Pemerintah Kota Bogor mengantisipasi penularan penyakit hepatitis akut misterius atau acute severe Hepatitis atau Acute Hepatitis unknown of etiology yang menyerang anak-anak masuk ke daerahnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Kota Bogor, Selasa, mengatakan meskipun belum ada laporan warga yang tertular Hepatitis akut dari Dinas Kesehatan (Dinkes) atau aparat wilayah segera mengawasi pasien-pasien di rumah sakit.
Baca juga: Menkes catat suspek hepatitis akut di Indonesia ada 15 kasus
"Kami belum melihat itu ada kaitannya dengan vaksin (COVID-19). Kami masih melihat data-data di lapangan terlebih dulu," kata Bima.
Wali Kota sedang mempelajari data-data dan pola penularan Hepatitis akut pada anak-anak untuk dapat melakukan sejumlah pencegahan.
"Belum ada indikasi itu (hepatitis akut), tetapi saya minta kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk mempelajari pola di puskesmas maupun di rumah sakit," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno menyatakan, merebaknya kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya itu di beberapa negara di Eropa sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022.
Dilaporkan sudah ditemukan tiga kasus probable hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya di RSCM Jakarta.
Baca juga: Gubernur: Jangan panik pada hepatitis karena negara siap atasi
"Sampai saat ini belum ditemukan kasus hepatitis tersebut di Kota Bogor. Dinkes, rumah sakit, dan puskesmas kemarin sudah mendapatkan sosialisasi penyakit tersebut dari Kemenkes dan Dinkes Provinsi," kata Retno.
Retno menyampaikan Dinkes menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan kewaspadaan dini di Kota Bogor untuk penyakit hepatitis akut berat yang menyerang anak-anak usia di bawah 16 tahun dengan progresivitas penyakit sangat cepat dan menimbulkan kematian.
Penyiapan tersebut antara lain, faskes primer dan rumah sakit terkait penegakan diagnosis dan tatalaksana hepatitis akut berat, termasuk alur rujukan.
Kemudian kesiapan laboratorium, labkesda dan laboratorium rujukan. Sosialisasi, edukasi dan informasi penyakit hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya ke masyarakat melalui berbagai kanal media, forum komunikasi dan sebagainya, termasuk upaya promotif dan preventif.
"Gejala penyakit mirip dengan hepatitis akut, tetapi penyebabnya bukan hepatitis A,B,C, D, E. Gejala umumnya adalah demam, mual, muntah, diare, ikterus, nyeri perut (syndrome jaundice) dan penurunan kesadaran," ujar Kadinkes.
Baca juga: Dinkes dan praktisi kesehatan di Jawa Barat bahas hepatitis misterius
Dia juga menyampaikan penyakit ini juga dalam pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan peningkatan SGPT SGOT > 500 atau di atas 500.
"Diduga penyebabnya adalah Adenovirus, dan penularan secara orofecal atau melalui mulut dan saluran pencernaan," sebutnya.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat juga diminta untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan menggalakkan GERMAS, termasuk hygiene sanitasi makanan.
Langkah antisipasi lain adalah meningkatkan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus (surveilans) penyakit, memantau dan melaporkan secara dini penemuan kasus melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), serta berkoordinasi lintas program dan lintas sektoral dengan semua stakeholder.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Kota Bogor, Selasa, mengatakan meskipun belum ada laporan warga yang tertular Hepatitis akut dari Dinas Kesehatan (Dinkes) atau aparat wilayah segera mengawasi pasien-pasien di rumah sakit.
Baca juga: Menkes catat suspek hepatitis akut di Indonesia ada 15 kasus
"Kami belum melihat itu ada kaitannya dengan vaksin (COVID-19). Kami masih melihat data-data di lapangan terlebih dulu," kata Bima.
Wali Kota sedang mempelajari data-data dan pola penularan Hepatitis akut pada anak-anak untuk dapat melakukan sejumlah pencegahan.
"Belum ada indikasi itu (hepatitis akut), tetapi saya minta kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor untuk mempelajari pola di puskesmas maupun di rumah sakit," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno menyatakan, merebaknya kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya itu di beberapa negara di Eropa sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022.
Dilaporkan sudah ditemukan tiga kasus probable hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya di RSCM Jakarta.
Baca juga: Gubernur: Jangan panik pada hepatitis karena negara siap atasi
"Sampai saat ini belum ditemukan kasus hepatitis tersebut di Kota Bogor. Dinkes, rumah sakit, dan puskesmas kemarin sudah mendapatkan sosialisasi penyakit tersebut dari Kemenkes dan Dinkes Provinsi," kata Retno.
Retno menyampaikan Dinkes menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan kewaspadaan dini di Kota Bogor untuk penyakit hepatitis akut berat yang menyerang anak-anak usia di bawah 16 tahun dengan progresivitas penyakit sangat cepat dan menimbulkan kematian.
Penyiapan tersebut antara lain, faskes primer dan rumah sakit terkait penegakan diagnosis dan tatalaksana hepatitis akut berat, termasuk alur rujukan.
Kemudian kesiapan laboratorium, labkesda dan laboratorium rujukan. Sosialisasi, edukasi dan informasi penyakit hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya ke masyarakat melalui berbagai kanal media, forum komunikasi dan sebagainya, termasuk upaya promotif dan preventif.
"Gejala penyakit mirip dengan hepatitis akut, tetapi penyebabnya bukan hepatitis A,B,C, D, E. Gejala umumnya adalah demam, mual, muntah, diare, ikterus, nyeri perut (syndrome jaundice) dan penurunan kesadaran," ujar Kadinkes.
Baca juga: Dinkes dan praktisi kesehatan di Jawa Barat bahas hepatitis misterius
Dia juga menyampaikan penyakit ini juga dalam pemeriksaan penunjang laboratorium menunjukkan peningkatan SGPT SGOT > 500 atau di atas 500.
"Diduga penyebabnya adalah Adenovirus, dan penularan secara orofecal atau melalui mulut dan saluran pencernaan," sebutnya.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat juga diminta untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan menggalakkan GERMAS, termasuk hygiene sanitasi makanan.
Langkah antisipasi lain adalah meningkatkan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus (surveilans) penyakit, memantau dan melaporkan secara dini penemuan kasus melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), serta berkoordinasi lintas program dan lintas sektoral dengan semua stakeholder.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022