Pemerintah Malaysia memproklamasikan situasi darurat sebagai langkah proaktif untuk mengekang dan menstabilkan kasus harian positif COVID-19 yang telah mencapai empat digit secara terus-menerus sejak Desember lalu.
Pengumuman darurat tersebut akan disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yasin pada pukul 11.00 waktu setempat namun pernyataan Istana Negara sudah dirilis Selasa pagi (12/1).
Juru bicara Istana Negara Dato’ Indera Ahmad Fadil Shamsuddin mengatakan Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah telah menerima kedatangan Perdana Menteri Tan Sri Muhyiddin bin Yassin di Istana Negara, Senin (11/1).
"Sesi pertemuan 45 menit dimulai pada 17.30 sore. Kemarin malam, Tan Sri Muhyiddin bin Yassin mempresentasikan putusan Sidang Kabinet tentang usulan implementasi Deklarasi Proklamasi Darurat," katanya.
Turut memberikan penjelasan selain perdana menteri adalah Sekretaris Utama Pemerintah Tan Sri Mohd Zuki bin Ali, Jaksa Agung Tan Sri Idrus bin Harun, Komandan Angkatan Darat Tan Sri Haji Affendi bin Buang, Ketua Polisi Diraja Malaysia (PDRM) Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Abdul Hamid bin Bador, Direktur Jenderal Kesehatan Tan Sri Dr. Noor Hisham bin Abdullah dan Ketua Komisi Pemilihan Datuk Abdul Ghani bin Salleh.
Kemudian Al-Sultan Abdullah berpandangan bahwa wabah penyakit menular COVID-19 di negara ini berada pada level yang sangat kritis dan dibutuhkan Deklarasi Proklamasi Darurat berdasarkan Ayat (1) Pasal 150 UUD Federasi.
"Perlu dicatat bahwa perjanjian ini juga telah memperhitungkan negosiasi Yang Mulia Penguasa Melayu. Persetujuan ini juga mempertimbangkan keamanan pribadi rakyat dan kepentingan negara," katanya.
Ini juga didasarkan pada statistik COVID-19 saat ini, terutama kendala fasilitas logistik sesuai negara bagian yang telah dihadirkan selama sesi pengarahan.
Menurut statistik, lima belas rumah sakit COVID-19 mencatat tingkat penggunaan tempat tidur COVID-19 (non-ICU) lebih dari 70 persen.
Di Lembah Klang, penggunaan tempat tidur ICU untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Kuala Lumpur dan Pusat Medis Universitas Malaya sudah mencapai 100 persen, sedangkan di RS Sungai Buloh 83 persen.
Sedangkan tingkat penggunaan tempat tidur ICU untuk pasien COVID-19 di Perak, Selangor, Melaka, Terengganu dan Sarawak telah melampaui 70 persen.
"Oleh karena itu, Yang Mulia telah memberikan persetujuannya untuk itu. Proklamasi Darurat dilaksanakan sebagai langkah proaktif untuk mengekang gejala epidemi COVID-19. Yang Mulia juga memberikan persetujuannya untuk periode pelaksanaan darurat ini hingga 1 Agustus 2021 atau hingga tanggal yang lebih awal jika kasusnya terjadi COVID-19 harian positif dapat dikontrol dan diturunkan secara efektif," katanya.
Sultan Abdullah setuju dengan usulan Pemerintah untuk pembentukan sebuah Komite Independen yang terdiri dari Anggota Pemerintah, Parlemen dan Oposisi serta ahli kesehatan dan terkait.
"Komite Independen ini akan merekomendasikan kepada Yang Mulia. Jika terjadi implementasi darurat, ini bisa diakhiri lebih awal," katanya.
Baca juga: 502 WNI dideportasi dari Kuala Lumpur gunakan pesawat
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Pengumuman darurat tersebut akan disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Muhyiddin Yasin pada pukul 11.00 waktu setempat namun pernyataan Istana Negara sudah dirilis Selasa pagi (12/1).
Juru bicara Istana Negara Dato’ Indera Ahmad Fadil Shamsuddin mengatakan Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah telah menerima kedatangan Perdana Menteri Tan Sri Muhyiddin bin Yassin di Istana Negara, Senin (11/1).
"Sesi pertemuan 45 menit dimulai pada 17.30 sore. Kemarin malam, Tan Sri Muhyiddin bin Yassin mempresentasikan putusan Sidang Kabinet tentang usulan implementasi Deklarasi Proklamasi Darurat," katanya.
Turut memberikan penjelasan selain perdana menteri adalah Sekretaris Utama Pemerintah Tan Sri Mohd Zuki bin Ali, Jaksa Agung Tan Sri Idrus bin Harun, Komandan Angkatan Darat Tan Sri Haji Affendi bin Buang, Ketua Polisi Diraja Malaysia (PDRM) Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Abdul Hamid bin Bador, Direktur Jenderal Kesehatan Tan Sri Dr. Noor Hisham bin Abdullah dan Ketua Komisi Pemilihan Datuk Abdul Ghani bin Salleh.
Kemudian Al-Sultan Abdullah berpandangan bahwa wabah penyakit menular COVID-19 di negara ini berada pada level yang sangat kritis dan dibutuhkan Deklarasi Proklamasi Darurat berdasarkan Ayat (1) Pasal 150 UUD Federasi.
"Perlu dicatat bahwa perjanjian ini juga telah memperhitungkan negosiasi Yang Mulia Penguasa Melayu. Persetujuan ini juga mempertimbangkan keamanan pribadi rakyat dan kepentingan negara," katanya.
Ini juga didasarkan pada statistik COVID-19 saat ini, terutama kendala fasilitas logistik sesuai negara bagian yang telah dihadirkan selama sesi pengarahan.
Menurut statistik, lima belas rumah sakit COVID-19 mencatat tingkat penggunaan tempat tidur COVID-19 (non-ICU) lebih dari 70 persen.
Di Lembah Klang, penggunaan tempat tidur ICU untuk pasien COVID-19 di Rumah Sakit Kuala Lumpur dan Pusat Medis Universitas Malaya sudah mencapai 100 persen, sedangkan di RS Sungai Buloh 83 persen.
Sedangkan tingkat penggunaan tempat tidur ICU untuk pasien COVID-19 di Perak, Selangor, Melaka, Terengganu dan Sarawak telah melampaui 70 persen.
"Oleh karena itu, Yang Mulia telah memberikan persetujuannya untuk itu. Proklamasi Darurat dilaksanakan sebagai langkah proaktif untuk mengekang gejala epidemi COVID-19. Yang Mulia juga memberikan persetujuannya untuk periode pelaksanaan darurat ini hingga 1 Agustus 2021 atau hingga tanggal yang lebih awal jika kasusnya terjadi COVID-19 harian positif dapat dikontrol dan diturunkan secara efektif," katanya.
Sultan Abdullah setuju dengan usulan Pemerintah untuk pembentukan sebuah Komite Independen yang terdiri dari Anggota Pemerintah, Parlemen dan Oposisi serta ahli kesehatan dan terkait.
"Komite Independen ini akan merekomendasikan kepada Yang Mulia. Jika terjadi implementasi darurat, ini bisa diakhiri lebih awal," katanya.
Baca juga: 502 WNI dideportasi dari Kuala Lumpur gunakan pesawat
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021