., M.Si., DFM di Jakarta pada Selasa.
Dalam temu wicara daring yang disiarkan langsung dari Rumah Sakit Bhayangkara Pusat Raden Said Sukanto, Jakarta Timur itu, Kapusdokes menyatakan prihatin dengan banyaknya anak Indonesia yang mengalami bibir sumbing.
Operasi yang dilakukan bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (Perapi) dan Smile Train Indonesia hingga hari ini, setidaknya sudah ada 750 anak yang dioperasi di 38 rumah sakit dan akan terus berlanjut.
"Banyaknya anak yang mengalami bibir sumbing dan celah rongga mulut merupakan PR bagi kita semua, oleh sebab itu kami dari Perapi menyiagakan setidaknya satu dokter bedah di setiap kota untuk bisa memberikan operasi bibir sumbing," kata spesialis bedah plastik dari Perapi, dr Irena Sakura Rini, MARS, Sp.BP-RE.
Kegiatan bakti sosial yang dilakukan secara serentak di lebih dari 38 RS Bhayangkara di berbagai daerah di Indonesia tersebut menargetkan setidaknya mengoperasi 1.000 anak penderita bibir sumbing di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa setiap hari, ada 540 bayi di dunia yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing dan atau celah langit-langit, yaitu kondisi terdapatnya celah di antara rongga mulut dan rongga hidung akibat ketidaksempurnaan proses penyatuan bibir dan langit-langit pada masa perkembangan janin. Anak-anak dengan kondisi ini berpotensi mengalami komplikasi kesehatan, dan bahkan dapat membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial anak akibat stigma yang ada di masyarakat.
Anak-anak yang terlahir dengan kondisi bibir sumbing beresiko tinggi mengalami berbagai masalah kesehatan seperti kesulitan makan, bernapas, mendengar, berbicara, serta beresiko tinggi mengalami malnutrisi. “Jika kondisi ini tidak segera ditangani, akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak dalam jangka panjang.
Baca juga: FKG Universitas Indonesia selenggarakan operasi celah bibir perdana
Baca juga: Rekor MURI diraih 20 ribu porsi nasi goreng