Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), manajemen rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, serta Dinkes 27 kabupaten/kota membahas kemunculan penyakit hepatitis akut misterius yang telah dinyatakan WHO sebagai kasus luar biasa.
 
Jawa Barat sendiri tetap waspada meskipun belum menemukan kasus seperti di DKI Jakarta, yang telah ditemukan tiga kasus suspek hepatitis akut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Nina Susana Dewi, dalam keterangan pers di Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat, Minggu menyebutkan ada beberapa langkah awal antisipasi yang dilakukan.

Langkah itu meliputi surveilans pelaporan satu pintu secara daring melalui surat elektronik yang alamatnya telah dikantongi masing-masing stakeholders, menginventarisasi kemampuan Labkesda atau rumah sakit di kabupaten/kota untuk pemeriksaan diagnosis hepatitis, meningkatkan sosialisasi dan komunikasi-informasi-edukasi (KIE) serta menggencarkan gerakan masyarakat hidup sehat.

Selanjutnya penguatan fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit, dan rumah sakit melakukan setting untuk penanganan kasus hepatitis akut.

Nina berharap melalui gerak cepat ini fasilitas pelayanan kesehatan mengantisipasi dan melakukan tindakan preventif melalui sosialisasi dengan menggiatkan germas.
 
Tak kurang dari 850 praktisi kedokteran membahas khusus kemunculan hepatitis akut misterius ini dalam rapat daring tersebut.

Bertindak sebagai narasumber dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dr Anggraini Sp AK.
 
Selain Kepala Dinkes Jabar beserta jajaran, hadir juga Kepala Labkesda Provinsi Jawa Barat, kepala dinkes 27 kota/kabupaten, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Ketua IDAI, Ketua KKP, dan Kepala Labkesda kota/kabupaten.
 
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan sejauh ini di Jabar belum terlaporkan penyakit tersebut.
 
"Di daerah belum banyak terpantau karena kasusnya memang ada di dunia, di Jakarta ada dan di Jabar belum terpantau laporan yang signifikan," tuturnya.
 
Namun demikian, Jabar akan tetap waspada dan mengedukasi warga khususnya orang tua yang memiliki anak-anak agar membiasakan aktivitas sehat untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
 
Seperti sering mencuci tangan, meminum air dan makanan yang matang dan bersih, menggunakan alat makan masing-masing, memakai masker, dan menjaga jarak.

"Kita terus edukasi warga khususnya orang tua yang punya anak-anak di pandemi COVID-19 harus waspadai juga sebuah situasi baru terkait hepatitis yang tiba-tiba meningkat. Caranya sama seperti protokol kesehatan COVID-19," katanya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
 
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada tanggal 15 April 2022, jumlah laporan terus bertambah.
 
Per 21 April 2022, tercatat 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara.
 
Kisaran kasus terjadi pada anak usia satu bulan sampai dengan 16 tahun. Sejumlah 17 anak di antaranya memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal.
 
Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah dan sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Cara mencegah anak-anak dari hepatitis akut di antaranya dengan rutin mencuci tangan dengan sabun, memakan makanan yang matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, menghindari kontak dengan orang sakit, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, mengurangi mobilitas, menggunakan masker jika bepergian, menjaga jarak dan menghindari kerumunan.

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022