Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar HR Agung Laksono menilai tidak ada kaitan rangkap jabatan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai menteri dengan penurunan perolehan suara partai di Pemilu Legislatif 2019.
Menurut Agung, penurunan suara Partai Golkar lebih disebabkan adanya kasus hukum yang menimpa sejumlah kader Partai Golkar yang berimbas pada turunnya kepercayaan publik kepada partai.
"Penurunan suara Golkar pada Pileg 2019 karena adanya kasus hukum yang menjerat kader Golkar. Persoalan ini yang justru turunkan trust publik kepada Golkar, jadi bukan karena soal rangkap jabatan di ekskutif dengan jabatan di partai," kata Agung Laksono di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan di daerah ada gubernur dan bupati yang merangkap jabatan sebagai ketua partai, tapi tidak masalah.
"Jadi kalau ada yang mempermasalahkan rangkap jabatan dengan turunnya suara Golkar, saya kira itu pendapat yang menyesatkan," tegas Agung Laksono.
Dia menekankan tidak ada larangan di dalam undang-undang atau peraturan lainnya soal rangkap jabatan di kabinet dan partai politik. Selain itu, kata dia, berdasarkan sejarah, sejak era orde baru sampai era reformasi, karateristik Partai Golkar selalu berada di kekuasaan.
"Sejarah bisa kita lihat, di zaman Harmoko, Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla saat memimpin Golkar, tidak ada penurunan suara partai karena rangkap jabatan," kata dia.
Dia mengatakan rangkap jabatan yang dilarang dalam perundang-undangan adalah menjabat secara bersamaan di tingkat legislatif dan eksekutif.
"Yang nggak boleh itu misalnya, DPR merangkap sebagai menteri, ini bertentangan dengan undang-undang. Jadi harus bisa dibedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh," katanya.
Lebih jauh Agung menilai pencapaian Golkar pada Pemilu 2019 masih bagus, di mana Golkar mampu meraih peringkat kedua kursi terbanyak di parlemen. Dia mengatakan pencapaian itu dapat diwujudkan Airlangga hanya dalam satu tahun kepemimpinannya menjelang Pileg 2019.
"Ini suatu pencapaian yang harus diapresiasi dari kepemimpinan Airlangga Hartarto dalam memimpin Partai Golkar. Jangankan saya, Aburizal Bakrie saja belum tentu bisa dalam kondisi seperti ini," jelasnya.
Sementara itu, terkait Munas, Agung yang juga merupakan Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 menyatakan Desember 2019 adalah waktu yang sangat baik untuk penyelenggaraan Munas Partai Golkar.
Dengan demikian, kata dia, program-program kerja partai hasil munas seperti konsolidasi organisasi dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga pengurus tingkat desa bisa berjalan dengan baik.
"Konsilidasi organisasi butuh waktu minimal dua tahun, makanya Desember 2019 ini waktu yang tepat untuk penyelenggaraan munas," jelasnya.
Agung Laksono juga menegaskan pihaknya tetap mendukung Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 2019-2024 sekaligus menjadi menteri jika nantinya diberikan kepercayaan oleh Presiden Joko Widodo.
Dia meyakini Airlangga akan mampu membagi waktu dengan baik termasuk berkomunikasi dengan kader Partai Golkar di daerah.
"Saya tetap dukung Airlangga jadi Ketum Golkar dan menteri tergantung hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Jangankan jadi menteri, jika nanti pada waktunya di 2024, Partai Golkar mengusung jadi calon presiden, why not," kata Agung.
Baca juga: Golkar usulkan tiga nama calon iimpinan DPRD Cianjur 2019-2024
Baca juga: DPP Golkar serahkan rekomendasi bakal calon wabup kepada Bupati Bekasi
Agung Laksono: Penurunan suara Golkar disebabkan kasus hukum yang jerat kader
Senin, 22 Juli 2019 15:30 WIB