Perkumpulan Penangkar Benih Perkebunan dan Tanaman Perkebunan Indonesia (PPBPTI) merilis harga bibit tanaman perkebunan untuk 2021 guna memberi kepastian bagi konsumen dan memastikan penangkar menjual dengan harga yang wajar.

"Harga ini sekaligus menjadi acuan untuk menentukan bibit yang ditawarkan secara tidak rasional, apakah terlalu mahal atau terlalu murah sehingga beresiko pada mutu benih yang tidak layak," kata Ketua PPBPTI Badaruddin Sabang Puang di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, harga ini didasarkan harga pasar, ongkos produksi dan manfaat dengan pertimbangan masih terjangkau konsumen, namun manfaatnya masih melebih biaya yang dibayar. Di sisi lain penangkar bisa mendapatkan keuntungan yang untuk kemudian direinvestasi untuk peningkatan kapasitas.

"Banyak dari harga rilis ini angka yang sama dari harga beberapa tahun sebelumnya, sementara harga-harga produk lain sudah meningkat beberapa kali dampak dari inflasi," kata Badaruddin melalui keterangan tertulis.

Berdasarkan ketetapan PPBPTI harga benih perkebunan untuk 2021 di luar ongkos kirim, bibit kopi arabika Rp6.500/batang siap salur, sementara kopi robusta Rp8.500/batang.

Untuk bibit kakao jenis hibrida Rp6.000/batang dan bibit kakao sambungan Rp8.500/batang yang merupakan koreksi dari harga di tahun sebelumnya.

Sedangkan karet di harga Rp8.500 per batang, kelapa dalam unggul nasional dalam polibeg Rp35.000/batang, lada Rp8.500/batang dan pala Rp13.000/batang. Sementara untuk bibit tebu dipasarkan dengan harga Rp. 300/mata. Lalu untuk kelapa sawit di harga Rp. 40.000/batang.

Ia juga menegaskan asosiasi akan mempercepat penerapan standarisasi pembibitan di tingkat anggota dan penangkar agar melakukan pembibitan sesuai dengan SOP yang sama sesuai dengan pedoman produksi benih yang diterbitkan oleh pemerintah.

Produsen benih, kata dia, juga akan diwajibkan untuk memiliki sertifikasi kompetensi dan mengembangkan sistem penelusuran sehingga konsumen dapat memperoleh benih dengan standar yang sama dari Aceh hingga Papua karena penangkar memilih keahlian yang memadai, dan menerapkan metoda pembibitan dengan acuan yang sama.

"Untuk tahun ini kami mau mencoba mengimplementasikan pada pembibitan kelapa sawit," ujarnya.

Sekretaris Dewan Pembina Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Hindarwati Sudjatmiko menyatakan perlu adanya transparansi harga bibit tanaman perkebunan.

Seperti halnya perusahaan yang menghasilkan produk olahan umumnya merilis harga segara terbuka, lanjutnya, sehingga masyarakat dapat mengakses dengan mudah dan mengetahui berapa harga yang wajar harus dikeluarkan untuk mendapatkan bibit yang bermutu.

"Sekiranya harga itu terlalu mahal maka konsumen juga akan yang mengkoreksi dengan membatasi pembelian, sehingga pengusaha dipaksa melakukan penyesuaian dengan meningkatkan efisiensi," ujar Hindarwati.

Baca juga: Presiden tinjau pusat pembibitan untuk atasi bencana ekologis di Bogor

Baca juga: Pelaku usaha perkebunan asal Bandung raih Gamal Award 2020

 

Pewarta: Subagyo

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021