Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto secara tegas menolak hengkang dari partainya karena telah terang-terangan mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Kalau saya dipecat akan saya perjuangkan. Di partai kan ada mahkamah partai, saya akan perjuangkan di situ. Saya ikut dirikan PAN, jadi saya tidak akan meninggalkan PAN. Saya akan tetap berjuang di PAN," ujarnya kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dua hari sebelum Pemilihan Umun (Pemilu) 2019, Bima mengaku dipanggil oleh Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN Eddy Soeparno untuk klarifikasi.
Klarifikasinya terutama soal dukungan Bima untuk Jokowi-Ma'ruf pada acara yang ia selenggarakan di Puri Begawan Kota Bogor, Jawa Barat pada Jumat (12/4/2019).
Bima mengaku, motif utamanya melawan arus koalisi partai yaitu untuk mempertahankan reformasi. Karena menurutnya, PAN lahir dari rahim reformasi.
"Saya akan memperjuangkan partai ke arah yang benar. Menurut saya partai ini sudah bergeser dari platform yang merupakan partai tengah, sebagai partai tengah yang menghargai keberagaman, pluralisme. Saya tidak akan keluar dari partai," tegas Bima.
Meski sudah mendengarkan penjelasannya, menurut Bima, partai belum mau mengambil langkah atas sikap politiknya.
Karena saat itu PAN tengah sibuk-sibuknya menyiapkan saksi untuk ditempatkan di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS).
"Saya sampaikan bahwa pendirian saya seperti apa. Ketum mendengarkan semua penjelasan saya dan menyampaikan masih fokus kepada penghitungan saksi. Jadi mungkin nanti setelah pilpres," bebernya.
Sebelumnya, Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan, secara aturan partai, Bima sudah melawan keputusan yang ditentukan PAN melalui rapat kerja nasional (rakernas). Namun, Bima bukan hanya tidak mendukung, melainkan menyeberang dari keputusan partai.
"Kalau tidak mau dukung keputusan tersebut mungkin cara menyampaikannya harus berbeda, bukan dengan cara mendukung pihak yang bertentangan dengan keputusan yang sudah kita buat," ujarnya.
Ia tidak menerima alasan Bima yang mengaku mendukung Jokowi-Ma'ruf lantaran menjunjung tinggi reformasi.
"Kader boleh saja bersikap, tapi kan bagaimanapun keputusan partai harus diikuti. Apakah itu berbeda dengan reformasi atau tidak, tetapi keputusan ini dari rakernas, pengambilan keputusan tertinggi," tutur pria yang juga sebagai Caleg DPR RI dari Dapil Kota Bogor dan Cianjur.
Baca juga: Waketum PAN pertanyakan akurasi data "exit poll" kubu Prabowo
Baca juga: Bima Arya bantah incar posisi menteri di pemerintahan Jokowi-Maruf
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Kalau saya dipecat akan saya perjuangkan. Di partai kan ada mahkamah partai, saya akan perjuangkan di situ. Saya ikut dirikan PAN, jadi saya tidak akan meninggalkan PAN. Saya akan tetap berjuang di PAN," ujarnya kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Dua hari sebelum Pemilihan Umun (Pemilu) 2019, Bima mengaku dipanggil oleh Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PAN Eddy Soeparno untuk klarifikasi.
Klarifikasinya terutama soal dukungan Bima untuk Jokowi-Ma'ruf pada acara yang ia selenggarakan di Puri Begawan Kota Bogor, Jawa Barat pada Jumat (12/4/2019).
Bima mengaku, motif utamanya melawan arus koalisi partai yaitu untuk mempertahankan reformasi. Karena menurutnya, PAN lahir dari rahim reformasi.
"Saya akan memperjuangkan partai ke arah yang benar. Menurut saya partai ini sudah bergeser dari platform yang merupakan partai tengah, sebagai partai tengah yang menghargai keberagaman, pluralisme. Saya tidak akan keluar dari partai," tegas Bima.
Meski sudah mendengarkan penjelasannya, menurut Bima, partai belum mau mengambil langkah atas sikap politiknya.
Karena saat itu PAN tengah sibuk-sibuknya menyiapkan saksi untuk ditempatkan di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS).
"Saya sampaikan bahwa pendirian saya seperti apa. Ketum mendengarkan semua penjelasan saya dan menyampaikan masih fokus kepada penghitungan saksi. Jadi mungkin nanti setelah pilpres," bebernya.
Sebelumnya, Sekjen DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan, secara aturan partai, Bima sudah melawan keputusan yang ditentukan PAN melalui rapat kerja nasional (rakernas). Namun, Bima bukan hanya tidak mendukung, melainkan menyeberang dari keputusan partai.
"Kalau tidak mau dukung keputusan tersebut mungkin cara menyampaikannya harus berbeda, bukan dengan cara mendukung pihak yang bertentangan dengan keputusan yang sudah kita buat," ujarnya.
Ia tidak menerima alasan Bima yang mengaku mendukung Jokowi-Ma'ruf lantaran menjunjung tinggi reformasi.
"Kader boleh saja bersikap, tapi kan bagaimanapun keputusan partai harus diikuti. Apakah itu berbeda dengan reformasi atau tidak, tetapi keputusan ini dari rakernas, pengambilan keputusan tertinggi," tutur pria yang juga sebagai Caleg DPR RI dari Dapil Kota Bogor dan Cianjur.
Baca juga: Waketum PAN pertanyakan akurasi data "exit poll" kubu Prabowo
Baca juga: Bima Arya bantah incar posisi menteri di pemerintahan Jokowi-Maruf
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019