Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar menegaskan bahwa penyelesaian kasus tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan.  

"Perkara tindak pidana kekerasan tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, termasuk dengan cara-cara tertentu yang dilakukan oleh terduga pelaku agar kasusnya tidak dilanjutkan," kata Nahar saat dihubungi di Jakarta, Jumat.  

Hal ini dikatakan Nahar menanggapi kasus pemerkosaan terhadap seorang remaja perempuan 17 tahun di Pantai Pancer, Pulau Merah, Banyuwangi, Jawa Timur, yang dilakukan oleh dua warga Desa Pancer berinisial EK (21) dan DPP (20).  

Dalam kasus tersebut, keluarga tersangka membujuk keluarga korban agar mau menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dan bersedia mencabut laporan polisi dengan iming-iming pelaku akan menikahi korban.

Nahar pun meminta agar upaya tersebut tidak dilakukan oleh keluarga tersangka.

"Kami mengingatkan agar upaya tersebut tidak dilakukan. Pernikahan anak dan menikahkan anak dengan pelaku kekerasan seksual masuk kategori TPKS, yaitu pemaksaan perkawinan, dan dapat diancam pidana sesuai dengan Pasal 10 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," katanya.

Sebelumnya, pada Jumat (26/4), seorang anak perempuan (17) menjadi korban pemerkosaan di Pantai Pancer, Pulau Merah, Banyuwangi, yang dilakukan dua warga Desa Pancer berinisial EK (21) dan DPP (20).

Peristiwa terjadi saat korban sedang berwisata bersama tiga temannya di pantai tersebut.

 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPPPA: Kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan di luar peradilan

Pewarta: Anita Permata Dewi

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024