Deru mesin jahit yang bersahutan di setiap lorong jalan, menjadi pertanda bahwa Binong Jati, Kota Bandung, masih menjadi tempat para perajin untuk berkarya menghasilkan berbagai produk rajutan, termasuk pakaian. 

Sayup-sayup tawa dari bilik ruangan pun menjadi wujud bahwa kegiatan mereka dalam merajut mampu menebar bahagia, baik bagi para pekerja, pemilik usaha maupun konsumen.

"Di Kampung Rajut ini sekitar 50 persen pengusaha rajutan sudah memiliki brand sendiri. Yakni perajin itu ada sekitar 400 orang, dan 200 orang diantaranya itu mengubah sistem pendistribusiannya menjadi jual online dengan brand mereka sendiri. Sedangkan jual melalui grosir masih ada, tapi tidak sebanyak penjualan online," kata Edi pemilik Karimake yang sudah independen sejak tahun 2002.

Dengan banyaknya pengusaha yang mengubah sistem distribusi, mereka memanfaatkan sosial media yang merupakan hasil dari proses adaptasi pada saat Covid-19 untuk terus berpormosi dan berkembang. dengan spsed itu mereka mampu untuk memperkenalkan dan meningkatkan persentase penjualan hasil rajutannya.

Di Kampung Rajut juga terdapat 2 brand besar yang berada dalam 1 butik yang sama. Brand tersebut bernama Merajut Asa Kita dan Galleraj. Sudah berdiri sejak tahun 2020, membuat mereka telah melewati berbagai proses naik turunnya penjualan online. Dari sebelum banyaknya fenomena penjualan rajutan secara online, sampai kini sudah berkembang di berbagai marketplace. Mereka menghasilkan berbagai produk rajut diantaranya baju, celana, rok dan souvenir.
Sepatu bayi merupakan produk aksesoris yang dihasilkan oleh rumah produksi Karimake. Mereka memproduksi berbagai macam warna dan ukuran agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. (Foto Galuh IN)

Berhasil mengoptimalkan kemajuan teknologi yang ada, Merajut Asa Kita telah memiliki kurang lebih 35 ribu followers di sosial media instagram, juga Galleraj memiliki 57 ribu followers di aplikasi Shopee dan pernah menjadi top 10 penjualan tertinggi di sana. 

"Setelah menjadi top 10 penjualan tertinggi itu, kami mencapai omset sekitar Rp500 juta dalam satu bulan. Setelahnya usaha kami banyak dikenal oleh masyarakat dan mengalami proses naik turunnya pendapatan," kata Ibest salah satu karyawan di butik tersebut.

Melihat bagaimana hasil kerja kerasnya mencapai top 10 dengan penjualan tertinggi di marketplace, tidak serta-merta membuat lengah para karyawan. Hal tersebut justru menjadi motivasi mereka untuk terus mengembangkan sistem penjualan dan pengelolaan sosial media pada produk rajut mereka.

"Kami jadi gencar untuk membuat perencanaan maupun produksi konten yang bersifat persuasif. Mengenalkan produk kami ke ruang lingkup yang lebih luas dan mengajak mereka untuk membeli produknya," kata Ibest.

Setelah mengalami berbagai proses naik turunnya usaha rajutan ini, para perajin di Kampung Rajut tetap konsisten untuk berkarya dan memberikan hasil rajutan terbaik, dengan harapan bahwa konsumen akan memberikan kepercayaan penuh terkait kebutuhan rajutan kepada mereka. Juga agar title Kampung Rajut akan selalu melekat untuk daerah Binong Jati, sebagai mata pencaharian serta wadah agar potensi masyarakatnya selalu berkembang setiap harinya.
Karyawan magang sedang melakukan proses pengemasan produk rajutan dengan brand Merajut Asa Kita di salah salah satu butik yang ada di Kampung Rajut. (Foto Galuh IN)

Pewarta: Galuh Intan Nadya

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2024