Antarajabar.com - Jumlah pengrajin keramik yang diproduksi oleh warga di kawasan Stasiun Kiaracondong, Jalan Ibrahim Adjie Kota Bandung, yang berdiri sejak tahun 1960-an semakin berkurang, saat ini jumlah pengrajin di kawasan tersebut hanya tinggal tujuh orang.
        
"Sekarang (jumlah pengrajin keramik) tinggal tujuh orang. Kalau dulu sampai 30-an orang lebih," kata Oma Rukman (75) salah seorang perajin keramik, ketika ditemui di rumah pembuatan keramik miliknya, Jumat.
        
Industri rumahan keramik di kawasan Stasiiun Kiaracondong, Kota Bandung tersebut mencapai masa keemasan pada tahun 1970-an.
        
Menurut Oma, saat itu banyak wisatawan yang datang baik untuk membeli hasil kerajinan maupun melihat proses pembuatan keramik.
        
Akan tetapi pengrajin keramik di kawasan Stasiun Kiaracondong semakin berkurang dan kini juumlahnya bisa dihitung jari.
        
Berkurangnya jumlah perajin, kata Oma, mulai  terjadi sejak program konversi minyak tanah ke gas oleh pemerintah yang membuat harga bahan bakar naik dan sulit ditemui.
        
"Kalau dulu pakai minyak tanah untuk pembakaran keramik, makanya begitu minyak tanah mahal perajin banyak yang gulung tikar. tetapi saya tetap bertahan karena menggunakan gas," kata dia.
        
Ia mengatakan dulu penjualan keramik yang dihasilkan oleh dirinya dijual hingga beberapa luar negeri seperti Prancis, Amerika, dan Kanada.
        
Adapun harga keramik yang diproduksi olehnya tidak mengalami perubahan besar kecuali mengikuti inflasi dari tahun 1970 hingga saat ini.
        
"Saya dari dulu tidak pernah mengubah harga soalnya bapak tidak memikirkan untung, yang penting usaha warisan ini tetap jalan," kata dia.
        
Pabrik keramik yang telah berdiri sejak 1960-an itu memproduksi berbagai macam produk keramik diantaranya pot bunga, guci, tempat duduk, tempat payung, jembangan, mug, hingga cenderamata untuk acara pernikahan.
    

Pewarta: Iqbal Jaya Chasbi

Editor : Ajat Sudrajat


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2017