Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mendorong pemerintah pusat merevitalisasi kawasan hutan bakau Kecamatan Muaragembong untuk memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, keanekaragaman hayati serta ekosistem.
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan kondisi kawasan hutan lindung Muaragembong saat ini semakin memprihatinkan, rusak akibat abrasi pantai dan ekosistem yang terdegradasi.
"Kawasan hutan lindung mencapai 10.481,15 hektare tapi 93,5 persen dari total kawasan hutan itu kini telah diokupasi masyarakat. Kami memiliki usulan berdasarkan kondisi di atas, kawasan mangrove perlu direvitalisasi untuk mengembalikan fungsinya," katanya di Cikarang, Kamis.
Menurut dia penanganan abrasi dan revitalisasi kawasan ini perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh pihak agar lebih efektif terlebih jika bisa dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Pelaksanaannya dibutuhkan unsur terpadu agar efektif dan jauh lebih efisien jika bisa ditetapkan sebagai proyek strategis nasional," katanya.
Bupati menjelaskan abrasi di kawasan hutan lindung Muaragembong mengakibatkan wilayah daratan berkurang 2.238 hektare, luas wilayah juga mengalami inundasi seluas 1.700 hektare, serta alih fungsi seluas 90 persen menjadi tambak yang mengancam habitat flora dan fauna.
"Garis pantai di tiga desa pesisir, Pantai Bahagia, Pantai Bakti, dan Pantai Sederhana terjadi kemunduran. Luas area yang dihitung kurang lebih 1.900 hektare, sebagian besar dulunya merupakan hutan mangrove yang melindungi garis pantai. Laju abrasi juga mengakibatkan tingginya frekuensi banjir rob hingga dua kali sebulan," ucapnya.
Ia mengatakan pemerintah daerah masih menunggu persetujuan tahap akhir substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat untuk penetapan holding zone hutan lindung Muaragembong agar memiliki kejelasan dasar hukum.
"Terkait surat kami mengenai revitalisasi, saat ini sudah tahap akhir dari persetujuan substansi bahwa dalam revisi tersebut kawasan abrasi ini ditetapkan sebagai "Holding Zone" artinya daerah yang segi status hutan tapi eksistingnya non hutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan kondisi kawasan hutan lindung Muaragembong saat ini semakin memprihatinkan, rusak akibat abrasi pantai dan ekosistem yang terdegradasi.
"Kawasan hutan lindung mencapai 10.481,15 hektare tapi 93,5 persen dari total kawasan hutan itu kini telah diokupasi masyarakat. Kami memiliki usulan berdasarkan kondisi di atas, kawasan mangrove perlu direvitalisasi untuk mengembalikan fungsinya," katanya di Cikarang, Kamis.
Menurut dia penanganan abrasi dan revitalisasi kawasan ini perlu dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh pihak agar lebih efektif terlebih jika bisa dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Pelaksanaannya dibutuhkan unsur terpadu agar efektif dan jauh lebih efisien jika bisa ditetapkan sebagai proyek strategis nasional," katanya.
Bupati menjelaskan abrasi di kawasan hutan lindung Muaragembong mengakibatkan wilayah daratan berkurang 2.238 hektare, luas wilayah juga mengalami inundasi seluas 1.700 hektare, serta alih fungsi seluas 90 persen menjadi tambak yang mengancam habitat flora dan fauna.
"Garis pantai di tiga desa pesisir, Pantai Bahagia, Pantai Bakti, dan Pantai Sederhana terjadi kemunduran. Luas area yang dihitung kurang lebih 1.900 hektare, sebagian besar dulunya merupakan hutan mangrove yang melindungi garis pantai. Laju abrasi juga mengakibatkan tingginya frekuensi banjir rob hingga dua kali sebulan," ucapnya.
Ia mengatakan pemerintah daerah masih menunggu persetujuan tahap akhir substansi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat untuk penetapan holding zone hutan lindung Muaragembong agar memiliki kejelasan dasar hukum.
"Terkait surat kami mengenai revitalisasi, saat ini sudah tahap akhir dari persetujuan substansi bahwa dalam revisi tersebut kawasan abrasi ini ditetapkan sebagai "Holding Zone" artinya daerah yang segi status hutan tapi eksistingnya non hutan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022