Hasil survei Y-Publica menunjukkan Pilpres 2024 bakal berlangsung satu putaran dengan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang memenangi pertarungan dengan elektabilitas tercatat 50,2 persen.
 
"Pasangan Prabowo-Gibran bakal memenangi Pilpres 2024 yang kemungkinan akan berlangsung hanya dalam satu putaran," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Jumat (1/12).
 
Sementara itu, pasangan calon lainnya tertinggal dengan selisih elektabilitas relatif cukup jauh. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. meraih 23,4 persen, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 17,9 persen, dan sisanya tidak tahu/tidak jawab 8,5 persen.
 
Menurut Rudi, terjadi lonjakan signifikan elektabilitas Prabowo ketika dipasangkan dengan putra sulung Presiden RI Joko Widodo yang masih menjabat Wali Kota Surakarta. Pada survei bulan Agustus dengan simulasi banyak nama, elektabilitas Prabowo masih berkisar 30 persen.
 
Setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kepala daerah berusia kurang dari 40 tahun untuk maju pada Pilpres 2024, Gibran dapat melaju dalam kontestasi pilpres dan mendongkrak elektabilitas pasangan calon nomor urut 2 tersebut.
 
"Masuknya Gibran ke dalam gelanggang pilpres makin memberikan dorongan kuat bagi Prabowo, sebagai bentuk dukungan kuat Jokowi kepada mantan rival dua kali pilpres yang kini menjadi sekutu kuat dalam pemerintahan," tegas Rudi.
 
Sebelumnya, cawe-cawe Jokowi dengan memberikan endorsement masih tampak samar-samar, khususnya kepada Prabowo.

"Majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo mengerek elektabilitas hingga kemungkinan menang satu putaran," kata Rudi.
 
Hingga paruh pertama tahun 2023, Jokowi masih membagi dukungan kepada Prabowo dan Ganjar.

"Format idealnya saat itu adalah memasangkan dua figur yang bisa memberikan jaminan atas keberlanjutan program usai Jokowi tidak lagi menjabat presiden," jelas Rudi.
 
Namun, perpecahan tak terhindarkan setelah Ganjar bergabung bersama elite PDI Perjuangan lainnya menolak kehadiran timnas Israel pada rencana Piala Dunia U20.

"Ganjar lebih memosisikan diri sebagai petugas partai alih-alih tokoh yang bisa bersikap lebih independen," terang Rudi.
 
Pertentangan Jokowi dengan elite PDI Perjuangan, menurut dia, makin menajam seiring dengan menguatnya dukungan Jokowi kepada Prabowo. Puncaknya saat keluar putusan MK, serangan demi serangan dari kubu PDI Perjuangan dialamatkan kepada Jokowi dan keluarganya hingga dituduh berkhianat dan membangun dinasti.
 
"Dengan situasi yang berkembang saat ini, PDI Perjuangan berusaha mengalkulasi kerusakan yang potensial dialami dengan menekan seminimal mungkin. Target utama saat ini adalah menjaga agar suara PDI Perjuangan tetap solid atau tidak terlalu tergerus oleh konstelasi pilpres," kata Rudi.
 
Jika dilihat dari kekuatan dukungan publik terhadap Ganjar, nyaris tidak ada penambahan elektabilitas ketika berpasangan dengan Mahfud. Tambahan elektabilitas Anies malah lebih tinggi, hampir 5 persen setelah berpasangan dengan Cak Imin.
 
"Ancaman bagi kubu Ganjar dan PDI Perjuangan makin besar jika Anies-Cak Imin mampu mencuri peluang untuk memperbesar elektabilitas dalam 2,5 bulan ke depan hingga bisa mengejar dan bahkan naik ke peringkat kedua menggeser Ganjar-Mahfud," pungkas Rudi.


Gerindra Salip PDIP

Hasil survei Y-Publica menunjukkan elektabilitas Gerindra mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun 2023, hingga berpeluang menggeser dominasi PDIP.
“Elektabilitas Gerindra terus melejit hingga menyalip PDIP yang sebelumnya selalu menempati posisi unggul,” kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu.

Temuan survei Y-Publica menunjukkan elektabilitas Gerindra mencapai 18,6 persen, terpaut tipis dari PDIP yang kini sebesar 18,3 persen.

Kekuatan PDIP sempat anjlok pada survei bulan April setelah heboh penolakan kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U20, di mana Indonesia rencananya menjadi tuan rumah.

