Cianjur (Antaranews Jabar) - Pegiat lingkungan untuk percepatan Program Perhutanan Sosial Tosca Santoso menilai Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berpeluang menjadi daerah penghasil kopi nasional dengan keberadaan lahan luas Perhutani yang dapat dimanfaatkan.
"Jaman Belanda dulu sepertiga ekspor kopi dunia dipasok dari Cianjur, kalau memang sekarang mau dikembalikan kebangkitan kopi Cianjur, harus memiliki lahan yang luas di mana lahannya ya kerja sama dengan Perhutani," kata Tosca Santoso di Cianjur Kamis.
Ia menjelaskan hutan Perhutani di Cianjur seluas 70.000 hektare dapat dimanfaatkan warga melalui pengelolaaan hutan sosial sesuai dengan program Presiden Joko Widodo, seluas 20.000 hektare yang terletak di sejumlah kecamatan.
Warga dapat mengurus sertifikat pengelolaan yang akan diberikan selama 35 tahun, di mana lahan tersebut dapat ditanami tanaman tanpa musim seperti kopi, coklat dan manggis serta tanaman lainnya.
Setiap tahun, hutan yang ditanami kopi akan menghasilkan 20.000 ton kopi dengan nilai Rp2 triliun per tahun, sehingga dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) untuk daerah penghasil seperti Cianjur.
"Sehingga tidak akan sulit untuk mengembalikan kejayaan kopi Cianjur karena lahan yang tersedia cukup banyak, tinggal keseriusan masyarakat dan pemerintah daerah mewujudkan kembali kejayaan tersebut," katanya.
Meskipun hingga saat ini, tutur dia, biji kopi yang dihasilkan masyarakat Cianjur, khususnya di Sarongge, Kecamatan Pacet, baru 10 ton per tahun dan dikirim ke sejumlah wilayah di Jabodetabek.
Untuk target empat tahun ke depan, tutur dia, tidak tertutup kemungkinan Cianjur dapat mengekspor kopi namun dalam bentuk rosting bukan hanya biji atau bean yang dihargai murah di pasar dunia.
"Kalau dalam bentuk biji hanya dihargai beberapa dolar AS per kilogram, sedangkan dalam bentuk rosting dihargai hingga puluhan dolar AS per kilogram. Apalagi kalau sudah dalam bentuk kemasan, harganya akan lebih tinggi," katanya.
Hal tersebut, tambah dia, sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo yaitu petani hutan sosial dapat mendulang rupiah dari menanam kopi yang sudah memiliki pasar nasional hingga mancanegara.
"Tahun ini beberapa wilayah di Cianjur mendapat sertifikat pengelolaan hutan sosial seperti di Kecamatan Cipanas dan Sukaresmi, yang akan mulai ditanami kopi jenis arabica yang tumbuh bagus di lahan dengan ketinggian 1.000 MDPL," katanya.
Baca juga: Diskoperindag Cianjur dukung terbentuknya koperasi petani kopi
Baca juga: PHRI minta Pemkab tertibkan vila ilegal di Puncak-Cipanas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Jaman Belanda dulu sepertiga ekspor kopi dunia dipasok dari Cianjur, kalau memang sekarang mau dikembalikan kebangkitan kopi Cianjur, harus memiliki lahan yang luas di mana lahannya ya kerja sama dengan Perhutani," kata Tosca Santoso di Cianjur Kamis.
Ia menjelaskan hutan Perhutani di Cianjur seluas 70.000 hektare dapat dimanfaatkan warga melalui pengelolaaan hutan sosial sesuai dengan program Presiden Joko Widodo, seluas 20.000 hektare yang terletak di sejumlah kecamatan.
Warga dapat mengurus sertifikat pengelolaan yang akan diberikan selama 35 tahun, di mana lahan tersebut dapat ditanami tanaman tanpa musim seperti kopi, coklat dan manggis serta tanaman lainnya.
Setiap tahun, hutan yang ditanami kopi akan menghasilkan 20.000 ton kopi dengan nilai Rp2 triliun per tahun, sehingga dapat menambah Produk Domestik Bruto (PDB) untuk daerah penghasil seperti Cianjur.
"Sehingga tidak akan sulit untuk mengembalikan kejayaan kopi Cianjur karena lahan yang tersedia cukup banyak, tinggal keseriusan masyarakat dan pemerintah daerah mewujudkan kembali kejayaan tersebut," katanya.
Meskipun hingga saat ini, tutur dia, biji kopi yang dihasilkan masyarakat Cianjur, khususnya di Sarongge, Kecamatan Pacet, baru 10 ton per tahun dan dikirim ke sejumlah wilayah di Jabodetabek.
Untuk target empat tahun ke depan, tutur dia, tidak tertutup kemungkinan Cianjur dapat mengekspor kopi namun dalam bentuk rosting bukan hanya biji atau bean yang dihargai murah di pasar dunia.
"Kalau dalam bentuk biji hanya dihargai beberapa dolar AS per kilogram, sedangkan dalam bentuk rosting dihargai hingga puluhan dolar AS per kilogram. Apalagi kalau sudah dalam bentuk kemasan, harganya akan lebih tinggi," katanya.
Hal tersebut, tambah dia, sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo yaitu petani hutan sosial dapat mendulang rupiah dari menanam kopi yang sudah memiliki pasar nasional hingga mancanegara.
"Tahun ini beberapa wilayah di Cianjur mendapat sertifikat pengelolaan hutan sosial seperti di Kecamatan Cipanas dan Sukaresmi, yang akan mulai ditanami kopi jenis arabica yang tumbuh bagus di lahan dengan ketinggian 1.000 MDPL," katanya.
Baca juga: Diskoperindag Cianjur dukung terbentuknya koperasi petani kopi
Baca juga: PHRI minta Pemkab tertibkan vila ilegal di Puncak-Cipanas
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019