Kepolisian Resor Garut menangkap seorang guru ngaji rumahan karena dilaporkan telah melakukan dugaan tindak pidana asusila mencabuli puluhan murid di bawah umur di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Jumlah korban yang sudah diperiksa sebanyak 10 orang, namun dari keterangan saksi-saksi masih ada tujuh orang korban lain yang belum dimintai keterangan," kata Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Deni Nurcahyadi saat jumpa pers pengungkapan kasus asusila di Garut, Kamis.
Ia menuturkan tersangka inisial AS (50) warga Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut dilaporkan karena dibalik kegiatannya sebagai guru ngaji di rumahnya itu melakukan perbuatan asusila.
Korbannya, kata dia, tergolong banyak yang semuanya anak laki-laki dengan pengakuan modus tersangka hanya digesek-gesekan dan tidak sampai melakukan perbuatan yang lebih jauh, meski begitu polisi masih terus mendalaminya dengan melakukan visum terhadap korbannya.
"Kami telah memeriksa beberapa korban dan melakukan visum terhadap korban," katanya.
Deni menyampaikan bahwa tersangka yang tinggal sendirian di rumahnya itu, biasa melakukan kegiatan sehari-hari menjadi guru ngaji dengan para muridnya yang tinggal di sekitar rumahnya sejak 2022.
Namun perilaku menyimpang tersangka itu, kata Deni, baru diketahui setelah ada pengaduan dari salah satu anak kepada orang tuanya yang mengaku menjadi korban asusila.
Selanjutnya orang tua korban melaporkan kejadian tersebut ke polisi, kemudian dilakukan penyelidikan hingga penyidikan yang akhirnya ditetapkan seorang tersangka dalam kasus tersebut.
Ia mengungkapkan hasil pemeriksaan tersangka bahwa jumlah korban anak laki-laki di bawah umur itu cukup banyak, dibuktikan dengan adanya laporan dari sejumlah orang tua anak-anak.
"Orang tua anak bertanya kepada orang tua yang anaknya sama-sama diajarkan di rumah tersangka dan ternyata mengalami hal yang sama," katanya.
Deni menyampaikan modus yang dilakukan tersangka itu dengan cara merayu, sampai melakukan ancaman kekerasan apabila tidak memenuhi keinginannya dan merayu anak-anak dengan meminjamkan telepon selulernya.
Selain itu, kata dia, tersangka juga mengancam muridnya itu untuk tidak lagi datang ke rumah belajar mengaji apabila tidak memenuhi keinginan cabulnya itu.
"Sebelum melakukan perbuatan tersebut, tersangka memaksa anak korban untuk menuruti keinginannya dan jika tidak maka anak korban tidak boleh datang dan mengaji lagi bersama tersangka," katanya.
Namun aksinya itu kini sudah terbongkar dan mendekam di Rumah Tahanan Polres Garut untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Tersangka dijerat Pasal 76 e juncto Pasal 82 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023
"Jumlah korban yang sudah diperiksa sebanyak 10 orang, namun dari keterangan saksi-saksi masih ada tujuh orang korban lain yang belum dimintai keterangan," kata Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Deni Nurcahyadi saat jumpa pers pengungkapan kasus asusila di Garut, Kamis.
Ia menuturkan tersangka inisial AS (50) warga Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut dilaporkan karena dibalik kegiatannya sebagai guru ngaji di rumahnya itu melakukan perbuatan asusila.
Korbannya, kata dia, tergolong banyak yang semuanya anak laki-laki dengan pengakuan modus tersangka hanya digesek-gesekan dan tidak sampai melakukan perbuatan yang lebih jauh, meski begitu polisi masih terus mendalaminya dengan melakukan visum terhadap korbannya.
"Kami telah memeriksa beberapa korban dan melakukan visum terhadap korban," katanya.
Deni menyampaikan bahwa tersangka yang tinggal sendirian di rumahnya itu, biasa melakukan kegiatan sehari-hari menjadi guru ngaji dengan para muridnya yang tinggal di sekitar rumahnya sejak 2022.
Namun perilaku menyimpang tersangka itu, kata Deni, baru diketahui setelah ada pengaduan dari salah satu anak kepada orang tuanya yang mengaku menjadi korban asusila.
Selanjutnya orang tua korban melaporkan kejadian tersebut ke polisi, kemudian dilakukan penyelidikan hingga penyidikan yang akhirnya ditetapkan seorang tersangka dalam kasus tersebut.
Ia mengungkapkan hasil pemeriksaan tersangka bahwa jumlah korban anak laki-laki di bawah umur itu cukup banyak, dibuktikan dengan adanya laporan dari sejumlah orang tua anak-anak.
"Orang tua anak bertanya kepada orang tua yang anaknya sama-sama diajarkan di rumah tersangka dan ternyata mengalami hal yang sama," katanya.
Deni menyampaikan modus yang dilakukan tersangka itu dengan cara merayu, sampai melakukan ancaman kekerasan apabila tidak memenuhi keinginannya dan merayu anak-anak dengan meminjamkan telepon selulernya.
Selain itu, kata dia, tersangka juga mengancam muridnya itu untuk tidak lagi datang ke rumah belajar mengaji apabila tidak memenuhi keinginan cabulnya itu.
"Sebelum melakukan perbuatan tersebut, tersangka memaksa anak korban untuk menuruti keinginannya dan jika tidak maka anak korban tidak boleh datang dan mengaji lagi bersama tersangka," katanya.
Namun aksinya itu kini sudah terbongkar dan mendekam di Rumah Tahanan Polres Garut untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Tersangka dijerat Pasal 76 e juncto Pasal 82 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023