Duta Besar Australia Untuk Indonesia, Gary Francis Quinlan mengatakan Indonesia merupakan negara dengan muslim tersebesar di dunia yang toleran sehingga dirinya mewakili Australia ingin belajar terhadap toleransi beragama di Indonesia.
"Kita adalah negara dengan masyarakat yang beragam dan kita bangga dengan itu. Kita ingin belajar dari kalian dan bagaimana bisa mengerti sesama masyarakat," kata Gary di sela-sela Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Dia menyebutkan, masyarakat yang multikultural bukan hanya di Indonesia, karena kondisi itu pun terjadi di negaranya.
“Masyarakat Australia menjunjung tinggi nilai persatuan dalam kemajemukan dan menyadari bahwa pengakuan dan penghargaan terhadap keyakinan dan budaya yang berbeda-beda justru memperkuat masyarakat, bukan memperlemah” kata Gary.
Dia menilai, sejumlah negara lain pun menganggap isu keberagaman budaya dan agama menjadi sorotan untuk dipahami lebih dalam.
Sebagai konsekuensi dari berjalannya sebuah peradaban, Gary menyayangkan masih adanya konflik di beberapa negara yang dilatarbelakangi perbedaan agama.
Dia mengatakan jika sesama negara tidak bertindak membahas dan beraksi mengatasi konflik agama, maka perdamaian dunia hanya jadi angan belaka.
"Perdamaian dunia bisa tercipta jika sesama warga negara menjalin hubungan jangka panjang antaragama dan kebudayaan, menekan persepsi-persepsi negatif antaridentitas yang berbeda, dan mengatasi radikalisme," kata Gary.
Dia juga menyebutkan Indonesia memiliki masyarakat muda yang begitu banyak. Ia ingin tahu persepsi generasi muda terhadap isu-isu toleransi di Indonesia.
"Indonesia memiliki begitu banyak anak muda. Ini bagus untuk masa depan,” katanya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menggandeng Australia dalam memperjuangkan perdamaian dunia melalui gelaran perdana Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu, Cecep Herawan menyebutkan gelaran ini sebagai cara meningkatkan serta membangun hubungan baik jangka panjang antaragama dan kebudayaan demi mengatasi radikalisme.
“Sesungguhnya Indonesia dan Australia sudah bekerja sama sejak lama, tapi dalam rangka regional ini adalah untuk pertama kalinya kita (Indonesia) mengadakan dialog secara bilateral antara Indonesia dan Australia,” kata Cecep.
Pelaksaanaan ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan antar kedua negara pada tahun lalu. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral ke tahap kemitraan komprehensif dan strategis.
Cecep menyebutkan memilih Kota Bandung untuk lokasi pertemuan karena masyarakat Bandung adalah masyarakat multikultural. Selain itu, Bandung diyakini sebagai salah satu pusat pendidikan di Indonesia.
Selain itu Bandung juga merupakan kota yang penuh sejarah dimana sikap solidaritas antarbangsa lahir tahun 1955.
"Bandung juga punya sikap toleransi di masyarakat, salah satu contoh kehidupan yang harmonis. Banyak sekali kota-kota di Indonesia yang baik, tapi kali ini kebetulan Bandung menjadi tuan rumah,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan target dari acara pertemuan kedua negara tersebut yakni negara lain bisa mempelajari metode dalam menerapkan kerukunan beragama.
"Yang terpenting, kita mencari kesamaan-kesamaan di antara kita, bagaimana menciptakan masyarakat yang lebih toleran, masyarakat yang lebih mengedepankan keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara," kata Cecep.
Kegiatan dialog teresebut berlanjut hingga Kamis (14/3) dengan sejumlah kunjungan ke Kampung Toleransi dan Masjid Lautze Bandung.
Selain itu diadakan juga pemutaran film dakwah yang berfungsi sebagai gambaran bagaimana toleransi di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Kita adalah negara dengan masyarakat yang beragam dan kita bangga dengan itu. Kita ingin belajar dari kalian dan bagaimana bisa mengerti sesama masyarakat," kata Gary di sela-sela Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Dia menyebutkan, masyarakat yang multikultural bukan hanya di Indonesia, karena kondisi itu pun terjadi di negaranya.
“Masyarakat Australia menjunjung tinggi nilai persatuan dalam kemajemukan dan menyadari bahwa pengakuan dan penghargaan terhadap keyakinan dan budaya yang berbeda-beda justru memperkuat masyarakat, bukan memperlemah” kata Gary.
Dia menilai, sejumlah negara lain pun menganggap isu keberagaman budaya dan agama menjadi sorotan untuk dipahami lebih dalam.
Sebagai konsekuensi dari berjalannya sebuah peradaban, Gary menyayangkan masih adanya konflik di beberapa negara yang dilatarbelakangi perbedaan agama.
Dia mengatakan jika sesama negara tidak bertindak membahas dan beraksi mengatasi konflik agama, maka perdamaian dunia hanya jadi angan belaka.
"Perdamaian dunia bisa tercipta jika sesama warga negara menjalin hubungan jangka panjang antaragama dan kebudayaan, menekan persepsi-persepsi negatif antaridentitas yang berbeda, dan mengatasi radikalisme," kata Gary.
Dia juga menyebutkan Indonesia memiliki masyarakat muda yang begitu banyak. Ia ingin tahu persepsi generasi muda terhadap isu-isu toleransi di Indonesia.
"Indonesia memiliki begitu banyak anak muda. Ini bagus untuk masa depan,” katanya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menggandeng Australia dalam memperjuangkan perdamaian dunia melalui gelaran perdana Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu, Cecep Herawan menyebutkan gelaran ini sebagai cara meningkatkan serta membangun hubungan baik jangka panjang antaragama dan kebudayaan demi mengatasi radikalisme.
“Sesungguhnya Indonesia dan Australia sudah bekerja sama sejak lama, tapi dalam rangka regional ini adalah untuk pertama kalinya kita (Indonesia) mengadakan dialog secara bilateral antara Indonesia dan Australia,” kata Cecep.
Pelaksaanaan ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan antar kedua negara pada tahun lalu. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral ke tahap kemitraan komprehensif dan strategis.
Cecep menyebutkan memilih Kota Bandung untuk lokasi pertemuan karena masyarakat Bandung adalah masyarakat multikultural. Selain itu, Bandung diyakini sebagai salah satu pusat pendidikan di Indonesia.
Selain itu Bandung juga merupakan kota yang penuh sejarah dimana sikap solidaritas antarbangsa lahir tahun 1955.
"Bandung juga punya sikap toleransi di masyarakat, salah satu contoh kehidupan yang harmonis. Banyak sekali kota-kota di Indonesia yang baik, tapi kali ini kebetulan Bandung menjadi tuan rumah,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan target dari acara pertemuan kedua negara tersebut yakni negara lain bisa mempelajari metode dalam menerapkan kerukunan beragama.
"Yang terpenting, kita mencari kesamaan-kesamaan di antara kita, bagaimana menciptakan masyarakat yang lebih toleran, masyarakat yang lebih mengedepankan keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara," kata Cecep.
Kegiatan dialog teresebut berlanjut hingga Kamis (14/3) dengan sejumlah kunjungan ke Kampung Toleransi dan Masjid Lautze Bandung.
Selain itu diadakan juga pemutaran film dakwah yang berfungsi sebagai gambaran bagaimana toleransi di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019