Pemerintah Indonesia dan Austria menyelenggarakan dialog lintas keyakinan dan kebudayaan atau Indonesia-Austria Interfaith and Intercultural Dialogue (IAIID) dalam usaha menyikapi isu-isu dari mulai polarisasi sampai perubahan iklim dewasa ini.

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Pahala Nugraha Mansury dalam sambutannya mengatakan bahwa dialog edisi ke-8 ini amat penting untuk mengungkapkan berbagai tantangan dan pengalaman untuk membangun kedamaian dan masyarakat yang harmonis.

Baca juga: Pemkab Bekasi gelar lomba kampung berseri menekan krisis iklim

"Pertama mengenai bangkitnya perpecahan dunia akibat geopolitik, kedua perubahan demografi masyarakat, sampai transformasi digital yang menjadi peluang tetapi juga memiliki tantangan terkait perpecahan masyarakat. Ini yang kita diskusikan untuk dicari solusinya," kata Pahala di Bandung, Senin.

Ditemui di sela-sela acara, Direktur Jenderal untuk Hubungan Budaya Internasional, Kementerian Federal Republik Austria untuk Hubungan Eropa dan Internasional Christoph Thun-Hohenstein menilai dialog lintas keyakinan dan budaya ini sangat penting mengingat hidup dalam dunia yang terpolarisasi ditambah dengan kecerdasan buatan (AI), berita bohong (hoaks), hingga perkembangan sosial media yang menjadi peluang sekaligus tantangan bagi persatuan.

"Kita harus bekerja keras bagaimana religiusitas bisa berkontribusi pada toleransi budaya dan harmonisasi bersama dan bagaimana mewujudkannya. Kita dapat mendiskusikan juga tantangan-tantangan dan masalah-masalah dengan pemahaman bersama serta kepercayaan satu sama lain," kata Christoph.

Dialog yang telah menjadi edisi ke-8 ini, lanjut dia, kembali melibatkan unsur-unsur keagamaan dan pemuka agama dari dua negara, karena agama dinilai memiliki peran penting memberi pemahaman pada masyarakat lebih luas, baik di kedua negara maupun internasional.

"Indonesia merupakan mitra penting bagi Austria dengan banyaknya agama dan adatnya yang menjadi negara penuh toleransi. Agama sendiri punya peran penting untuk menanggulangi isu yang sama-sama dihadapi dunia salah satunya perubahan iklim. Karena alasan itu kita perlu kerjasama lebih lekat dan dekat lagi dari sebelumnya," ujar dia.

Dalam dialog juga ada instrumen dialog residensi yang sangat penting, di mana ada perwakilan dengan beragam latar dan usia, yang dalam waktu beberapa bulan, bisa melihat langsung ke lapangan apa masalah yang ada khususnya terkait kehidupan beragama dan bagaimana cara mengatasinya.

"Saya pikir ini sangat penting karena hal ini membutuhkan keragaman generasi, karena seluruh generasi utamanya yang muda harus tau gentingnya permasalahan ini dan gimana cara menyelesaikan masalah ini. Sebab setiap agama memiliki pendekatan berbeda sehingga lebih banyak opsi untuk menyelesaikan masalah tersebut," ucapnya.

Sementara itu, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu Siti Nugraha Mauludiah menerangkan Austria adalah negara pertama yang melaksanakan dialog ini sejak 2009 dan dilakukan dua tahun sekali dengan diawali pembahasan mengenai masalah terorisme, radikalisme, ekstrimisme sampai melebar ke perubahan iklim.

Pemuka agama dan institusi pendidikan keagamaan dilibatkan, lanjut Siti, karena sektor tersebut memiliki peran sangat penting dalam memberikan pemahaman mengenai perlunya penanganan perubahan iklim, mengingat isu tersebut tidak akan menunggu, tapi terus terjadi.

"Kita misalkan mulai dari bagaimana para pemuka agama bisa memberikan pemahaman pentingnya menjaga kebersihan, karena buang sampah sembarangan itu berakibat kerusakan lingkungan dan perusakan lingkungan ujung-ujungnya terkait pada perubahan cuaca yang menimbulkan bencana yang akhirnya pada kita juga," ujarnya.
Menindaklanjuti dari kegiatan ini, kata Siti, adalah pemberian kesempatan bagi para pemuka agama dari dua negara untuk saling mengunjungi dan belajar, demi menciptakan toleransi, mengingat Austria juga memiliki masyarakat beragam.

Siti melanjutkan dari dialog ini ternyata dua negara memiliki masalah yang sama dan disadari bahwa jika meningkatkan pemahaman mengenai satu agama kepada agama lain itu menciptakan harmoni, toleransi yang pada gilirannya nanti akan menimbulkan harmoni masyarakat.

Dia juga menekankan pengenalan awal mengenai toleransi keberagaman harus ditanamkan sejak dini agar tidak terjadi kasus-kasus yang berakar dari perbedaan keyakinan ataupun budaya.

"Kita sekarang misalnya mengalami masalah dengan bullying karena kurangnya mengenal budaya lain atau perbedaan lain yang sesungguhnya penting. Ini yang kami tekankan," tutur dia menambahkan.

Baca juga: Kementan: Ada 3 program jaga ketahanan pangan saat perubahan iklim

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indonesia-Austria dialog lintas keyakinan sikapi polarisasi dan iklim

Pewarta: Ricky Prayoga

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024