Karya "Strategi dan Otonomi Belajar Bahasa dalam Konteks Kebijakan Pendidikan Merdeka" disampaikan oleh Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd yang merupakan Guru Besar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS)  Universitas Pendidikan Indonesia pada acara pidato kehormatan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia yang diselenggarakan secara luring di Gedung Achmad Sanusi Pada Rabu, 19 Oktober 2022.

Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd memaparkan bidang keilmuan yang selama ini telah saya gelutinya sejak melakukan penelitian untuk disertasi doktoral yang dilakukan di 2 universitas di Melbourne Australia dan 1 universitas di Bandung pada tahun 1997, yaitu strategi belajar bahasa (language learning strategies, selanjutnya disingkat LLS) dan kemandirian pembelajar bahasa (language learner autonomy, selanjutnya disingkat LLA).

Menurutnya, strategi dan otonomi belajar bahasa telah bergulir sejak beberapa dekade yang lalu. Saat ini kita hidup di Era Informasi yang dibedakan dengan cepatnya transisi dari kinerja dengan cara tradisional ke ekonomi berbasis teknologi yang pada awalnya dihasilkan oleh Revolusi Industri. Meluasnya penggunaan internet menandai dimulainya era digital, yaitu era teknologi informasi dan komunikasi, yang lazim disebut juga era informasi atau era digital. Sebagaimana diketahui, munculnya COVID-19 telah memicu dan memaksa sistem pendidikan di dunia ini dari pembelajaran tatap muka ke pembelajaran dalam jaringan atau dikenal dengan daring lewat internet.

Pembelajaran bahasa lazimnya menggunakan berbagai strategi   yang terkait dengan pengaturan diri secara mental serta strategi komunikatif dengan penggunaan bahasa. Situasi ini memerlukan kemandirian siswa dalam belajar. Apalagi dalam pembelajaran daring, kemandirian amat fundamental. Para siswa harus bisa menggunakan strategi dalam belajar yang mandiri karena ketiadaan kontak langsung dengan guru. Kemandirian dalam belajar, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan autonomous learning menjadi sebuah tuntutan dalam pembelajaran daring.

Kondisi yang serba maju dan berubah dengan cepat telah menjadi keniscayaan dalam kehidupan kita sejak awal abad 21 dan mendorong pentingnya berinteraksi, berkomunikasi dan bertransaksi lintas dunia. Hingga kini transaksi global masih mengandalkan Bahasa Inggris. Sehingga Bahasa Inggris tetap menjadi bahasa dunia yang sangat diperlukan dalam komunikasi global. Bahasa Inggris sebagai lingua franca tampaknya menduduki posisi yang sangat kontributif dalam transaksi global tersebut. Ini berarti bahwa bahasa Inggris masih perlu diposisikan secara proporsional dalam kancah pendidikan di Indonesia maupun di negara-negara berkembang lainnya di dunia ini. Ketika RUU Sisdiknas tidak menyebut Bahasa Inggris sama sekali, berbeda dengan UU Sisdiknas yang masih berlaku, kesalahan fatal telah terjadi dalam memaknai pentingnya keterlibatan Indonesia dalam percaturan dunia, sebagaimana tersurat dalam pembukaan UUD 1945.

Baca juga: UPI gelar acara pidato kehormatan 3 guru besar yang akan purna bakti

Language Learning Strategy (LLS) 
Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd menjelaskan bahwa Strategy Inventory for Language Learning (SILL) yang terdiri atas strategi langsung (strategi memori, kognitif, dan kompensasi) dan strategi tidak langsung (strategi metakognitif, afektif dan sosial). SILL ini salah satu di antara instrumen yang ia gunakan dalam penelitian untuk disertasi di akhir tahun 1990-an. Lebih lanjut menjelaskan bahwa strategi belajar bahasa lazimnya didefinisikan sebagai tindakan atau proses belajar yang secara sadar dipilih dan digunakan oleh pembelajar bahasa untuk mempelajari bahasa sasarannya, atau untuk memudahkan penyelesaian tugas- tugasnya.
Strategi mengetengahkan satu perangkat pilihan yang peserta didik secara sadar memilih dari perangkat tersebut sesuai waktu yang sesungguhnya, real time, dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi di lingkungan, untuk mengoptimalkan peluang keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan mereka dalam belajar dan menggunakan bahasa sasaran. Dengan demikian, istilah strategi memiliki ciri yaitu menandakan hubungan antara niat dan tindakan, dan didasarkan pada pandangan peserta didik sebagai seseorang atau insan yang bertanggung jawab dan yang menyadari kebutuhan, preferensi, tujuan, dan masalah mereka sendiri.

