Minyak naik lebih dari satu persen ke level tertinggi hampir 7-tahun yang dicapai di sesi sebelumnya di perdagangan Asia pada Senin sore, sementara kekhawatiran pasokan dan ketegangan politik di Eropa Timur dan Timur Tengah menempatkan harga di jalur untuk kenaikan bulanan terbesar mereka dalam hampir setahun.
Minyak mentah berjangka Brent melonjak 1,28 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi diperdagangkan di 91,31 dolar AS per barel pada pukul 07.21 GMT, setelah menambahkan 69 sen pada Jumat (28/1). Kontrak bulan depan untuk pengiriman Maret berakhir di kemudian hari.
Baca juga: Harga minyak menguat di Asia di tengah kekhawatiran pasokan, risiko politik
Kontrak Brent paling aktif, untuk pengiriman April, diperdagangkan pada 89,62 dolar AS per barel, terangkat 1,1 dolar AS atau 1,2 persen.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 1,14 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi 87,96 dolar AS per barel, setelah naik 21 sen pada Jumat (28/1).
Harga acuan minyak mencatat level tertinggi sejak Oktober 2014 pada Jumat (28/1), masing-masing 91,70 dolar AS dan 88,84 dolar AS, dan kenaikan mingguan keenam berturut-turut. Mereka menuju kenaikan sekitar 17 persen bulan ini, terbesar sejak Februari 2021.
"Kecemasan yang mendasari tentang kekurangan pasokan global, ditambah dengan risiko geopolitik yang sedang berlangsung, telah menyebabkan pasar memulai minggu ini dengan catatan yang kuat," kata Toshitaka Tazawa, seorang analis di Fujitomi Securities Co Ltd.
"Dengan ekspektasi bahwa OPEC+ akan mempertahankan kebijakan peningkatan produksi bertahap yang ada, harga minyak kemungkinan akan tetap berada pada sentimen bullish minggu ini," katanya, memprediksi Brent akan tetap di atas 90 dolar AS dan WTI menuju 90 dolar AS.
Baca juga: Minyak jatuh karena ketegangan Rusia diimbangi pengetatan Fed
Produsen utama di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, telah menaikkan target produksi mereka setiap bulan sejak Agustus sebesar 400.000 barel per hari (bph) saat mereka melepas rekor pengurangan produksi yang dibuat pada 2020.
Tetapi mereka gagal memenuhi target produksi mereka karena beberapa anggota berjuang dengan keterbatasan kapasitas.
Pada pertemuan 2 Februari, OPEC+ kemungkinan akan tetap dengan rencana kenaikan target produksi minyaknya untuk Maret, beberapa sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters.
Harga minyak menunjukkan tanda-tanda overheating karena para pedagang mengantisipasi kekurangan minyak yang parah tahun ini, kolumnis Reuters John Kemp mengatakan, mencatat bahwa persediaan sudah rendah dan ada sedikit kapasitas cadangan global untuk meningkatkan produksi dalam jangka pendek.
Menurut ANZ Research, dengan defisit pasar dan persediaan yang rendah, "kendala pasokan kemungkinan akan menyebabkan premi risiko yang cukup besar" karena aktifitas perjalanan meningkat setelah pembatasan virus corona.
"Lalu lintas di Eropa rebound karena jumlah kasus Omicron menurun. Di AS, permintaan bensin hanya 4,0 persen di bawah level 2019, yang merupakan hasil yang lebih baik dari yang diperkirakan pada November," katanya dalam sebuah catatan.
Baca juga: Harga minyak jatuh di Asia karena ambil untung setelah Brent tembus 90 dolar
Ketegangan antara Rusia dan Barat juga telah menopang harga minyak mentah. Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan Barat berselisih soal Ukraina, memicu kekhawatiran bahwa pasokan energi ke Eropa dapat terganggu.
Ketua NATO mengatakan pada Minggu (30/1) bahwa Eropa perlu mendiversifikasi pasokan energinya ketika Inggris memperingatkan "sangat mungkin" bahwa Rusia ingin menyerang Ukraina.
Pasar waspada atas situasi Timur Tengah setelah Uni Emirat Arab mengatakan telah mencegat rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi Yaman ketika negara Teluk itu menjamu Presiden Israel Isaac Herzog dalam kunjungan pertamanya.
