Ekonom sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro menyatakan, serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4) malam, dapat menimbulkan adanya potensi peningkatan inflasi Indonesia.
Kekhawatiran akan peningkatan inflasi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nantinya sebagai imbas dari eskalasi konflik di Timur Tengah.
"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," kata Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang diselenggarakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin.
Bambang memprediksi akan ada tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.
Yang pertama, tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.
Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).
Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.
"Perkiraan saya kalau mengenai inflasi, ada tekanan inflasi yang akan lebih tinggi," ujarnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi tahunan (year on year/yoy) terakhir pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom menilai konflik Iran-Israel berpotensi tingkatkan inflasi RI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
Kekhawatiran akan peningkatan inflasi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nantinya sebagai imbas dari eskalasi konflik di Timur Tengah.
"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," kata Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang diselenggarakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin.
Bambang memprediksi akan ada tekanan terhadap inflasi Indonesia yang sedikit lebih tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama baik dari internal maupun eksternal.
Yang pertama, tingginya inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang masih menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.
Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).
Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.
"Perkiraan saya kalau mengenai inflasi, ada tekanan inflasi yang akan lebih tinggi," ujarnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi tahunan (year on year/yoy) terakhir pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom menilai konflik Iran-Israel berpotensi tingkatkan inflasi RI
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024