Harga minyak beragam pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena kekhawatiran pasokan dan ketegangan geopolitik di Eropa menguasai kecemasan ekonomi yang mengganggu pasar keuangan ketika inflasi melonjak.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli turun 6 sen, menjadi menetap di 107,45 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni terangkat 42 sen atau 0,4 persen, menjadi ditutup di 106,13 dolar AS per barel.

Baca juga: Harga minyak jatuh di tengah kekhawatiran resesi dapat menekan permintaan

"Perdagangan tipis dan tidak ada yang tahu apa yang akan menggerakkan jarum," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.

Larangan Uni Eropa yang tertunda atas minyak dari Rusia, pemasok utama minyak mentah dan bahan bakar ke blok tersebut, diperkirakan akan semakin memperketat pasokan global.

Uni Eropa masih tawar-menawar rincian embargo Rusia, yang membutuhkan dukungan bulat. Namun, pemungutan suara telah ditunda karena Hongaria menentang larangan tersebut yang akan terlalu mengganggu perekonomiannya.
Secara lebih luas, harga minyak dan pasar keuangan telah berada di bawah tekanan minggu ini di tengah kegelisahan atas kenaikan suku bunga, dolar AS terkuat dalam dua dekade, kekhawatiran atas inflasi dan kemungkinan resesi.

Penguncian COVID-19 yang berkepanjangan di importir minyak mentah utama dunia, China, juga berdampak pada pasar.

Baca juga: Harga minyak turun setelah melonjak di sesi sebelumnya terkait sanksi Rusia

"Kemerosotan pertumbuhan permintaan tidak bisa datang pada waktu yang lebih baik, dengan China tampaknya di ambang mengunci ibu kota Beijing pada saat tertentu," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

IHK utama AS untuk 12 bulan hingga April melonjak 8,3 persen, memicu kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga yang lebih besar, dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Melonjaknya harga di SPBU dan melambatnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan secara signifikan mengekang pemulihan permintaan sepanjang sisa tahun ini dan hingga 2023," kata Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (12/5/2022) dalam laporan bulanannya.
"Lockdown yang diperpanjang di seluruh China ... mendorong perlambatan signifikan di konsumen minyak terbesar kedua di dunia," tambah badan tersebut.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2022 untuk bulan kedua berturut-turut, mengutip dampak invasi Rusia ke Ukraina, meningkatnya inflasi, dan kebangkitan varian virus corona Omicron di China.

Baca juga: Minyak melonjak di tengah ketidakpastian di pasar energi global

Pada Rabu (11/5/2022), harga minyak melonjak 5,0 persen setelah Rusia memberikan sanksi kepada 31 perusahaan yang berbasis di negara-negara yang memberlakukan sanksi terhadap Moskow setelah invasi Ukraina.

Itu menciptakan kegelisahan di pasar pada saat yang sama aliran gas alam Rusia ke Eropa melalui Ukraina turun seperempat. Ini adalah pertama kalinya ekspor melalui Ukraina terganggu sejak invasi.
 

Pewarta: Apep Suhendar

Editor : Yuniardi Ferdinan


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022