Berdasarkan pengamatan Forum Jurnalis Tasik Melawan, praktik penyerangan terhadap jurnalis mengalami peningkatan setiap tahunnya, menurut data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia tercatat pada tahun lalu sebanyak 117 kasus terjadi kekerasan terhadap wartawan dan media, jumlah tersebut mengalami kenaikan dibanding 2019 yaitu 79 kasus.
Salah satu jurnalis, Adeng Bustomi mengatakan dari 117 kasus yang terjadi pada 2020, sebanyak 99 kasus menimpa wartawan, 12 kasus pada pers mahasiswa, dan enam kasus pada perusahaan media, terutama media siber. Sementara AJI Indonesia mencatat, tahun lalu terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan atau bertambah 31 kasus dibandingkan pada 2019 (53 kasus). "Pelaku kekerasan paling banyak adalah aparat keamanan," kata Adeng saat aksi damai di Tasikmalaya, Kamis.
Baca juga: Tindak kekerasan terhadap jurnalis dalam Munajat 212 jadi perhatian polisi
Dalam aksi damainya, forum jurnalis tersebut meminta pemerintah menuntaskan kasus-kasus serangan serupa yang terjadi terhadap para aktivis diantaranya aktivis lingkungan dan para pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
Kejadian penyerangan terhadap jurnalis bukan kali pertama terjadi. Apa yang dilakukan oleh Nurhadi, seorang wartawan Tempo merupakan upaya investigasi yang dilindungi oleh UU No 40 tahun 1999 tentang Pers namun dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, jurnalis kerap mendapatkan berbagai bentuk serangan baik fisik maupun serangan digital.
Padahal sebagaimana disebutkan dalam Sidang Commission on Human Rights tanggal 26 Januari 2006, jurnalis secara eksplisit disebutkan sebagai bagian dari Pembela HAM dalam tugasnya untuk "collecting and disseminating information on violation". Selain itu dalam kerangka instrumen hukum nasional, eksistensi pembela HAM juga telah diatur dalam pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Penyerangan dan tindak kekerasan kepada jurnalis juga melanggar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12/2005 tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap No 8/2009 tentang pengimplementasi prinsip dan standar Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan tugas kepolisian.
"Kami menuntut pihak kepolisian mengusut tuntas kasus penganiayaan jurnalis Tempo, Nurhadi di Surabaya yang dianiaya saat sedang melakukan tugas jurnalistiknya mewawancarai tersangka kasus dugaan korupsi pajak dan memastikan para pelaku mendapat hukuman sesuai peraturan hukum yang berlaku," ujarnya.
Para jurnalis juga menuntut kepolisian untuk memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja jurnalistik. Serta mengingatkan kepada masyarakat dan penegak hukum bahwa kerja jurnalis dilindungi Undang-undang No 40/1999 tentang Pers.
Baca juga: PWI desak Kapolri usut tuntas oknum penganiaya jurnalis liput demonstrasi
.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Salah satu jurnalis, Adeng Bustomi mengatakan dari 117 kasus yang terjadi pada 2020, sebanyak 99 kasus menimpa wartawan, 12 kasus pada pers mahasiswa, dan enam kasus pada perusahaan media, terutama media siber. Sementara AJI Indonesia mencatat, tahun lalu terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan atau bertambah 31 kasus dibandingkan pada 2019 (53 kasus). "Pelaku kekerasan paling banyak adalah aparat keamanan," kata Adeng saat aksi damai di Tasikmalaya, Kamis.
Baca juga: Tindak kekerasan terhadap jurnalis dalam Munajat 212 jadi perhatian polisi
Dalam aksi damainya, forum jurnalis tersebut meminta pemerintah menuntaskan kasus-kasus serangan serupa yang terjadi terhadap para aktivis diantaranya aktivis lingkungan dan para pembela Hak Asasi Manusia (HAM).
Kejadian penyerangan terhadap jurnalis bukan kali pertama terjadi. Apa yang dilakukan oleh Nurhadi, seorang wartawan Tempo merupakan upaya investigasi yang dilindungi oleh UU No 40 tahun 1999 tentang Pers namun dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, jurnalis kerap mendapatkan berbagai bentuk serangan baik fisik maupun serangan digital.
Padahal sebagaimana disebutkan dalam Sidang Commission on Human Rights tanggal 26 Januari 2006, jurnalis secara eksplisit disebutkan sebagai bagian dari Pembela HAM dalam tugasnya untuk "collecting and disseminating information on violation". Selain itu dalam kerangka instrumen hukum nasional, eksistensi pembela HAM juga telah diatur dalam pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Penyerangan dan tindak kekerasan kepada jurnalis juga melanggar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 12/2005 tentang pengesahan konvensi hak sipil dan politik dan Perkap No 8/2009 tentang pengimplementasi prinsip dan standar Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan tugas kepolisian.
"Kami menuntut pihak kepolisian mengusut tuntas kasus penganiayaan jurnalis Tempo, Nurhadi di Surabaya yang dianiaya saat sedang melakukan tugas jurnalistiknya mewawancarai tersangka kasus dugaan korupsi pajak dan memastikan para pelaku mendapat hukuman sesuai peraturan hukum yang berlaku," ujarnya.
Para jurnalis juga menuntut kepolisian untuk memberikan perlindungan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja jurnalistik. Serta mengingatkan kepada masyarakat dan penegak hukum bahwa kerja jurnalis dilindungi Undang-undang No 40/1999 tentang Pers.
Baca juga: PWI desak Kapolri usut tuntas oknum penganiaya jurnalis liput demonstrasi
.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021