Dalam proses belajar, siswa harus memanfaatkan pengetahuan tentang kemampuan diri mereka sendiri sebagai pembelajar dan memanfaatkan pengetahuan tentang tugas-tugas dalam belajar. Selain itu, mereka harus memahami tentang strategi yang tepat untuk digunakan dalam konteks tertentu dalam mengembangkan pengetahuan antara (interface) yang menghubungkan apa yang telah mereka miliki dengan apa yang ingin dikuasainya dalam suasana lingkungan belajarnya.

Language Learner Autonomy (LLA)
Prof. Dr. Nenden Sri Lengkanawati, M.Pd menjelaskan bahwa konsep strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar muncul sebagai salah satu respon terhadap tantangan dan perubahan yang muncul dalam bidang pendidikan. Baik strategi pembelajaran maupun otonomi pembelajar adalah atribut pembelajar dalam konteks belajar itu sendiri. Kesadaran peserta didik tentang strategi belajarnya dan pemanfaatan strategi tersebut dapat menyebabkan dan atau memperkuat kemandirian pembelajar itu sendiri, yang kemudian mengambil kendali lebih besar dari proses pembelajaran mereka sendiri. Selanjutnya, penggunaan teknologi dalam mengembangkan strategi pembelajaran dan otonomi pembelajar juga merupakan kunci pembelajaran di abad 21 ini.

Lebih lanjut menjelaskan dalam berbagai karyanya bahwa LLA dimakna sebagai konsep yang amat penting dalam pembelajaran bahasa. Bila dicermati Kurikulum Nasional 2013 menyiratkan bahwa otonomi peserta didik adalah dasar untuk proses belajar mengajar, tetapi studi empiris tentang LA yang telah dilakukan di sekolah-sekolah nasional relatif sedikit. Oleh karena itu, saya memfokuskan kajian dengan melibatkan guru guru di berbagai sekolah menengah (dan beberapa sekolah dasar). Temuannya mengungkapkan perbedaan pendapat yang cukup besar di antara para guru dalam berbagai isu yang dicakup oleh survei. Isu-isu ini dibahas dalam sesi lokakarya pengembangan profesional yang diadakan selama dua hari. Secara umum, sementara para peserta pada prinsipnya cenderung menyukai LA. Mereka menunjukkan beberapa kendala serius dalam implementasinya dalam konteks khusus mereka sendiri.

Menurutnya istilah ini digunakan untuk menandakan belajar tanpa guru, tetapi penggunaan yang lebih luas dari LA ini mengacu pada siapa yang membuat keputusan utama tentang belajar dan mengajar – pelajar atau orang lain. Agar pembelajaran tanpa guru menjadi 'otonom', misalnya, keputusan untuk melakukan tanpa guru harus, pada prinsipnya, dibuat oleh pelajar itu sendiri, yang mungkin juga memilih pelatihan yang diajarkan atau diinstruksikan.

