Bandung, 30/7 (ANTARA) - Kebijakan pemerintah menaikan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) perlu diimbangi lebih terbukanya perbankan dalam memberikan kemudahan bagi para pelaku UMKM, kata pengamat ekonomi dari ISEI Kota Bandung, Acuviarta Kartabi.
"Kebijakan pemerintah menaikan plafon KUR dari Rp5 juta menjadi Rp20 juta sangat positif. Namun hal itu tidak berarti apa-apa bila akses ke perbankan tetap sulit ditembus pelaku UMKM. Perbankan diharapkan lebih terbuka dan memberi kemudahan akses," kata Acuviarta di Bandung, Jumat.
Ia menyebutkan, peningkatan plafon itu jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas UMKM, sekaligus lebih berpotensi menyentuh usaha mikro di sektor hulu seperti pertanian, perikanan dan sumber usaha komoditas primer lainnya.
Artinya, kata Acuviarta kebijakan kenaikan plafon itu harus diikuti oleh respon perbankan dalam memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM.
Namun di lain pihak, penyaluran KUR tersebut tidak sebatas mengejar target penyaluran yang ditargetkan pemerintah, namun juga perlu diimbangi dengan pembinaan dan pendampingan oleh perbakan dan stakeholder lainnya sehingga penyaluran pinjaman lunak itu bisa efektif dan tepat sasaran.
"KUR tak sebatas menyalurkan modal, penerimanya juga perlu mengimbangi dengan perencanaan program yang baik," katanya.
Lebih lanjut Acuviarta menyebutkan perlunya standar analisis kelayakan antar bank yang sama terkait KUR, sehingga tidak ada perbedaan dalam penilaian kelayakan persetujuan diantara bank-bank penyalur KUR. Selain itu juga perlu ada semacam relaksasi terkait kriteria bankable yang kerap menjadi kendala UMKM mendapatkan akses pembiayaan perbankan.
"Kenaikan plafon ini harus direspon perbankan, terlebih juga diikuti kenaikan niai penjaminan oleh pemerintah sebesar 80 persen," katanya.
Pada kesempatan itu, Acuviarta yang juga pengasuh "Saung UMKM Jawa Barat" itu berharap penyaluran pembiayaan tersebut diprioritaskan bagi pelaku UMKM di daerah pedesaan yang bergelut di sektor primer.
Menurut dia, KUR tanpa jaminan harus direalisasikan di lapangan serta membuka kesempatan lebih banyak lagi UMKM yang mendapatkan kesempatan akses pembiayaan itu.
Meski demikian, ia menyayangkan masih tingginya bunga KUR yakni sebesar 20 persen sehingga ke depan perlu ada peninjauan kembali. Namun secara umum kemampuan UMKM untuk mengembalikan pembiayaan itu cukup besar.
"Kemampuan UMKM untuk mengembalikan kredit cukup besar, kendala mereka selama ini mereka tak memiliki agunan dan banyak diantaranya dinyatakan tidak bankable. Ke depan kriteria tanpa jaminan harus jelas sehingga tidak ada simpang siur di kalangan pelaku usaha," kata Pengamat Ekonomi ISEI Bandung itu menambahkan.***2***
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010
"Kebijakan pemerintah menaikan plafon KUR dari Rp5 juta menjadi Rp20 juta sangat positif. Namun hal itu tidak berarti apa-apa bila akses ke perbankan tetap sulit ditembus pelaku UMKM. Perbankan diharapkan lebih terbuka dan memberi kemudahan akses," kata Acuviarta di Bandung, Jumat.
Ia menyebutkan, peningkatan plafon itu jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas UMKM, sekaligus lebih berpotensi menyentuh usaha mikro di sektor hulu seperti pertanian, perikanan dan sumber usaha komoditas primer lainnya.
Artinya, kata Acuviarta kebijakan kenaikan plafon itu harus diikuti oleh respon perbankan dalam memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM.
Namun di lain pihak, penyaluran KUR tersebut tidak sebatas mengejar target penyaluran yang ditargetkan pemerintah, namun juga perlu diimbangi dengan pembinaan dan pendampingan oleh perbakan dan stakeholder lainnya sehingga penyaluran pinjaman lunak itu bisa efektif dan tepat sasaran.
"KUR tak sebatas menyalurkan modal, penerimanya juga perlu mengimbangi dengan perencanaan program yang baik," katanya.
Lebih lanjut Acuviarta menyebutkan perlunya standar analisis kelayakan antar bank yang sama terkait KUR, sehingga tidak ada perbedaan dalam penilaian kelayakan persetujuan diantara bank-bank penyalur KUR. Selain itu juga perlu ada semacam relaksasi terkait kriteria bankable yang kerap menjadi kendala UMKM mendapatkan akses pembiayaan perbankan.
"Kenaikan plafon ini harus direspon perbankan, terlebih juga diikuti kenaikan niai penjaminan oleh pemerintah sebesar 80 persen," katanya.
Pada kesempatan itu, Acuviarta yang juga pengasuh "Saung UMKM Jawa Barat" itu berharap penyaluran pembiayaan tersebut diprioritaskan bagi pelaku UMKM di daerah pedesaan yang bergelut di sektor primer.
Menurut dia, KUR tanpa jaminan harus direalisasikan di lapangan serta membuka kesempatan lebih banyak lagi UMKM yang mendapatkan kesempatan akses pembiayaan itu.
Meski demikian, ia menyayangkan masih tingginya bunga KUR yakni sebesar 20 persen sehingga ke depan perlu ada peninjauan kembali. Namun secara umum kemampuan UMKM untuk mengembalikan pembiayaan itu cukup besar.
"Kemampuan UMKM untuk mengembalikan kredit cukup besar, kendala mereka selama ini mereka tak memiliki agunan dan banyak diantaranya dinyatakan tidak bankable. Ke depan kriteria tanpa jaminan harus jelas sehingga tidak ada simpang siur di kalangan pelaku usaha," kata Pengamat Ekonomi ISEI Bandung itu menambahkan.***2***
Syarif A
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2010