Berangkat dari keterbatasan fisik akibat musibah yang menimpa dirinya sewaktu bertugas di Ambon, tidak membuat semangat hidup sosok Sersan Dua (Serda) Mugiyanto berputus asa.
Serda Mugiyanto adalah anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Koramil 19/Borobudur Kodim 0705 Magelang, Jawa Tengah.
Personel Babinsa ini dikenal sebagai motivator, petani, koordinator petani hingga dijuluki sebagai "Jenderal buah lengkeng" oleh Kementerian Pertanian karena keberhasilan-nya merangkul dan membina hingga 10 ribu petani dari Sabang sampai Merauke.
Keberhasilan Serda Mugiyanto berawal dari kisah tragis yang dialaminya saat menjalankan operasi pengamanan daerah rawan (pamrahwan) ke wilayah Ambon pada 2001. Saat itu ia berangkat bersama rombongan Batalion Infanteri Raider 408/Suhbrastha.
Tepat pada November 2001, Mugiyanto bersama rekan-rekan-nya yang sedang melaksanakan patroli lapangan tanpa sengaja menginjak ranjau darat yang mengakibatkan kaki sebelah kanannya putus hingga cacat seumur hidup.
Akibat ledakan dahsyat ranjau darat tersebut potongan kaki Serda Mugiyanto sampai-sampai tidak bisa ditemukan. Ia mengenang kala itu adalah perjuangan antara hidup dan mati karena kondisinya terus memburuk.
Apalagi, dari lokasi kejadian ke rumah sakit setidaknya membutuhkan waktu empat hingga lima jam perjalanan karena cukup jauh dari pusat keramaian.
Sewaktu perjalanan menuju rumah sakit rekan-rekan-nya pun sudah berpikir buruk akan kehilangan teman seperjuangan yang kala itu masih berpangkat Prajurit Dua (Prada). Kondisi semakin menegangkan karena hemoglobin (Hb) darahnya rendah atau sudah dalam kondisi mengkhawatirkan.
Tidak sampai di situ, mimpi buruk masih terus menyelimuti karena tim medis kesulitan menemukan golongan darah yang cocok dengan golongan darah yang dibutuhkan Serda Mugiyanto. Apalagi, wilayah itu masih termasuk kawasan rawan konflik sehingga akses tidak semudah yang dibayangkan.
Namun, takdir berkata lain. Keberuntungan berpihak pada prajurit yang dijuluki jenderal buah kelengkeng tersebut, hingga akhirnya berhasil pulih dari insiden pilu yang dialaminya.
"Di sisa hidup ini, saya bertekad harus bisa bermanfaat untuk keluarga, masyarakat dan negara," ucap Serda Mugiyanto.
Setelah menyadari kondisi fisik yang harus ia terima, Serda Mugiyanto awalnya memang sedikit terpuruk. Ia tidak pernah membayangkan harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
Apalagi, pada saat itu ia masih berstatus lajang atau belum menikah. Dengan kondisi disabilitas, bisa saja perempuan akan berpikir ulang mau menerimanya sebagai pendamping hidup.
Lagi, takdir berkata lain. Ia dipertemukan dengan Dwi Astuti Sumarwati perempuan yang akhirnya dipersunting dan siap menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri Serda Mugiyanto.
Dari hasil pernikahannya, pasangan tersebut dikarunia tiga orang putra. Serda Mugiyanto patut bersyukur. Sebab, di balik keberhasilan yang diraih-nya hari ini tidak terlepas dari doa dan dukungan istri dan ketiganya anaknya.
"Istri yang membuat saya tetap semangat, mau menerima di saat kondisi saya cacat dan penuh keterbatasan," ungkap dia.
Motivator
Keberhasilan demi keberhasilan terus diraih. Puncaknya, pada 2019 sang jenderal buah lengkeng ini mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari Kopral Kepala (Kopka) naik menjadi Serda atas dedikasi-nya yang begitu luar biasa dan memotivasi banyak orang. Kenaikan pangkat luar biasa diberikan langsung oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Kini, berbekal kaki palsu sebelah kanan, kegigihan dan semangat seorang prajurit TNI, Serda Mugiyanto tidak hanya menjadi motivator bagi petani di Tanah Air tetapi juga motivator untuk prajurit TNI yang juga penyandang disabilitas atau bernasib sama dengan dirinya.
