Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono mengkawatirkan fast fashion atau industri mode cepat dapat merusak lingkungan.

“Merek-merek (industri mode cepat) itu yang sebenarnya menghancurkan (lingkungan),” kata Poppy Dharsono saat ditemui di acara Ramadhan Runaway 2023, Jakarta, Sabtu (29/4).
 
Industri mode cepat merupakan industri di bidang pakaian yang bergerak sangat cepat, dengan produksi besar-besaran dan koleksi baru yang siap untuk diluncurkan setiap minggu, lalu dijual dengan harga yang relatif murah. Biasanya, industri mode cepat menggunakan bahan tidak ramah lingkungan dan berpotensi merusak lingkungan karena ketika sudah dibuang, bahan-bahan itu tidak bisa digunakan kembali.

Selain merusak lingkungan, industri mode cepat juga menyaingi merek-merek yang mengusung konsep sustainability fashion, fesyen berkelanjutan, khususnya produk lokal. Kebanyakan produk lokal Indonesia masih menggunakan bahan ramah lingkungan, seperti bahan daur ulang serta bahan alami.
 
Poppy Dharsono bersama tim dari APPMI dalam acara Ramadhan Runaway 2023 di Jakarta, Sabtu (29/4/2023). (ANTARA/Vinny Shoffa Salma)
 
Sebagai contoh, beberapa perusahaan di bidang industri mode cepat akan mempekerjakan pekerja berusia muda, bahkan di bawah umur, dengan gaji yang sedikit. Selain itu, beban kerja yang diberikan cukup berat dan tentunya dapat berdampak bagi kesehatan dan kesejahteraan pekerja.
 
Bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan dalam industri mode cepat dapat merusak lingkungan. Jika bahan-bahan tersebut tidak diolah dengan benar, maka dapat menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan.

Beberapa bahan tidak ramah lingkungan biasanya berupa pewarna pakaian, bahan poliester pada pakaian, atau bahan lainnya yang jika dibuang begitu saja dapat menyebabkan masalah lingkungan.
 
Poppy pun menyarankan agar masyarakat lebih bijak dalam memilih pakaian, khususnya merek dengan konsep fesyen berkelanjutan. Dia pun mencontohkan produk-produk yang ditampilkan dalam Ramadhan Runaway 2023 karya perancang lokal mengusung konsep serupa dan dibuat dengan tangan.
 
Dia menilai dengan membeli produk lokal buatan tangan, masyarakat dapat berkontribusi terhadap perekonomian di Indonesia dan membantu para pengusaha lokal. Selain itu, masyarakat turut serta dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat konsep industri mode cepat.
 

Pasar Fesyen Lokal Membaik

Perancang busana sekaligus Ketua Umum Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono menilai bahwa pasar fesyen lokal  sudah membaik.

Pemilik nama lengkap Poppy Susanti Dharsono itu saat ditemui di Jakarta, Sabtu (29/4) mengatakan pangsa pasar merek lokal Indonesia sangat besar. Meski demikian, ada beberapa hal teknis yang masih harus dimaksimalkan agar produk Indonesia dapat bertahan di tengah gempuran merek pakaian dari luar negeri.

“Saya lihat pasarnya sudah baik, tapi polanya (pakaian) masih belum baik,” kata Poppy.

Dia menjelaskan beberapa perancang busana masih menggunakan teknik pemotongan pakaian yang salah. Poppy dan APPMI pun berinisiatif untuk memberikan kursus singkat mengenai teknik memotong pakaian yang tepat kepada beberapa perancang busana di acara Ramadhan Runaway 2023 tersebut.
Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu merek lokal Indonesia, Poppy bersama APPMI mengadakan kursus khusus agar keahlian para perancang busana Indonesia dapat meningkat. Salah satunya dengan menyelenggarakan acara Ramadhan Runaway 2023 bagi para perancang busana terpilih.
Pippy Dharsono bersama tim dari APPMI dalam acara Ramadhan Runaway 2023 di Jakarta, Sabtu (29/4/2023). (ANTARA/Vinny Shoffa Salma)


Selain membuat panggung peragaan busana khusus untuk perancang busana lokal, Poppy mengatakan akan membuat pedoman khusus mengenai ukuran pakaian masyarakat di Indonesia. Menurutnya, hal terpenting bagi perancang dan pengusaha busana di Indonesia adalah menyesuaikan ukuran pakaian yang pas bagi masyarakat.

Oleh sebab itu, dia dan APPMI akan segera meluncurkan pedoman khusus bagi perancang busana agar sesuai dengan standardisasi pakaian sebagian besar masyarakat sehingga mengurangi keluhan tidak pasnya ukuran pakaian dari perancang merek lokal tersebut.

“Tahun kemarin, kita udah meluncurkan. Kita sekarang dalam proses guidance (standardisasi ukuran pakaian) bagi para desainer,” ujar Poppy.

Pedoman ukuran pakaian tersebut tidak lagi menggunakan satuan ukuran huruf, seperti S, M, L, melainkan satuan ukuran angka, seperti 36, 38, dan lainnya. Hal itu dinilai lebih akurat dan diakui oleh standar internasional.

Mengenai tren fesyen di Indonesia tahun 2023 ini, Poppy mengatakan APPMI sebagai wadah bagi perancang busana Indonesia berusaha untuk menciptakan tren busana sendiri. Walaupun begitu, APPMI tetap melihat kondisi tren busana di luar negeri agar tetap up-to-date atau tidak ketinggalan zaman.

“APPMI menciptakan tren sendiri dan kita lihat acuannya dari Paris, New York, (dan beberapa negara lainnya),” kata Poppy.
Poppy pun menilai tren pakaian di Indonesia sebisa mungkin memiliki sentuhan etnik khas budaya Indonesia. Misalnya, saat peragaan busana di Jakarta beberapa waktu lalu, kain tradisional khas Gorontalo, yakni Karawo dipromosikan dalam acara tersebut.

Selain itu, pemilihan warna pakaian menjadi penting agar sesuai dengan pola atau corak pakaian itu sendiri.

Poppy berpesan kepada para perancang busana lokal yang ingin lebih dikenal oleh masyarakat agar terus belajar dan mengikuti acara dan peragaan busana yang diselenggarakan oleh beberapa pihak, salah satunya APPMI. Selain itu, konsistensi terhadap karya busana serta mutu perlu dijaga agar dapat bertahan lama.

“Harus terus berproses,” ujar Poppy.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Poppy Dharsono khawatir industri mode cepat merusak lingkungan

Pewarta: Vinny Shoffa Salma

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2023