Ribuan umat Buddha melakukan detik-detik Waisak 2567 BE/2023 pada Minggu pukul 10.41 WIB di halaman Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Detik-detik Waisak ditandai dengan pemukulan gong tiga kali dan pemercikan air suci, pembacaan paritta Jayanto, dan umat bersikap anjali.

Dalam renungan Waisak, Biksu Samanta Usala Mahasthavira menyampaikan bahwa tema Waisak tahun ini adalah "Aktualisasikan ajaran Buddha di dalam kehidupan sehari-hari".

Ia mengatakan pikiran merupakan pelopor bagi semua tindakan. Untuk mengendalikan semua tindakan harus dimulai dari meluruskan pandangan dan menjernihkan pikiran.

"Tanpa mengenal keberadaan kondisi dan keadaan diri sendiri yang terdiri atas jiwa dan raga maka semua tindakan cenderung tidak tepat dan salah kaprah, sehingga semua pembedaan diri tidak menghasilkan kebijaksanaan dan jasa pahala yang besar," katanya.

Ia menuturkan, di dalam sutra hati Sang Buddha menjabarkan bahwa hati bergejolak yang senantiasa berubah dan melekat itulah sesungguhnya sumber dari penderitaan melekat pada bahagia atau derita adalah dualisme dari hati.

Menurut dia, manusia awam senantiasa menginginkan dan mendambakan kebahagiaan namun tidak paham bagaimana menemukan kebahagiaan tertinggi.

Ia menjelaskan Buddha membabarkan semua dharma pada hakikatnya untuk mengobati penyakit batin.
Jika ingin mengubah nasib menjadi lebih baik ada baiknya belajar memahami dan membaktikan ajaran luhur bagaimana mengubah nasib dengan menata hati, membina batin, dan mencerahkan pikiran.

Rangkaian detik-detik Waisak ditutup dengan pradaksina oleh para biksu dan umat Buddha, yakni berjalan mengelilingi Candi Borobudur sebanyak tiga kali.


Merawat Kerukunan

Pada Hari Raya Waisak, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kementerian Agama Nyoman Suriadarma mengajak umat Buddha untuk merawat kerukunan antar-sesama manusia.

"Marilah kita jaga kerukunan umat dan keharmonisan," kata Suriadarma sebagaimana dikutip dalam keterangan pers kementerian di Jakarta, Minggu.

Suriadarma mengemukakan bahwa menjadikan perbedaan sebagai sebuah kekuatan merupakan bagian dari aktualisasi ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari.

Ragam mazhab dalam agama, menurut dia, semestinya tidak menjadi penghambat terwujudnya keharmonisan dan kerukunan umat.

"Saya meyakini, jika negeri ini rukun, umat Buddha rukun, antaragama rukun, pasti negeri ini akan langgeng," kata dia.
Menurut Suriadarma, menjaga kerukunan tidak sulit, dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti saling bertegur sapa dan saling melempar senyum jika bertemu satu sama lain.

"Apalagi kita sudah ambil air suci. Hakikat air adalah jernih dan bening, sama seperti hati. Dhamma sudah memberikan tuntunan kepada kita. Mari kita sama sama mendalami dan mempelajari itu agar kehidupan kita lebih damai dan rukun," kata dia.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Umat Buddha lakukan detik-detik Waisak di Borobudur

Pewarta: Heru Suyitno

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023