Tim Khusus Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dengan sangkaan pembunuhan berencana, dan keempatnya terancam dengan pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dalam konferensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam, menyebutkan keempat tersangka adalah Bharada Dua Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, Kuat, dan Irjen Pol Ferdy Sambo.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka, menurut perannya masing-masing, penyidik menetapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Agus.

Agus menjelaskan peran masing-masing tersangka, yakni Bharada E berperan melakukan penembakan terhadap korban Brigadir J. Tersangka Bripka RR turut membantu dan menyaksikan penembakan, tersangka Kuat turut membantu dan menyaksikan penembakan terhadap korban.

“Irjen Pol FS menyuruh melakukan dan menskenariokan peristiwa seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga,” ujar Komjen Agus pula.

Peristiwa penembakan terhadap Brigadir J atau Brigadir Joshua terjadi Jumat (8/7) lalu. Dari hasil penyidikan yang dilakukan Tim Khusus Bareskrim Polri, pada saat kejadian terdapat lima orang di tempat kejadian perkara (TKP) Duren Tiga, yakni Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, Irjen Pol Ferdy Sambo, Kuat, Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, dan korban Brigadir Joshua (Yoshua).

Menurut Agus, terungkapnya kasus ini berdasarkan penyidikan dari laporan pihak keluarga Brigadir Joshua. Namun, karena laporan tersebut dilayangkan pada tanggal 18 Juli, penyidik menemukan kendala dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, terlebih adanya skenario yang dibuat oleh tersangka Ferdy Sambo, pada awal dibuat seolah-olah ada peristiwa tembak-menembak.


Selain itu, ada upaya mengambil dan menghilangkan barang bukti di TKP, seperti pengambilan rekorder CCTV, dan lain sebagainya. Penyidik memulai penyelidikan dengan turun ke Jambi memeriksa 47 saksi terkait dengan kejadian tewasnya Brigadir J.

“Kemudian kami juga mendapatkan beberapa kendala yang ditemukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan, seluruh tim yang bekerja,” kata Agus.

Namun, lanjut Agus, karena ancaman hukuman kasus tersebut Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman cukup tinggi membuat Bharada E mengakui peristiwa yang sebenarnya terjadi di TKP Duren Tiga.

“Bharada E membuat pengakuan kepada penyidik setelah dilakukan pemeriksaan secara maraton,” kata Agus.

Pengakuan Bharada E itu membuka tabir kecurigaan dan kejanggalan dari kasus tewasnya Brigadir J dari awalnya dilaporkan tembak-menembak menjadi peristiwa penembakan atau pembunuhan.

Sementara itu, saat ini penyidik masih mendalam apa motif pembunuhan terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh para tersangka.



Soal "Justice Collabolator"

Sementara itu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri soal pengajuan "justice collaborator" ("JC") atau saksi yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum yang diajukan Bharada E.
"Bareskrim meminta agar LPSK segera mengirim surat ke Kabareskrim Polri untuk koordinasi 'justice collaborator'," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Hasto mengatakan lembaga yang dipimpinnya akan segera berkirim surat ke Kabareskrim Polri karena "JC" merupakan kewenangan LPSK.

Hasto menjelaskan seseorang yang ingin mengajukan "JC" harus memenuhi sejumlah syarat, di antaranya bukan pelaku utama. Kemudian, bersedia mengungkap peran semua orang yang terlibat termasuk atasan.

Selain itu, papar dia, keterangan yang diberikan oleh pihak yang mengajukan "JC" harus berdampak signifikan dalam proses peradilan pidana, termasuk adanya potensi ancaman yang bakal diterima oleh yang bersangkutan.

"Karena ada relasi kuasa dalam kasus ini, tentu saja potensi ancaman terhadap yang bersangkutan besar," kata dia.

Oleh karena itu, sejak awal LPSK telah menyampaikan apabila Bharada E menjadi tersangka, maka masih bisa menjadi "JC".
Hasto mengatakan seseorang yang mengajukan "JC" mendapatkan hak istimewa, yaitu berkas perkara dan tempat penahan akan dipisah dari pelaku lain.

"Pemohon "JC" juga berhak mendapatkan keringanan hukuman serta remisi-remisi lainnya," kata dia.

Ia menegaskan saat ini Bharada E masih berstatus sebagai pemohon "JC". Perwakilan LPSK belum bisa bertemu langsung dengan Bharada E maupun Kabareskrim Polri soal pengajuan "JC".



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Empat tersangka penembakan Brigadir J terancam hukuman mati

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022