Dalam praktiknya, keputusan awal untuk berpartisipasi atau terlibat dalam studi bahasa seringkali tidak dibuat oleh pembelajar, terutama bagi pembelajar bahasa Inggris pemula. Dalam beberapa kasus, siswa sekolah dan universitas memilih untuk belajar bahasa asing meskipun setelah membuat keputusan ini, pilihan mereka menjadi terbatas. Untuk pembelajar dewasa, pembelajaran bahasa asing sering kali merupakan upaya untuk pengembangan diri atau kesenangan. Oleh karena itu, kondisi yang mendasari locus of control dalam pembelajaran bahasa sangat bervariasi.
Kemandirian dalam belajar ini merupakan karakteristik yang diinginkan dari pembelajar bahasa dan dan bagi guru, ini merupakan pertimbangan penting dalam praktik pengajaran bahasa. Ini merupakan konsekuensi dari gagasan dalam berbagai upaya pendidikan seperti konsep tentang keterampilan generik, belajar untuk belajar, dan belajar sepanjang hayat, serta berbagai eksperimen dalam otonomi pembelajaran bahasa yang telah dilaporkan pada berbagai konferensi dan lokakarya di berbagai belahan bumi dan dalam publikasi yang mereka hasilkan. Strategi belajar bahasa dan kemandirian pembelajar Bahasa mempunyai posisi yang penting dalam konteks Bahasa Inggris sebagai lingua franca, English as lingua franca (ELF), yang dipahami sebagai bahasa kontak non-lokal yang digunakan lintas komunitas secara global. 

Strategi dan Otonomi Belajar Bahasa dalam Konteks Kebijakan Mutakhir
Menurutnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) telah memperkenalkan berbagai terobosan dalam beberapa tahun terakhir ini. Salah satunya adalah kebijakan yang dilabeli Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Kebijakan ini amat bertemali dengan bidang yang telah saya geluti selama ini, karena konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka itu pada dasarnya adalah pengembangan kemandirian pembelajar itu sendiri, learner autonomy, dan bagaimana guru memilih dan memilah strategi belajar-mengajar yang paling efektif dalam menjangkau tujuan pembelajaran.

Intinya, merdeka belajar itu adalah belajar yang melibatkan murid dalam penentuan tujuan serta memberi pilihan cara belajar dan secara bersama melakukan refleksi terhadap proses dan hasil belajar. Kebijakan merdeka belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Semangat ini sangat sejalan dengan konsep learner autonomy.

Singkatnya, konsep merdeka belajar dan kampus merdeka sangat sejalan dengan prinsip penguatan strategi belajar (learning strategies) dan penguatan kemandirian pembelajar (learner autonomy) itu sendiri. Penerjemahan konsep merdeka belajar dan kampus merdeka ini perlu dilakukan dengan saksama agar cita-cita yang baik itu tidak dapat dicapai sesuai niatnya, hanya karena ketidakmatangan dalam merancang berbagai jenis kegiatannya. Kita melihat celah-celah yang perlu penanganan dengan hati-hati, misalnya ketika memberikan keleluasaan mahasiswa kita belajar di perguruan tinggi lain guna memenuhi hasrat dan minat dirinya. Kesiapan kelembagaan dan kesiapan teknologi terkait mutlak diperlukan untuk memuluskan upaya ini.

Konsep learning strategies yang telah dirumuskan dalam Strategic Self-Regulation membuahkan upaya positif yang dapat dilakukan dalam proses belajar-mengajar. Guru dapat membedakan pengajaran strategi untuk memenuhi kebutuhan pembelajar yang spesifik. Guru dapat pula melakukan pendalaman pengajaran strategi sehingga secara terbuka mencerminkan otonomi dan nilai-nilai lain daripada hanya sekedar menawarkan strategi tugas-demi-tugas. Salah satu pemanfaatan strategi belajar itu adalah membentuk pembelajar yang mandiri. Kemandirian ini adalah kunci dalam keefektifan dan keberhasilan belajar. Tentu saja strategi belajar dan kemandirian pembelajar itu jangan dilihat sebagai sasaran akhir dari upaya pendidikan. Justru keduanya harus dilihat sebagai instrumen dan mekanisme dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam konteks pembelajaran bahasa, tujuannya tentu saja adalah kemahiran berbahasa yang paripurna.

Konsep learning strategies dan learner autonomy, tersambut baik oleh kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka, yang telah dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Persoalan praktis kontekstualnya adalah bagaimana penerjemahan kebijakan ini dalam upaya pendidikan keseharian, yang salah satu kata kuncinya adalah komitmen penuh dari semua pemangku kepentingan. 

 

Pewarta: Inforial/Humas UPI

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022