Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengingatkan kepada masyarakat bahwa tindakan menyebarkan hoaks atau berita bohong, seperti pesan "lockdown" DKI Jakarta bisa dikenakan pasal dalam UU ITE dan diberikan sanksi pidana penjara.
"Untuk anggota masyarakat yang melakukan penyebaran berita hoaks tentunya ada ancaman pidananya. Yang pertama di Pasal 28 ayat 1 UU ITE tahun 2008, pasal tersebut mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik termasuk media sosial," kata Argo dalam keterangannya pada wartawan dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan jika terbukti melanggar Pasal 28 ayat 1 UU ITE tersebut bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal tersebut berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Argo juga menyebutkan ancaman pidana bagi masyarakat yang menyebarkan berita bohong dari UU KUHP di Pasal 14 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Ancaman pidana bagi orang yang menyebarkan berita bohong juga terdapat di Pasal 14 ayat 2 UU KUHP yang menyebutkan barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Tidak cukup sampai di situ, ancaman hukuman pidana bagi seseorang yang menyebarkan berita bohong atau hoaks dikenakan pasal berlapis. Yaitu pada Pasal 15 UU KUHP yang menyebutkan barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.
Oleh karena itu Argo mengimbau kepada masyarakat hati-hati dalam menyebarluaskan berita yang belum tentu benar atau bahkan sudah terbukti bahwa kabar tersebut merupakan berita bohong. "Kalau itu tidak benar, jangan di-share kembali. Kami harapkan agar masyarakat melakukan check and recheck," kata Argo.
Sebelumnya sempat beredar berita bohong di media sosial maupun aplikasi pesan singkat yang menyebutkan bahwa Jakarta akan dilakukan "lockdown" total. Pesan tersebut menginformasikan bahwa toko dan restoran akan tutup, juga menganjurkan masyarakat untuk menyimpan bahan makanan di rumah.
Baca juga: Pemerintah tegaskan berita Jakarta "lockdown" total adalah hoaks
Baca juga: Polisi tangkap terduga penyebar hoaks vaksinasi tewaskan Kasdim
Baca juga: Kominfo sebut hoaks saat pandemi berdampak buruk bagi banyak hal
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
"Untuk anggota masyarakat yang melakukan penyebaran berita hoaks tentunya ada ancaman pidananya. Yang pertama di Pasal 28 ayat 1 UU ITE tahun 2008, pasal tersebut mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik termasuk media sosial," kata Argo dalam keterangannya pada wartawan dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan jika terbukti melanggar Pasal 28 ayat 1 UU ITE tersebut bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal tersebut berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Argo juga menyebutkan ancaman pidana bagi masyarakat yang menyebarkan berita bohong dari UU KUHP di Pasal 14 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Ancaman pidana bagi orang yang menyebarkan berita bohong juga terdapat di Pasal 14 ayat 2 UU KUHP yang menyebutkan barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Tidak cukup sampai di situ, ancaman hukuman pidana bagi seseorang yang menyebarkan berita bohong atau hoaks dikenakan pasal berlapis. Yaitu pada Pasal 15 UU KUHP yang menyebutkan barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.
Oleh karena itu Argo mengimbau kepada masyarakat hati-hati dalam menyebarluaskan berita yang belum tentu benar atau bahkan sudah terbukti bahwa kabar tersebut merupakan berita bohong. "Kalau itu tidak benar, jangan di-share kembali. Kami harapkan agar masyarakat melakukan check and recheck," kata Argo.
Sebelumnya sempat beredar berita bohong di media sosial maupun aplikasi pesan singkat yang menyebutkan bahwa Jakarta akan dilakukan "lockdown" total. Pesan tersebut menginformasikan bahwa toko dan restoran akan tutup, juga menganjurkan masyarakat untuk menyimpan bahan makanan di rumah.
Baca juga: Pemerintah tegaskan berita Jakarta "lockdown" total adalah hoaks
Baca juga: Polisi tangkap terduga penyebar hoaks vaksinasi tewaskan Kasdim
Baca juga: Kominfo sebut hoaks saat pandemi berdampak buruk bagi banyak hal
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021