Sementara itu, lebih dari 1.400 penerbangan AS dibatalkan pada Minggu (30/1) setelah negara-negara bagian timur laut dihantam badai musim dingin mematikan yang mendorong beberapa negara bagian untuk mengumumkan keadaan darurat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Minyak mentah berjangka Brent melonjak 1,28 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi diperdagangkan di 91,31 dolar AS per barel pada pukul 07.21 GMT, setelah menambahkan 69 sen pada Jumat (28/1). Kontrak bulan depan untuk pengiriman Maret berakhir di kemudian hari.
Baca juga: Harga minyak menguat di Asia di tengah kekhawatiran pasokan, risiko politik
Kontrak Brent paling aktif, untuk pengiriman April, diperdagangkan pada 89,62 dolar AS per barel, terangkat 1,1 dolar AS atau 1,2 persen.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 1,14 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi 87,96 dolar AS per barel, setelah naik 21 sen pada Jumat (28/1).
Harga acuan minyak mencatat level tertinggi sejak Oktober 2014 pada Jumat (28/1), masing-masing 91,70 dolar AS dan 88,84 dolar AS, dan kenaikan mingguan keenam berturut-turut. Mereka menuju kenaikan sekitar 17 persen bulan ini, terbesar sejak Februari 2021.
"Kecemasan yang mendasari tentang kekurangan pasokan global, ditambah dengan risiko geopolitik yang sedang berlangsung, telah menyebabkan pasar memulai minggu ini dengan catatan yang kuat," kata Toshitaka Tazawa, seorang analis di Fujitomi Securities Co Ltd.
"Dengan ekspektasi bahwa OPEC+ akan mempertahankan kebijakan peningkatan produksi bertahap yang ada, harga minyak kemungkinan akan tetap berada pada sentimen bullish minggu ini," katanya, memprediksi Brent akan tetap di atas 90 dolar AS dan WTI menuju 90 dolar AS.
Baca juga: Minyak jatuh karena ketegangan Rusia diimbangi pengetatan Fed
Produsen utama di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, telah menaikkan target produksi mereka setiap bulan sejak Agustus sebesar 400.000 barel per hari (bph) saat mereka melepas rekor pengurangan produksi yang dibuat pada 2020.
Tetapi mereka gagal memenuhi target produksi mereka karena beberapa anggota berjuang dengan keterbatasan kapasitas.
Pada pertemuan 2 Februari, OPEC+ kemungkinan akan tetap dengan rencana kenaikan target produksi minyaknya untuk Maret, beberapa sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters.
Harga minyak menunjukkan tanda-tanda overheating karena para pedagang mengantisipasi kekurangan minyak yang parah tahun ini, kolumnis Reuters John Kemp mengatakan, mencatat bahwa persediaan sudah rendah dan ada sedikit kapasitas cadangan global untuk meningkatkan produksi dalam jangka pendek.
Menurut ANZ Research, dengan defisit pasar dan persediaan yang rendah, "kendala pasokan kemungkinan akan menyebabkan premi risiko yang cukup besar" karena aktifitas perjalanan meningkat setelah pembatasan virus corona.
"Lalu lintas di Eropa rebound karena jumlah kasus Omicron menurun. Di AS, permintaan bensin hanya 4,0 persen di bawah level 2019, yang merupakan hasil yang lebih baik dari yang diperkirakan pada November," katanya dalam sebuah catatan.
Baca juga: Harga minyak jatuh di Asia karena ambil untung setelah Brent tembus 90 dolar
Ketegangan antara Rusia dan Barat juga telah menopang harga minyak mentah. Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan Barat berselisih soal Ukraina, memicu kekhawatiran bahwa pasokan energi ke Eropa dapat terganggu.
Ketua NATO mengatakan pada Minggu (30/1) bahwa Eropa perlu mendiversifikasi pasokan energinya ketika Inggris memperingatkan "sangat mungkin" bahwa Rusia ingin menyerang Ukraina.
Pasar waspada atas situasi Timur Tengah setelah Uni Emirat Arab mengatakan telah mencegat rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi Yaman ketika negara Teluk itu menjamu Presiden Israel Isaac Herzog dalam kunjungan pertamanya.
Sementara itu, lebih dari 1.400 penerbangan AS dibatalkan pada Minggu (30/1) setelah negara-negara bagian timur laut dihantam badai musim dingin mematikan yang mendorong beberapa negara bagian untuk mengumumkan keadaan darurat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022