Presiden AS Joe Biden diam-diam menyetujui pengiriman lebih banyak bom dan pesawat tempur baru untuk Israel dalam beberapa hari terakhir, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada Jumat (29/3).
Perang Israel di Gaza terus berlangsung dengan kehancuran yang meluas, pengungsian dan kematian di seluruh wilayah tersebut.
Tel Aviv telah berjanji untuk melakukan serangan ke kota Rafah selatan, tempat sekitar 1,5 juta pengungsi mencari perlindungan meski ada peringatan akan ada dampak kemanusiaan yang akan terjadi.
Senjata yang disetujui pada pekan ini oleh Presiden AS mencakup 1.800 bom MK84 seberat 2.000 pon dan 500 bom MK82 seberat 500 pon, kata pejabat Departemen Luar Negeri bagian Pertahanan yang tidak disebutkan namanya kepada surat kabar Washington Post.
Departemen Luar Negeri AS pekan lalu menyetujui pengalihan 25 mesin dan jet tempur F-35A, tambah seorang pejabat AS.
Pesawat dan mesinnya diperkirakan bernilai sekitar 2,5 miliar US dolar (Rp37,9 triliun).
Penjualan tersebut belum diberitahukan secara publik, dan tidak ada pengumuman terkait di situs Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan di mana pemberitahuan tersebut biasanya dipasang.
Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu semakin berselisih dalam beberapa pekan terakhir, perselisihan yang terbaru adalah setelah AS tidak memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Netanyahu membalas dengan secara tiba-tiba membatalkan rencana kunjungan antar lembaga Israel ke Washington untuk membahas alternatif AS terhadap serangan Israel ke Rafah.
Pertemuan tersebut sekarang sedang dijadwalkan ulang. Namun perselisihan tersebut tampaknya tidak mempengaruhi kesediaan Biden untuk terus memasok senjata ke Israel.
Keputusan untuk secara diam-diam memberi lampu hijau atas senjata bernilai miliaran dolar tersebut muncul karena adanya tuntutan dari rekan Biden yang semakin banyak di Partai Demokrat.
Mereka mendesak presiden untuk memberikan persyaratan tambahan senjata kepada Israel berdasarkan perilaku militer Israel dan menghilangkan hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan internasional.
Dua minggu lalu, setengah lusin senator Partai Demokrat mengirim surat kepada Biden yang mendesaknya untuk menghentikan penjualan senjata ke Tel Aviv.
Menurut para senator tersebut, karena saat ini Tel Aviv melanggar UU tahun 1961 yang melarang penjualan senjata ke negara-negara yang menghalangi pengiriman bantuan Amerika.
“Amerika Serikat tidak boleh memberikan bantuan militer kepada negara mana pun yang mengganggu bantuan kemanusiaan AS,” tulis senator Bernie Sanders, Chris Van Hollen, Jeff Merkley, Mazie Hirono, Peter Welch, Tina Smith, Elizabeth Warren dan Ben Ray Lujan.
Jalan buntu karena sikap Israel
Anggota biro politik Hamas, Mohammad Nazzal, mengatakan pada Jumat bahwa perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza yang berlangsung di Ibu Kota Qatar, Doha, menemui jalan buntu lantaran sikap Israel.
Saluran berita Al Jazeera yang mengutip Nazzal mengatakan perundingan di Doha tidak menghasilkan rasa saling pengertian, meskipun ada upaya dari para mediator.
Walhasil, perundingan tersebut menemui jalan buntu karena sikap rezim Israel yang tak konsisten.
Nazzal menegaskan bahwa intensifikasi langkah militer di Gaza tidak akan membantu pemulangan tawanan Israel, dan ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melakukan operasi di Rafah tidak membuat pejuang Hamas ciut.
Sumber: Anadolu/IRNA-OANA
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Biden diam-diam setuju kirim lebih banyak bom untuk Israel
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024
Perang Israel di Gaza terus berlangsung dengan kehancuran yang meluas, pengungsian dan kematian di seluruh wilayah tersebut.
Tel Aviv telah berjanji untuk melakukan serangan ke kota Rafah selatan, tempat sekitar 1,5 juta pengungsi mencari perlindungan meski ada peringatan akan ada dampak kemanusiaan yang akan terjadi.
Senjata yang disetujui pada pekan ini oleh Presiden AS mencakup 1.800 bom MK84 seberat 2.000 pon dan 500 bom MK82 seberat 500 pon, kata pejabat Departemen Luar Negeri bagian Pertahanan yang tidak disebutkan namanya kepada surat kabar Washington Post.
Departemen Luar Negeri AS pekan lalu menyetujui pengalihan 25 mesin dan jet tempur F-35A, tambah seorang pejabat AS.
Pesawat dan mesinnya diperkirakan bernilai sekitar 2,5 miliar US dolar (Rp37,9 triliun).
Penjualan tersebut belum diberitahukan secara publik, dan tidak ada pengumuman terkait di situs Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan di mana pemberitahuan tersebut biasanya dipasang.
Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu semakin berselisih dalam beberapa pekan terakhir, perselisihan yang terbaru adalah setelah AS tidak memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera di Gaza.
Netanyahu membalas dengan secara tiba-tiba membatalkan rencana kunjungan antar lembaga Israel ke Washington untuk membahas alternatif AS terhadap serangan Israel ke Rafah.
Pertemuan tersebut sekarang sedang dijadwalkan ulang. Namun perselisihan tersebut tampaknya tidak mempengaruhi kesediaan Biden untuk terus memasok senjata ke Israel.
Keputusan untuk secara diam-diam memberi lampu hijau atas senjata bernilai miliaran dolar tersebut muncul karena adanya tuntutan dari rekan Biden yang semakin banyak di Partai Demokrat.
Mereka mendesak presiden untuk memberikan persyaratan tambahan senjata kepada Israel berdasarkan perilaku militer Israel dan menghilangkan hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan internasional.
Dua minggu lalu, setengah lusin senator Partai Demokrat mengirim surat kepada Biden yang mendesaknya untuk menghentikan penjualan senjata ke Tel Aviv.
Menurut para senator tersebut, karena saat ini Tel Aviv melanggar UU tahun 1961 yang melarang penjualan senjata ke negara-negara yang menghalangi pengiriman bantuan Amerika.
“Amerika Serikat tidak boleh memberikan bantuan militer kepada negara mana pun yang mengganggu bantuan kemanusiaan AS,” tulis senator Bernie Sanders, Chris Van Hollen, Jeff Merkley, Mazie Hirono, Peter Welch, Tina Smith, Elizabeth Warren dan Ben Ray Lujan.
Jalan buntu karena sikap Israel
Anggota biro politik Hamas, Mohammad Nazzal, mengatakan pada Jumat bahwa perundingan gencatan senjata di Jalur Gaza yang berlangsung di Ibu Kota Qatar, Doha, menemui jalan buntu lantaran sikap Israel.
Saluran berita Al Jazeera yang mengutip Nazzal mengatakan perundingan di Doha tidak menghasilkan rasa saling pengertian, meskipun ada upaya dari para mediator.
Walhasil, perundingan tersebut menemui jalan buntu karena sikap rezim Israel yang tak konsisten.
Nazzal menegaskan bahwa intensifikasi langkah militer di Gaza tidak akan membantu pemulangan tawanan Israel, dan ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melakukan operasi di Rafah tidak membuat pejuang Hamas ciut.
Sumber: Anadolu/IRNA-OANA
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Biden diam-diam setuju kirim lebih banyak bom untuk Israel
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024