Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan jangan ada pejabat pemerintah dan masyarakat termasuk para pengacara merintangi upaya pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Alasannya, aksi menghalang-halangi pengungkapan kasus merupakan bagian dari tindak pidana sehingga para pelakunya dapat dijerat oleh hukum.
“Buktinya, pengacara Setnov (Setya Novanto) itu tidak mencuri apa-apa. (Dia) hanya mengatakan Setnov tidak boleh diperiksa. Setnov itu tidak salah, malah dibilang sakit, dibilang apa. (Akhirnya) dia malah ditangkap dan dia kena hukuman 7 tahun penjara,” kata Mahfud saat jumpa pers bersama Satgas TPPU lewat aplikasi Zoom yang disiarkan di Jakarta, Kamis (8/6).
Mahfud, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU), menjelaskan pencucian uang merupakan kejahatan yang luar biasa, karena menggerogoti uang negara.
“Coba bayangkan kasus Rafael Alun yang dipicu oleh penganiayaan anaknya terhadap orang lain lalu dipertanyakan hartanya katanya Rp56 miliar, sesudah itu ditemukan Rp500 miliar. Nah 2–3 hari ini selalu muncul lagi berita baru dari KPK, dirampas lagi harta Rafael Alun yang diduga dari pencucian di Jawa Tengah, lalu besok ada lagi bertambah lagi. Itulah pencucian uang, disita,” kata Mahfud MD.
Lebih lanjut dia mencontohkan kasus pencucian uang lainnya.
“Lukas Enembe, banyak yang sudah disita. Semula dia dijadikan terdakwa dengan dugaan menerima suap Rp1 miliar. Lalu ramai semua, sekarang puluhan miliar yang disita, karena yang Rp1 miliar hanya pemancing. Bahkan orang yang akan menghalangi penyidikan juga sekarang jadi tersangka,” kata Mahfud MD.
Dari kasus-kasus pengungkapan TPPU itu, Mahfud pun kembali mengingatkan para pejabat pemerintah dan pengacara jangan mencoba menghalangi-halangi pengungkapan kasus.
“Kalau menghalangi bisa dianggap melakukan korupsi yang sama,” kata dia.
Dalam jumpa pers yang sama, Tenaga Ahli Satgas TPPU Faisal Basri sepakat dengan pernyataan Mahfud. Dia meminta masyarakat untuk mendukung dan ikut mengawal kerja Satgas TPPU.
“Jangan ada satu kekuatan mana pun main-main untuk menghambat atau bahkan mengusahakan kasus ini dibekukan. Kasus yang sedang ditangani kejaksaan dibekukan, ditangani KPK dibekukan, khusus untuk emas ini ya. Mohon dukungan masyarakat semua,” kata Faisal Basri.
Dia mengatakan Satgas TPPU bersama masyarakat melawan upaya-upaya yang berusaha menghambat dan menghentikan pengungkapan kasus pencucian uang di Indonesia.
Satgas TPPU, yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD bulan lalu, mengusut dugaan transaksi mencurigakan yang bersumber dari 300 laporan PPATK. Laporan itu yang telah diserahkan ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan memiliki nilai total transaksi Rp349 triliun.
Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa, karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp281,6 triliun.
Dari 18 laporan, 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan.
Satgas TPPU, yang diperkuat oleh 12 tenaga ahli, memiliki masa kerja sampai 31 Desember 2023 untuk mengusut 300 laporan transaksi mencurigakan yang dikeluarkan PPATK.
Kasus Mencurigakan Rp189 triliun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan Satgas TPPU dan PPATK dalam laporan terbaru kepada dirinya menunjukkan kasus transaksi mencurigakan Rp189 triliun terkait eksportasi emas yang melibatkan instansi di Kementerian Keuangan masih belum tuntas.
"Laporan yang terakhir dari PPATK, dari Satgas (TPPU) rapat tiga hari yang lalu di Kantor PPATK, Rp189 triliun yang diributkan itu, kalau versi Bea Cukai dan Perpajakan katanya sudah selesai, tidak ada masalah. Dalam rapat terakhir, (itu) diakui bermasalah dan belum tuntas," kata Mahfud MD saat jumpa pers menyampaikan beberapa temuan Satgas TPPU di Kuala Lumpur, Malaysia, yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Kamis.
Mahfud MD, yang merupakan Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU), memberi sinyal tim pemeriksa dari Satgas TPPU menemukan ada kemungkinan tindak pidana asal dalam kasus tersebut.
