Sejumlah pelajar yang berada di dua desa yakni Desa Neglasari dan Bantarpanjang, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, Jabar harus "bertaruh nyawa" agar bisa sampai ke sekolah karena harus menyeberangi Sungai Cikaso dengan cara bergelantungan di jembatan gantung yang sudah rusak dan hampir putus.
"Jembatan penghubung antara Desa Neglasari dan Bantarpanjang ini merupakan akses penyeberangan utama masyarakat bahkan tidak sedikit pelajar mulai tingkat SD hingga SMA yang terpaksa masih memanfaatkan material jembatan ini untuk menyeberangi Sungai Cikaso demi menghemat waktu," kata Kepala Desa Neglasari Rahmat Hidayat di Sukabumi, Selasa.
Menurut Rahmat, jembatan ini rusak akibat disapu banjir bandang beberapa bulan lalu dan hingga kini belum diperbaiki. Meskipun kondisinya sudah sangat memprihatinkan, jembatan tetap menjadi akses utama warga yang ingin menyeberang dari Desa Neglasari ke Bantarpanjang maupun sebaliknya.
Pihaknya pun merasa khawatir melihat para pelajar bergelantungan di sisa besi pijakan jembatan itu, karena bisa terjadi hal yang tidak diinginkan seperti terjatuh ke aliran sungai berarus deras tersebut.
Sebenarnya ada akses jalan lainnya yang bisa digunakan untuk menyeberang, tetapi jaraknya jauh diperkirakan mencapai 10 km dan aksesnya tidak memadai serta memakan waktu yang lama hampir yakni sekitar 1-2 jam untuk menyeberang dari Desa Neglasari ke Bantarpanjang maupun sebaliknya.
"Jika air sungai tengah surut mereka biasanya menyeberang lewat aliran sungai, namun yang dikhawatirkan jika terjadi banjir bandang tiba-tiba bisa menghanyutkan siapapun yang tengah menyeberang," tambahnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah meminta bantuan dan bersurat ke instansi terkait untuk segera membangun jembatan permanen namun hingga kini belum terealisasi. Maka dari itu,dirinya berkoordinasi dengan Kades Bantarpanjang agar dana desa 2025 sebagian dialokasikan untuk perbaikan jembatan jika bantuan untuk pembangunan ulang belum terealisasi.
Sementara, salah seorang guru SDN Cibadak, Desa Neglasari Leni Sumarni mengatakan jembatan ini merupakan akses utama warga khususnya pelajar yang berada di dua desa untuk menyeberang. Dengan kondisi jembatan yang rusak, dirinya yang merupakan warga Desa Bantarpanjang terpaksa harus bergelantungan di sisa besi jembatan tersebut agar bisa mengajar murid-muridnya tepat waktu.
Untuk menyeberangi Sungai Cikaso dengan cara bergelantungan sisa puing jembatan maupun aliran sungai (saat surut) hanya membutuhkan waktu 10 menit. Tetapi jika memanfaatkan akses jalan lainnya bisa memakan waktu lebih dari satu jam.
"Setiap hari saya, para pelajar dan masyarakat harus seperti untuk menyeberang. Bahkan saat hujan pun kami tetap nekat menyeberang agar bisa sampai tujuan tepat waktu. Kami berharap jembatan ini bisa segera diperbaiki karena banyak pelajar dari dua desa yang hendak bersekolah harus bertaruh nyawa melewati jembatan ini," harapnya.
Di tempat yang sama, pelajar kelas V SDN Cibadak Putri (12) mengatakan awalnya sempat takut melintas dengan cara bergelantungan di rangka jembatan gantung tapi sekarang sudah mulai terbiasa. Aksi nekat yang dilakukannya ini agar diri dan rekan-rekannya bisa menimba ilmu di sekolah.