Perlahan elektabilitas PDIP kembali menguat, tetapi tidak cukup untuk menghadapi lonjakan Gerindra. Alhasil, Gerindra pun menyalip dan kemungkinan keluar menjadi pemenang pada Pemilu 2024 mendatang.

Menurut Rudi, melesatnya elektabilitas Gerindra ditunjang oleh tingginya dukungan publik terhadap Prabowo dalam ajang Pilpres.

“Gerindra paling menikmati coattail effect mengingat asiosasi yang kuat terhadap Prabowo sebagai figur ketua umum partai,” tandas Rudi.

Sebagai catatan, Gerindra dibentuk sebagai kendaraan politik Prabowo setelah kalah pada konvensi capres Golkar pada 2004 silam. Gerindra memulai debut pertama pada Pemilu 2009 di mana Prabowo maju sebagai cawapres mendampingi Megawati yang merupakan capres dari PDIP.

Koalisi antara PDIP dan Gerindra berlanjut pada Pilkada DKI Jakarta 2012 yang melesatkan Jokowi ke pentas nasional. Namun, perpecahan terjadi hingga PDIP dan Gerindra berhadap-hadapan selama dua kali pemilu, memunculkan pertentangan keras antara pendukung Jokowi dan Prabowo.
Polarisasi itu mulai mencair setelah Jokowi menawarkan rekonsiliasi dan menggandeng Prabowo masuk ke dalam pemerintahan usai Pemilu 2019 lalu.

“Dari rival selama dua kali pemilu, Prabowo berkembang menjadi sekutu kuat Jokowi pada perhelatan Pemilu 2024 saat ini,” tegas Rudi.

Rudi menjelaskan korelasi antara pilpres dengan pileg dibuktikan dengan kenaikan suara dan perolehan kursi Gerindra setelah dua kali pemilu, bahkan kini berpeluang kuat merebut peringkat pertama atau mengalahkan PDIP.

Sebaliknya PDIP yang sempat anjlok kini tampak mati-matian berusaha mempertahankan diri supaya tidak kembali melorot.

“Strategi kubu PDIP yang mengusung pencapresan Ganjar untuk menyerang Jokowi merupakan bagian dari upaya mengkonsolidasikan internal partai,” terang Rudi.

Terlebih lagi, lanjutnya, dengan masuknya putera sulung Jokowi yang kini menjabat walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres Prabowo, berpotensi menggerus kekuatan inti PDIP di Jawa Tengah yang selama ini digadang-gadang sebagai kandang banteng.

Dinamika dalam dua setengah bulan masa kampanye sampai pada hari pencoblosan akan sangat menentukan apakah persaingan kedua partai yang sama-sama anggota koalisi pemerintah itu akan berujung pada perubahan peta pemenang pemilu atau PDIP mampu kembali rebound.

Peringkat ketiga masih diduduki Golkar dengan elektabilitas 9,1 persen, disusul Demokrat yang cenderung melorot dan kini sebesar 8,1 persen.

“Posisi Demokrat sebagai oposisi terus melemah, bertambah dengan gagalnya Agus Harimurti Yudhoyono merebut tiket cawapres,” ujar Rudi.

Demokrat terpental dari Koalisi Perubahan yang mengusung pencapresan Anies Baswedan, setelah kubu Muhaimin Iskandar masuk dan dideklarasikan sebagai cawapres.

“PKB bertahan pada posisi lima besar dengan elektabilitas sedikit terkoreksi menjadi 6,6 persen,” tambah Rudi.
Berikutnya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang naik elektabilitasnya menjadi 6,4 persen, disusul PKS (4,3 persen), PAN (2,7 persen), Nasdem (2,5 persen), dan PPP (2,4 persen).

Setelah itu ada Perindo (1,4 persen), Gelora (1,2 persen), dan PBB (1,0 persen), diikuti oleh Ummat (0,4 persen), Garuda (0,2 persen), dan Hanura (0,1 persen). PKN dan Buruh nihil dukungan, sedangkan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab sebanyak 16,7 persen.

Survei Y-Publica dilakukan pada 15-22 November 2023 kepada 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Data diambil melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih secara multistage random sampling. Margin of error ±2,89 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Survei Y-Publica: Prabowo-Gibran menang dengan suara 50,2 persen

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023