"Mungkin saja akan ditemukan tindak pidana asal, tetapi seumpama tidak ditemukan tindak pidana asal, perlu dihitung ulang secara administratif dari uang itu, karena memang pecahan pidana asalnya sudah ada ketika kami lakukan penyiaran terhadap publik sebagai bagian dari keterbukaan," tutur Mahfud MD.
Dalam jumpa pers yang sama, Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo menyampaikan kasus transaksi Rp189 triliun itu saat ini masih ada di tahap penyelidikan.
"Untuk satu surat yang telah dilakukan tahap penyelidikan, dan ini belum selesai dilakukan, nilainya, transaksinya Rp189 triliun," kata Sugeng Purnomo, yang juga menjabat sebagai Deputi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI.
Terkait itu, Sugeng menyampaikan ada rencana membuat tim yang terdiri atas Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum manakala proses penyelidikan nanti mengarah pada adanya indikasi tindak pidana asal.
"Kawan-kawan kami dari Direktorat Jenderal Bea Cukai meminta dukungan dari Satgas ini apabila ternyata dalam pendalaman yang dilakukan ditemukan adanya tindak pidana asal yang bukan menjadi kewenangan kawan-kawan Bea Cukai melakukan penyidikan. Nah ini yang menjadi pertanyaan dan memintakan dukungan," ujarnya.
"Tentu, kami akan memberikan supporting (dukungan) kalau misalnya ada kesulitan maka kami akan mempertimbangkan untuk dibentuk tim bersama-sama apabila ditemukan tindak pidana asal bukan kewenangan teman-teman Bea Cukai, lembaga yang punya kewenangan itu bisa langsung mengambil over (alih)," kata Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU.
Transaksi mencurigakan Rp189 triliun merupakan bagian dari temuan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan sebagaimana laporan PPATK sejak 2009 sampai dengan 2023.
Terkait temuan itu, Menko Polhukam RI pada bulan lalu membentuk Satgas TPPU untuk mengusut transaksi janggal tersebut.
Terkait transaksi Rp189 triliun, Mahfud MD pernah menyampaikan itu saat rapat dengan Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023. Transaksi itu terkait dengan eksportasi emas yang melibatkan salah satu perusahaan swasta.
Langkah hukum sebetulnya telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan terkait kasus itu pada periode 2016–2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat PK pada 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahfud ingatkan jangan ada pejabat rintangi pengungkapan TPPU
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
Alasannya, aksi menghalang-halangi pengungkapan kasus merupakan bagian dari tindak pidana sehingga para pelakunya dapat dijerat oleh hukum.
“Buktinya, pengacara Setnov (Setya Novanto) itu tidak mencuri apa-apa. (Dia) hanya mengatakan Setnov tidak boleh diperiksa. Setnov itu tidak salah, malah dibilang sakit, dibilang apa. (Akhirnya) dia malah ditangkap dan dia kena hukuman 7 tahun penjara,” kata Mahfud saat jumpa pers bersama Satgas TPPU lewat aplikasi Zoom yang disiarkan di Jakarta, Kamis (8/6).
Mahfud, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU), menjelaskan pencucian uang merupakan kejahatan yang luar biasa, karena menggerogoti uang negara.
“Coba bayangkan kasus Rafael Alun yang dipicu oleh penganiayaan anaknya terhadap orang lain lalu dipertanyakan hartanya katanya Rp56 miliar, sesudah itu ditemukan Rp500 miliar. Nah 2–3 hari ini selalu muncul lagi berita baru dari KPK, dirampas lagi harta Rafael Alun yang diduga dari pencucian di Jawa Tengah, lalu besok ada lagi bertambah lagi. Itulah pencucian uang, disita,” kata Mahfud MD.
Lebih lanjut dia mencontohkan kasus pencucian uang lainnya.
“Lukas Enembe, banyak yang sudah disita. Semula dia dijadikan terdakwa dengan dugaan menerima suap Rp1 miliar. Lalu ramai semua, sekarang puluhan miliar yang disita, karena yang Rp1 miliar hanya pemancing. Bahkan orang yang akan menghalangi penyidikan juga sekarang jadi tersangka,” kata Mahfud MD.
Dari kasus-kasus pengungkapan TPPU itu, Mahfud pun kembali mengingatkan para pejabat pemerintah dan pengacara jangan mencoba menghalangi-halangi pengungkapan kasus.
“Kalau menghalangi bisa dianggap melakukan korupsi yang sama,” kata dia.
Dalam jumpa pers yang sama, Tenaga Ahli Satgas TPPU Faisal Basri sepakat dengan pernyataan Mahfud. Dia meminta masyarakat untuk mendukung dan ikut mengawal kerja Satgas TPPU.
