Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diajukan oleh Umar Husni sebagai pemohon.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Prof Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 28/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Senin.
Dalam poin berikutnya amar putusan yang dibacakan Anwar Usman menyatakan bahwa frasa "batal demi hukum" dalam ketentuan norma Pasal 143 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 3209) bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Hal itu sepanjang tidak dimaknai "terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum yang telah dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim dapat diperbaiki, dan diajukan kembali dalam persidangan sebanyak satu kali."
Pemohon mendalilkan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 280 Ayat (1) UUD 1945. Menurutnya, secara sepintas ketentuan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP terlihat jelas, namun praktiknya menimbulkan pengertian multitafsir dan melanggar asas lex certa serta asas lex stricta sebagai asas umum dalam pembentukan perundang-undangan pidana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Prof Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 28/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Senin.
Dalam poin berikutnya amar putusan yang dibacakan Anwar Usman menyatakan bahwa frasa "batal demi hukum" dalam ketentuan norma Pasal 143 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 3209) bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Hal itu sepanjang tidak dimaknai "terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum yang telah dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh hakim dapat diperbaiki, dan diajukan kembali dalam persidangan sebanyak satu kali."
Pemohon mendalilkan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 280 Ayat (1) UUD 1945. Menurutnya, secara sepintas ketentuan Pasal 143 Ayat (3) KUHAP terlihat jelas, namun praktiknya menimbulkan pengertian multitafsir dan melanggar asas lex certa serta asas lex stricta sebagai asas umum dalam pembentukan perundang-undangan pidana.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022