Antarajabar.com - Selama tahun 2016 sejumlah daerah di Jawa Barat (Jabar) diterjang bencana banjir yang menimbulkan banyak kerugian materi, bahkan puluhan korban jiwa.

Langganan banjir di Jabar di antaranya luapan Sungai Citarum di Kabupaten Bandung yang merendam pemukiman rumah penduduk hingga penghuninya harus mengungsi selama beberapa hari.

Daerah langganan banjir lainnya, jalan nasional Bandung-Garut di kawasan industri Kahatex Kabupaten Sumedang dan daerah Rancaekek, Kabupaten Bandung yang mengganggu arus lalu lintas kendaraan, bahkan menyebabkan kemacetan selama berjam-jam.

Bencana banjir yang menimbulkan dampak besar hingga menyebabkan korban jiwa sebanyak 34 orang, dan belasan orang dinyatakan hilang yakni bencana luapan Sungai Cimanuk di Kabupaten Garut, pada 20 September 2016.

Banjir juga melanda Kabupaten Pangandaran yang merendam permukiman penduduk, bahkan menyebabkan jembatan menghubungkan Kota Banjar dengan Pangandaran terputus.

Selain itu, bencana banjir juga melanda ibu kota Jabar yakni Kota Bandung di beberapa titik pusat kota seperti Pasteur dan Pagarsih yang menewaskan satu orang, dan menghanyutkan beberapa mobil.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar mencatat telah terjadi bencana banjir sejak Januari hingga November 2016 sebanyak 183 kejadian.

Tercatat jumlah kejadian banjir yakni di Kabupaten Bandung sebanyak 40 kali, Garut 10 kali, Kabupaten Tasikmalaya delapan kali, Ciamis lima kali, Sumedang 11 kali, Kota Bandung lima kali, dan Kota Tasikmalaya lima kali.

Selanjutnya banjir di Kota Cimahi sebanyak tujuh kali, Kota Banjar satu kali, Kabupaten Bandung Barat tiga kali, Kabupaten Bogor 18 kali, Kabupaten Sukabumi 16 kali, Cianjur lima kali, Kota Bogor dua kali, dan Kota Sukabumi satu kali.

Kemudian Kota Depok satu kali, Kabupaten Bekasi sembilan kali, Karawang sembilan kali, Subang satu kali, Kota Bekasi sembilan kali, Kabupaten Kuningan dua kali, Majalengka lima kali, Indramayu empat kali, Kota Cirebon satu kali dan Kabupaten Pangandaran lima kali.

Selain banjir, bencana alam lain seperti longsor, puting beliung, gempa bumi dan kebakaran selama 2016 tercatat 962 kejadian dengan korban jiwa akibat kejadian seluruh bencana itu sebanyak 80 orang dan kerugian materi mencapai Rp62 miliar lebih.

Provinsi Jabar memiliki curah hujan yang tinggi dan berada pada jalur gempa tektonik yang topografinya bergunung-gunung dan aliran sungai sehingga di beberapa daerah rawan banjir, selanjutnya tanah longsor, gempa bumi dan bencana lainnya.

Masih tingginya potensi bencana banjir selama musim hujan tahun 2016 itu, Pemerintah Provinsi Jabar menetapkan status siaga bencana dan menginstruksikan seluruh jajaran BPBD kota/kabupaten untuk terus siaga.

Penetapan status siaga selama 2016 itu disampaikan langsung oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berdasarkan kajian curah hujan yang cenderung tinggi sebagai dampak fenomena La Nina.

"Kami dalam posisi sepanjang tahun siaga bencana. Sudah ada SK (surat keputusan) ke BPBD (Jabar). Siaga bencana selama tahun 2016 ini karena hujan tidak pernah berhenti," kata gubernur yang akrab disapa Aher itu.

Ia mengimbau seluruh warga untuk mewaspadai bencana alam seperti banjir dan longsor karena hingga akhir 2016 wilayah Jabar sedang memasuki musim hujan.

"Artinya semua kita harus waspada dengan bencana, bagi masyarakat yang merasa ada pada kawasan rawan bencana, ketika ada gejala, ada kekhawatiran, bisa dipicu angin, cuaca, hujan, segera menyelamatkan diri," katanya.

Upaya lain Pemerintah Provinsi Jabar dalam kesiapsiagaan bencana alam pada 2016 yaitu menginstruksikan seluruh jajaran BPBD kota/kabupaten untuk siaga sekaligus meningkatkan kewaspadaan menghadapi cuaca yang tidak menentu.

Gubernur meminta kepada seluruh personel BPBD agar selalu bisa dihubungi kapan saja dalam rangka kesiapsiagaan bencana.

"Ini penting dinyatakan karena paling tidak ada dua ragam kesiagaan yakni siaga bencana kekeringan dan siaga bencana banjir," katanya.

Jaminan Bebas Banjir

Banjir di Jabar telah menimbulkan tanggapan kritik dan harapan dari berbagai pihak kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan banjir, seperti halnya banjir langganan dan banjir di Kota Bandung.

Anggota DPRD Provinsi Jabar dari Fraksi Gerindra, Sunatra menyampaikan bahwa masyarakat membutuhkan jaminan bebas dari ancaman bencana banjir pada saat musim hujan.