Akan tetapi dirinya mengaku jika turun hujan deras terpaksa meliburkan diri demi keselamatan karena takut terjatuh ke sungai dan tenggelam. Bahkan, gurunya pun mengimbau kepada Putri dan rekannya agar tidak memaksakan diri berangka ke sekolah khawatir celaka.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pelajar di dua desa di Lengkong "bertaruh nyawa" agar bisa bersekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
"Jembatan penghubung antara Desa Neglasari dan Bantarpanjang ini merupakan akses penyeberangan utama masyarakat bahkan tidak sedikit pelajar mulai tingkat SD hingga SMA yang terpaksa masih memanfaatkan material jembatan ini untuk menyeberangi Sungai Cikaso demi menghemat waktu," kata Kepala Desa Neglasari Rahmat Hidayat di Sukabumi, Selasa.
Menurut Rahmat, jembatan ini rusak akibat disapu banjir bandang beberapa bulan lalu dan hingga kini belum diperbaiki. Meskipun kondisinya sudah sangat memprihatinkan, jembatan tetap menjadi akses utama warga yang ingin menyeberang dari Desa Neglasari ke Bantarpanjang maupun sebaliknya.
Pihaknya pun merasa khawatir melihat para pelajar bergelantungan di sisa besi pijakan jembatan itu, karena bisa terjadi hal yang tidak diinginkan seperti terjatuh ke aliran sungai berarus deras tersebut.
Sebenarnya ada akses jalan lainnya yang bisa digunakan untuk menyeberang, tetapi jaraknya jauh diperkirakan mencapai 10 km dan aksesnya tidak memadai serta memakan waktu yang lama hampir yakni sekitar 1-2 jam untuk menyeberang dari Desa Neglasari ke Bantarpanjang maupun sebaliknya.
"Jika air sungai tengah surut mereka biasanya menyeberang lewat aliran sungai, namun yang dikhawatirkan jika terjadi banjir bandang tiba-tiba bisa menghanyutkan siapapun yang tengah menyeberang," tambahnya.
Ia mengatakan pihaknya sudah meminta bantuan dan bersurat ke instansi terkait untuk segera membangun jembatan permanen namun hingga kini belum terealisasi. Maka dari itu,dirinya berkoordinasi dengan Kades Bantarpanjang agar dana desa 2025 sebagian dialokasikan untuk perbaikan jembatan jika bantuan untuk pembangunan ulang belum terealisasi.
Sementara, salah seorang guru SDN Cibadak, Desa Neglasari Leni Sumarni mengatakan jembatan ini merupakan akses utama warga khususnya pelajar yang berada di dua desa untuk menyeberang. Dengan kondisi jembatan yang rusak, dirinya yang merupakan warga Desa Bantarpanjang terpaksa harus bergelantungan di sisa besi jembatan tersebut agar bisa mengajar murid-muridnya tepat waktu.
Untuk menyeberangi Sungai Cikaso dengan cara bergelantungan sisa puing jembatan maupun aliran sungai (saat surut) hanya membutuhkan waktu 10 menit. Tetapi jika memanfaatkan akses jalan lainnya bisa memakan waktu lebih dari satu jam.
"Setiap hari saya, para pelajar dan masyarakat harus seperti untuk menyeberang. Bahkan saat hujan pun kami tetap nekat menyeberang agar bisa sampai tujuan tepat waktu. Kami berharap jembatan ini bisa segera diperbaiki karena banyak pelajar dari dua desa yang hendak bersekolah harus bertaruh nyawa melewati jembatan ini," harapnya.
Di tempat yang sama, pelajar kelas V SDN Cibadak Putri (12) mengatakan awalnya sempat takut melintas dengan cara bergelantungan di rangka jembatan gantung tapi sekarang sudah mulai terbiasa. Aksi nekat yang dilakukannya ini agar diri dan rekan-rekannya bisa menimba ilmu di sekolah.
Akan tetapi dirinya mengaku jika turun hujan deras terpaksa meliburkan diri demi keselamatan karena takut terjatuh ke sungai dan tenggelam. Bahkan, gurunya pun mengimbau kepada Putri dan rekannya agar tidak memaksakan diri berangka ke sekolah khawatir celaka.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pelajar di dua desa di Lengkong "bertaruh nyawa" agar bisa bersekolah
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024