Bahkan, tak jarang ia diundang langsung oleh Kementerian Pertahanan untuk memberikan arahan atau berbagi ilmu kepada prajurit-prajurit TNI penyandang disabilitas. Pada intinya, Serda Mugiyanto selalu menekankan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi.
Di balik usaha keras yang diperjuangkannya selama bertahun-tahun, Serda Mugiyanto selalu bermimpi seharusnya Indonesia yang memiliki sumber daya alam berkecukupan, tanah yang subur dan kondisi alam yang mendukung bisa swasembada atau memenuhi kebutuhan buah lokal tanpa harus bergantung kepada negara lain.
Selama ini banyak lahan tidur yang tidak digarap secara optimal oleh masyarakat. Padahal, jika tanah tersebut dikelola dengan baik maka segala kebutuhan pangan termasuk buah-buahan bisa tercukupi tanpa harus bergantung kepada pihak lain.
Namun, sayangnya, ia melihat tekad dan kemauan dari masyarakat untuk berani betul-betul terjun sebagai petani dari hati belum sepenuhnya terwujud. Hal itu bisa jadi dikarenakan stigma-stigma keliru yang selama ini berkembang.
Misalnya, menganggap pekerjaan petani atau menjadi petani adalah pekerjaan rendah, bertani itu kotor, pendapatan tidak seberapa hingga tidak bisa menggunakan teknologi dalam bercocok tanam.
Padahal anggapan itu keliru. Serda Mugiyanto membantah secara tegas jika ada yang berpandangan pekerjaan petani itu rendah, kotor, penghasilan pas-pasan dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, dari lahan miliknya seluas satu hektare dengan isi 250 batang pohon buah lengkeng usia enam tahun, rata-rata bisa menghasilkan 75 kilogram buah lengkeng per pohonnya dalam satu tahun.
Jika dihitung kasar saja 200 batang pohon buah lengkeng dikalikan 75 kilogram maka hasilnya sudah 15 ton. Per kilogram petani lengkeng bisa menjual hingga Rp50 ribu. Jika ditotal maka satu kali panen bisa meraup omzet hingga Rp750 juta.
Dengan hasil fantastis tersebut, Serda Mugiyanto menampik keras bahwa pekerjaan petani tersebut rendah, kotor atau penghasilannya tidak seberapa.
Kendati demikian, bertani tanaman seperti buah lengkeng bukan lah pekerjaan mudah. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelum menekuni usaha tersebut.
Pertama, setiap petani harus memilih bibit unggul, mengetahui lokasi yang akan ditanami, suhu lingkungan, kontur tanah, teknologi yang akan digunakan hingga perawatan.
Setiap memberikan motivasi atau berbagi ilmu di berbagai kesempatan, Serda Mugiyanto kerap menyampaikan untuk menjadi seorang petani sukses disiplin adalah kunci utama.
Sebab, apa yang diberikan kepada tanaman maka itu jua lah yang akan diberikannya kepada pemilik atau yang merawat. Sehingga sikap disiplin, tekun, ulet dan rajin menjadi kunci penting dalam bertani.
Wisata Edukasi
Salah satu kelebihan yang ditawarkan oleh petani lengkeng binaan Serda Mugiyanto ialah pembeli bisa memetik langsung dari pohonnya, berwisata sambil belajar tentang tanaman yang bernama latin dimocarpus longan tersebut.
Kunjungan wisata ke perkebunan lengkeng salah satu binaannya di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang bisa mencapai 10 ribu jiwa dalam satu tahun sebelum pandemik COVID-19.
Namun, pandemik melanda Tanah Air aktivitas atau kunjungan ke perkebunan lengkeng langsung dibatasi untuk mencegah penularan virus. Biasanya, pengunjung yang datang tidak hanya memetik buah dari pohon tetapi sembari berwisata.
Lokasi perkebunan yang berada di Jalan Sentanu tersebut, juga tergolong sejuk dan dikelilingi pepohonan rindang yang membuat pengunjung betah berlama-lama. Di tengah perkebunan juga disediakan semacam gazebo sehingga wisatawan bisa beristirahat.
Tidak hanya buah, para wisatawan yang datang juga bisa membeli bibit buah lengkeng yang sudah disiapkan oleh pengelola. Selain itu, pembeli juga akan diajarkan langsung cara budi daya tanaman lengkeng yang baik dan benar.