Seperti banjir di Kota Bandung, kata dia, kepala daerahnya harus secepatnya bertindak agar banjir tidak terjadi lagi, atau menimbulkan ancaman ketakutan bagi warganya.

"Berharap agar Wali Kota Bandung (Ridwan Kamil) segera memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat Bandung dari ancaman banjir ini," kata politikus senior Partai Gerindra itu.

Ia menyampaikan, sejak dulu kota yang terkenal langganan banjir pada musim hujan bukan Kota Bandung, melainkan Jakarta, sedangkan di Jawa Barat langganan banjir di wilayah Kabupaten Bandung.

Namun saat ini, menurut dia, Kota Bandung menjadi langganan banjir setiap turun hujan, bahkan dinilai lebih parah dibandingkan daerah lain dengan hanyutnya beberapa mobil.

"Kota Bandung yang dari dulu aman dari banjir, tapi sekarang jadi langganan banjir dan sangat besar," katanya.

Menurut dia persoalan banjir itu dapat disebabkan karena drainase buruk atau gorong-gorong yang tidak memadai sehingga air meluap ke jalan.

Namun masalah banjir itu, lanjut dia, bukan semuanya kesalahan Pemerintah Kota Bandung, tetapi juga Pemerintah Provinsi Jabar maupun pusat yang tidak koordinasi dalam pembangunan.

"Kalau semuanya melakukan koordinasi maka pembangunan itu akan terintegrasi," katanya.

Pakar Tata Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Denny Zulkaidi menambahkan ada berbagai macam faktor penyebab banjir yang terjadi di Kota Bandung, salah satunya minim jumlah drainase di kota tersebut.

"Airnya melimpah tidak meresap, ruang terbuka hijau, sumur serapan, drainsae tidak memadai, dan faktor teknis seperti air hujan harusnya masuk ke drainase tapi malah ke badan jalan," katanya.

Menurut dia, Pemerintah Kota Bandung saat ini harus menghitung ulang kebutuhan akan drainase, karena sepengetahuan dirinya rencana perbaikan dan pengadaan drainase terakhir kali dilakukan tahun 1980-an.

Solusi jangka pendek, kata dia, dengan membersihkan drainase dari sampah serta sedimentasi, dan solusi jangka panjang mengatasi banjir yaitu, memperbanyak ruang terbuka hijau umum dan rumah warga.

"Idealnya memang jumlah ruang terbuka hijau yang harus dimiliki oleh Pemkot Bandung adalah 20 persen dari total luas wilayah yang ada," kata dia.

Sedangkan pernyataan lain dari Ahli kebencanaan dan vulkanologi, Surono tentang bencana banjir di Kabupaten Garut yang mengharapkan masyarakat untuk mengistimewakan aliran sungai agar memberikan keberkahan dan tidak terjadi banjir.

"Sungai itu harus dirawat, harus ada kepeduliaan," katanya.

Ia menyampaikan kondisi Sungai Cimanuk sejak tahun 1998 sudah terjadi kerusakan di hulu maupun sepanjang aliran yang awalnya tanaman keras dan kuat, menjadi tanaman musim seperti sayuran.

Akibatnya, lanjut dia, muncul berbagai permasalahan seperti terjadi pendangkalan, resapan air minim sehingga air yang mengalir ke sungai meluap.

"Manakala gunung gundul, maka yang terjadi sungai dangkal, sumber mata air tidak ada, yang ada banjir, tidak ada yang menjadi berkah," katanya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jabar R. Haryadi Wargadibrata menyampaikan pihaknya telah mempersiapkan berbagai antisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam.

Upayanya, kata dia, dengan melaksanakan mitigasi untuk meningkatan kesadaran dan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan dan pengurangan risiko bencana banjir dan tanah longsor.

"Menyelenggarakan sosialisasi kegiatan pengurangan risiko bencana kepada seluruh `stakeholders` kebencanaan, serta memetakan daerah rawan bencana secara komprehensif untuk mengoptimalisasi dan sinkronisasi program mitigasi bencana," katanya.

BPBD Jabar juga meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana pada 2016 dan 2017 dengan mempersiapkan sumber daya manusia terdiri dari personel BPBD sebanyak 67 orang, Team Reaksi Cepat (TRC) 50 orang yang dilatih dari unsur PNS.

Selanjutnya sukarelawan 2.500 orang dari unsur masyarakat, dan fasilitator sebanyak 921 orang perwakilan dari kabupaten/kota, kemudian menyediakan alat evakuasi korban bencana, kebutuhan dasar logistik, peralatan dan penyediaan kebutuhan logistik dalam rangka tanggap darurat bencana.

Pemerintah Provinsi Jabar juga berupaya memperbaiki lingkungan yang terkena dampak bencana dengan tujuan mengembalikan kondisi dan fungsi lingkungan serta memperbaiki sarana dan prasarana umum.

Upaya lainnya, pemerintah memberikan bantuan berupa material bangunan untuk membangun kembali infrastruktur umum yang rusak seperti jalan raya, tempat tinggal warga terdampak bencana, hingga bahan makanan pokok agar kondisi kesehatan para korban tetap terjaga.

Terkait rencana anggaran bidang kebencanaan yang dialokasikan pada BPBD Provinsi Jabar Tahun Anggaran 2017 diusulkan sebesar Rp12.856.200.000.

Pewarta: Feri Purnama

Editor : Sapto HP


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2016