“Jangan ada satu kekuatan mana pun main-main untuk menghambat atau bahkan mengusahakan kasus ini dibekukan. Kasus yang sedang ditangani kejaksaan dibekukan, ditangani KPK dibekukan, khusus untuk emas ini ya. Mohon dukungan masyarakat semua,” kata Faisal Basri.
Dia mengatakan Satgas TPPU bersama masyarakat melawan upaya-upaya yang berusaha menghambat dan menghentikan pengungkapan kasus pencucian uang di Indonesia.
Satgas TPPU, yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD bulan lalu, mengusut dugaan transaksi mencurigakan yang bersumber dari 300 laporan PPATK. Laporan itu yang telah diserahkan ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan memiliki nilai total transaksi Rp349 triliun.
Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa, karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp281,6 triliun.
Dari 18 laporan, 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan.
Satgas TPPU, yang diperkuat oleh 12 tenaga ahli, memiliki masa kerja sampai 31 Desember 2023 untuk mengusut 300 laporan transaksi mencurigakan yang dikeluarkan PPATK.
Kasus Mencurigakan Rp189 triliun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan Satgas TPPU dan PPATK dalam laporan terbaru kepada dirinya menunjukkan kasus transaksi mencurigakan Rp189 triliun terkait eksportasi emas yang melibatkan instansi di Kementerian Keuangan masih belum tuntas.
"Laporan yang terakhir dari PPATK, dari Satgas (TPPU) rapat tiga hari yang lalu di Kantor PPATK, Rp189 triliun yang diributkan itu, kalau versi Bea Cukai dan Perpajakan katanya sudah selesai, tidak ada masalah. Dalam rapat terakhir, (itu) diakui bermasalah dan belum tuntas," kata Mahfud MD saat jumpa pers menyampaikan beberapa temuan Satgas TPPU di Kuala Lumpur, Malaysia, yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Kamis.
Mahfud MD, yang merupakan Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU), memberi sinyal tim pemeriksa dari Satgas TPPU menemukan ada kemungkinan tindak pidana asal dalam kasus tersebut.
"Mungkin saja akan ditemukan tindak pidana asal, tetapi seumpama tidak ditemukan tindak pidana asal, perlu dihitung ulang secara administratif dari uang itu, karena memang pecahan pidana asalnya sudah ada ketika kami lakukan penyiaran terhadap publik sebagai bagian dari keterbukaan," tutur Mahfud MD.
Dalam jumpa pers yang sama, Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo menyampaikan kasus transaksi Rp189 triliun itu saat ini masih ada di tahap penyelidikan.
"Untuk satu surat yang telah dilakukan tahap penyelidikan, dan ini belum selesai dilakukan, nilainya, transaksinya Rp189 triliun," kata Sugeng Purnomo, yang juga menjabat sebagai Deputi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI.
Terkait itu, Sugeng menyampaikan ada rencana membuat tim yang terdiri atas Satgas TPPU, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum manakala proses penyelidikan nanti mengarah pada adanya indikasi tindak pidana asal.
"Kawan-kawan kami dari Direktorat Jenderal Bea Cukai meminta dukungan dari Satgas ini apabila ternyata dalam pendalaman yang dilakukan ditemukan adanya tindak pidana asal yang bukan menjadi kewenangan kawan-kawan Bea Cukai melakukan penyidikan. Nah ini yang menjadi pertanyaan dan memintakan dukungan," ujarnya.
"Tentu, kami akan memberikan supporting (dukungan) kalau misalnya ada kesulitan maka kami akan mempertimbangkan untuk dibentuk tim bersama-sama apabila ditemukan tindak pidana asal bukan kewenangan teman-teman Bea Cukai, lembaga yang punya kewenangan itu bisa langsung mengambil over (alih)," kata Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU.
Transaksi mencurigakan Rp189 triliun merupakan bagian dari temuan transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan sebagaimana laporan PPATK sejak 2009 sampai dengan 2023.
Terkait temuan itu, Menko Polhukam RI pada bulan lalu membentuk Satgas TPPU untuk mengusut transaksi janggal tersebut.
Terkait transaksi Rp189 triliun, Mahfud MD pernah menyampaikan itu saat rapat dengan Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023. Transaksi itu terkait dengan eksportasi emas yang melibatkan salah satu perusahaan swasta.
Langkah hukum sebetulnya telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan terkait kasus itu pada periode 2016–2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat PK pada 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mahfud ingatkan jangan ada pejabat rintangi pengungkapan TPPU
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023