Baca juga: Kasad salut dengan sosok pekerja bangunan difabel Mabesad
Baca juga: Polisi Militer TNI AD didorong terus berinovasi saat HUT ke-75
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Serda Mugiyanto adalah anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Koramil 19/Borobudur Kodim 0705 Magelang, Jawa Tengah.
Personel Babinsa ini dikenal sebagai motivator, petani, koordinator petani hingga dijuluki sebagai "Jenderal buah lengkeng" oleh Kementerian Pertanian karena keberhasilan-nya merangkul dan membina hingga 10 ribu petani dari Sabang sampai Merauke.
Keberhasilan Serda Mugiyanto berawal dari kisah tragis yang dialaminya saat menjalankan operasi pengamanan daerah rawan (pamrahwan) ke wilayah Ambon pada 2001. Saat itu ia berangkat bersama rombongan Batalion Infanteri Raider 408/Suhbrastha.
Tepat pada November 2001, Mugiyanto bersama rekan-rekan-nya yang sedang melaksanakan patroli lapangan tanpa sengaja menginjak ranjau darat yang mengakibatkan kaki sebelah kanannya putus hingga cacat seumur hidup.
Akibat ledakan dahsyat ranjau darat tersebut potongan kaki Serda Mugiyanto sampai-sampai tidak bisa ditemukan. Ia mengenang kala itu adalah perjuangan antara hidup dan mati karena kondisinya terus memburuk.
Apalagi, dari lokasi kejadian ke rumah sakit setidaknya membutuhkan waktu empat hingga lima jam perjalanan karena cukup jauh dari pusat keramaian.
Sewaktu perjalanan menuju rumah sakit rekan-rekan-nya pun sudah berpikir buruk akan kehilangan teman seperjuangan yang kala itu masih berpangkat Prajurit Dua (Prada). Kondisi semakin menegangkan karena hemoglobin (Hb) darahnya rendah atau sudah dalam kondisi mengkhawatirkan.
Tidak sampai di situ, mimpi buruk masih terus menyelimuti karena tim medis kesulitan menemukan golongan darah yang cocok dengan golongan darah yang dibutuhkan Serda Mugiyanto. Apalagi, wilayah itu masih termasuk kawasan rawan konflik sehingga akses tidak semudah yang dibayangkan.
Namun, takdir berkata lain. Keberuntungan berpihak pada prajurit yang dijuluki jenderal buah kelengkeng tersebut, hingga akhirnya berhasil pulih dari insiden pilu yang dialaminya.
"Di sisa hidup ini, saya bertekad harus bisa bermanfaat untuk keluarga, masyarakat dan negara," ucap Serda Mugiyanto.
Setelah menyadari kondisi fisik yang harus ia terima, Serda Mugiyanto awalnya memang sedikit terpuruk. Ia tidak pernah membayangkan harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.
Apalagi, pada saat itu ia masih berstatus lajang atau belum menikah. Dengan kondisi disabilitas, bisa saja perempuan akan berpikir ulang mau menerimanya sebagai pendamping hidup.
Lagi, takdir berkata lain. Ia dipertemukan dengan Dwi Astuti Sumarwati perempuan yang akhirnya dipersunting dan siap menerima segala kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri Serda Mugiyanto.
Dari hasil pernikahannya, pasangan tersebut dikarunia tiga orang putra. Serda Mugiyanto patut bersyukur. Sebab, di balik keberhasilan yang diraih-nya hari ini tidak terlepas dari doa dan dukungan istri dan ketiganya anaknya.
"Istri yang membuat saya tetap semangat, mau menerima di saat kondisi saya cacat dan penuh keterbatasan," ungkap dia.
Motivator
Keberhasilan demi keberhasilan terus diraih. Puncaknya, pada 2019 sang jenderal buah lengkeng ini mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari Kopral Kepala (Kopka) naik menjadi Serda atas dedikasi-nya yang begitu luar biasa dan memotivasi banyak orang. Kenaikan pangkat luar biasa diberikan langsung oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Kini, berbekal kaki palsu sebelah kanan, kegigihan dan semangat seorang prajurit TNI, Serda Mugiyanto tidak hanya menjadi motivator bagi petani di Tanah Air tetapi juga motivator untuk prajurit TNI yang juga penyandang disabilitas atau bernasib sama dengan dirinya.
Bahkan, tak jarang ia diundang langsung oleh Kementerian Pertahanan untuk memberikan arahan atau berbagi ilmu kepada prajurit-prajurit TNI penyandang disabilitas. Pada intinya, Serda Mugiyanto selalu menekankan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk berkarya dan berprestasi.
Di balik usaha keras yang diperjuangkannya selama bertahun-tahun, Serda Mugiyanto selalu bermimpi seharusnya Indonesia yang memiliki sumber daya alam berkecukupan, tanah yang subur dan kondisi alam yang mendukung bisa swasembada atau memenuhi kebutuhan buah lokal tanpa harus bergantung kepada negara lain.
Selama ini banyak lahan tidur yang tidak digarap secara optimal oleh masyarakat. Padahal, jika tanah tersebut dikelola dengan baik maka segala kebutuhan pangan termasuk buah-buahan bisa tercukupi tanpa harus bergantung kepada pihak lain.
Namun, sayangnya, ia melihat tekad dan kemauan dari masyarakat untuk berani betul-betul terjun sebagai petani dari hati belum sepenuhnya terwujud. Hal itu bisa jadi dikarenakan stigma-stigma keliru yang selama ini berkembang.
Misalnya, menganggap pekerjaan petani atau menjadi petani adalah pekerjaan rendah, bertani itu kotor, pendapatan tidak seberapa hingga tidak bisa menggunakan teknologi dalam bercocok tanam.
Padahal anggapan itu keliru. Serda Mugiyanto membantah secara tegas jika ada yang berpandangan pekerjaan petani itu rendah, kotor, penghasilan pas-pasan dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, dari lahan miliknya seluas satu hektare dengan isi 250 batang pohon buah lengkeng usia enam tahun, rata-rata bisa menghasilkan 75 kilogram buah lengkeng per pohonnya dalam satu tahun.
Jika dihitung kasar saja 200 batang pohon buah lengkeng dikalikan 75 kilogram maka hasilnya sudah 15 ton. Per kilogram petani lengkeng bisa menjual hingga Rp50 ribu. Jika ditotal maka satu kali panen bisa meraup omzet hingga Rp750 juta.
Dengan hasil fantastis tersebut, Serda Mugiyanto menampik keras bahwa pekerjaan petani tersebut rendah, kotor atau penghasilannya tidak seberapa.
Kendati demikian, bertani tanaman seperti buah lengkeng bukan lah pekerjaan mudah. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelum menekuni usaha tersebut.
Pertama, setiap petani harus memilih bibit unggul, mengetahui lokasi yang akan ditanami, suhu lingkungan, kontur tanah, teknologi yang akan digunakan hingga perawatan.
Setiap memberikan motivasi atau berbagi ilmu di berbagai kesempatan, Serda Mugiyanto kerap menyampaikan untuk menjadi seorang petani sukses disiplin adalah kunci utama.
Sebab, apa yang diberikan kepada tanaman maka itu jua lah yang akan diberikannya kepada pemilik atau yang merawat. Sehingga sikap disiplin, tekun, ulet dan rajin menjadi kunci penting dalam bertani.
Wisata Edukasi
Salah satu kelebihan yang ditawarkan oleh petani lengkeng binaan Serda Mugiyanto ialah pembeli bisa memetik langsung dari pohonnya, berwisata sambil belajar tentang tanaman yang bernama latin dimocarpus longan tersebut.
Kunjungan wisata ke perkebunan lengkeng salah satu binaannya di Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang bisa mencapai 10 ribu jiwa dalam satu tahun sebelum pandemik COVID-19.
Namun, pandemik melanda Tanah Air aktivitas atau kunjungan ke perkebunan lengkeng langsung dibatasi untuk mencegah penularan virus. Biasanya, pengunjung yang datang tidak hanya memetik buah dari pohon tetapi sembari berwisata.
Lokasi perkebunan yang berada di Jalan Sentanu tersebut, juga tergolong sejuk dan dikelilingi pepohonan rindang yang membuat pengunjung betah berlama-lama. Di tengah perkebunan juga disediakan semacam gazebo sehingga wisatawan bisa beristirahat.
Tidak hanya buah, para wisatawan yang datang juga bisa membeli bibit buah lengkeng yang sudah disiapkan oleh pengelola. Selain itu, pembeli juga akan diajarkan langsung cara budi daya tanaman lengkeng yang baik dan benar.
Baca juga: Kasad salut dengan sosok pekerja bangunan difabel Mabesad
Baca juga: Polisi Militer TNI AD didorong terus berinovasi saat HUT ke-75
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021